Bab 63

126 11 0
                                    

Aku mengangguk setuju.

"Forger ... maafkan aku," ucap Naoto lagi. Sehingga Becky memicingkan mata ke arahnya.

"Sudahlah ... itu sudah berlalu."

Mendengar ucapan Becky membuat laki-laki itu tersenyum kaku. Perasaan tidak enak masih tergambar di matanya. "Oh iya, akhir-akhir ini sepertinya Desmond dan Forger terlihat akur ya." Naoto mencoba mencairkan suasana.

Maka wajah Becky seketika kembali menjadi cerah, "Menurutmu begitu juga, kan?"

Laki-laki itu tersenyum dan membalas, "Ya, dulu saat awal-awal kenaikan kelas lima, Forger dan Desmond selalu bertengkar."

Pupil mataku membulat, jelas aku tidak suka dengan topik obrolan mereka.

"Itu karena kami sekarang sudah berteman." Aku menyela.

"Naoto? Kau tidak membeli apa-apa?"

Tiba-tiba tiga anak lelaki datang menghampiri Naoto.

Naoto terlihat sedikit terkejut dan menoleh, "Ya, tunggu aku." Kemudian dia kembali menoleh ke arah kami.

"Kalau begitu aku tinggal ya? Sampai jumpa nanti." Naoto melambaikan tangan, lalu pergi bersama teman-temannya.

"Daa!" Temanku melambaikan tangannya dengan bibir melengkung lebar. Setelah itu bola matanya tertuju padaku.

"Anya, cepat habiskan makananmu, habis ini kita harus menemui Damian."

Aku mengangguk.

***

Selesai dari kantin kami berjalan menuju kelas untuk menemui Anak kedua. Setelah tiba ke kelas, temanku mendadak menghentikan langkahnya seperti patung, matanya juga melebar.

Sementara aku hanya terdiam.

"Hei, Anya ...." Becky memutar kepalanya 90 derajat ke arahku dengan ekspresi pahit.

"Kucing garong itu mendekati meja Damian."

"??" Aku hanya menutup bibirku, menunjukkan ekspresi bingung.

Ayumi memang menyukai Anak kedua, tetapi sejujurnya aku merasa biasa aja. Apa yang harus aku lakukan melihat Becky yang saat ini mulai terlihat berapi-api?

"Sial, aku tidak suka ini." Becky menarik tanganku, langkahnya pun sangat cepat, dan akhirnya kami tiba di meja Damian.

Ayumi melihat kedatangan kami dengan ekspresi terkejut.

Sementara Anak kedua menunjukkan ekspresi bingung. Ada tiga gadis tiba-tiba menghampirinya, jelas membuat perhatian murid-murid di sekitar tertuju kepada kami dengan wajah penasaran.

Becky meletakkan tangannya di atas pinggangnya, dan menoleh ke arahku, "Anya, kenapa kau diam saja? Berbicaralah."

Aku menelan ludah. Entah kenapa aku merasakan amotsfer mendadak berubah. Sementara Ayumi memandang kami bingung.

Aku menghirup napas dalam-dalam, dan membuangnya secara perlahan-lahan.

"Hei, Anak kedua ... na-nanti habis pulang sekolah, mau belajar bersama lagi?"

Anak Kedua mengangkat kedua alisnya dan menutup bibirnya, tampak sedang menyembunyikan ekspresinya.

Suasana sesaat menjadi hening.

Aku merasa heran, "Kau tidak mau ya?"

Laki-laki itu tiba-tiba mengangkat bahunya, "Ya, aku mau."

Wajahnya terlihat sedikit memerah, dan itu membuatku tertegun, untuk sesaat aku merasa dia terlihat lucu.

"Ayumi, apa yang kau inginkan di sini?" ucap Becky tiba-tiba.

Perempuan itu lalu mulai terlihat panik, "Apa-apaan? Aku hanya lewat dan berhenti sebentar saja di sini." Dia membuang wajah dengan kesal dan kemudian melangkah pergi.

Aku tersenyum dan perhatianku tertuju kembali pada Anak kedua, "Baiklah, kalau begitu nanti setelah pulang sekolah kita bertemu di gerbang."

"Baiklah."

***

Sepulang sekolah kami bertemu di gerbang sekolah, Becky meletakkan tangan di atas bibirnya, memasang ekspresi menggoda ke arah kami. Desmond membalas temanku itu hanya menukik alisnya.

Sebelumnya Becky mengatakan tidak mau ikut, dengan alasan ingin memberikanku kesempatan berdua lagi pada laki-laki itu, namun karena aku memaksa dia untuk ikut dan mengancam aku tidak jadi pergi belajar bersama pada anak kedua, dia panik dan setuju ikut, dan berkata, "Baiklah, lagipula seharusnya aku juga ikut untuk mengawasi kalian." Sambil memasang wajah licik. Kemudian dia menelepon supir pribadinya untuk memberi kabar tidak usah datang untuk menjemputnya.

Setelah kami bertiga berdiskusi dan memutuskan untuk naik kereta, kami pun berjalan menuju stasiun.

Ketika dalam perjalanan, Becky membuka suaranya, oh ya saat itu aku berada di tengah mereka.

"Damian, kau harus bertanggung jawab untuk Anya."

Anak kedua mengerutkan dahinya, "Tanggung jawab apa?"

"Kau harus mengajarinya dengan benar-benar sampai dia berhasil ujian, tidak remedial di satu mata pelajaran mana pun."

"Hah? Kenapa kau menunjukkan aku seolah aku harus tanggung jawab?"

"Ah, itu karena Anya tadi menangis di kantin, karena merasa sangat bodoh setelah belajar kelompok di kelas tadi."

Aku yang hanya diam sejak tadi menyipitkan mata, alasan Becky benar-benar tidak masuk akal.

Nada bicara anak kedua terdengar semakin kesal, "Apa hubungannya denganku?" Menghentikan bicaranya sejenak, dan melanjutkan, "Huh menangis?"

Laki-laki itu terdiam kemudian melihat ke arahku.

Mata kami bertemu sesaat, sebelum akhirnya dia membuang muka.

Tanpa terasa, kami akhirnya tiba di stastiun, dan masuk ke kereta.

"Ngomong-ngomong kau menyukai gadis seperti apa, Damian?" Becky memasang wajah senang dan penasaran.

Anak kedua melipat dahinya dan membalas dengan nada datar, "Untuk apa kau menanyakan itu?"

"Kalau kau tidak menyukai jenis perempuan mana pun, berarti kau kelainan."

"...."

Becky dengan ceria melanjutkan bicaranya, "Aku pernah bertanya pada beberapa pria mereka menyukai gadis seperti apa, dan setiap jawaban masing-masing berbeda, ada yang menyukai gadis imut, cantik, menawan,
kuat, dan manis. Kau jangan-jangan menyukai gadis bertubuh seksi ya."

"??"

Penumpang wanita dewasa di samping Becky terlihat syok mendengar perkataan Becky barusan, yang terlalu dewasa untuk dibahas oleh anak -anak.

Aku melihat wajah anak kedua, dia tak menggubris dan hanya berekspresi datar sejak tadi.

TBC

Jangan lupa like yaaa🤍🤍

Ig: @this_is_nita
@Nitaa_Anggreni



SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang