Bab 64

129 13 0
                                    

***

"Hmm, cerita dari kelompok kalian, lumayan mengesankan." Sensei memegang dagunya, mengatakan kalimat barusan dengan nada yang elegan. Setelah itu suara tepukan tangan menggema di kelas.

Sakurai Tomo memandangku dengan ekspresi bangga.

Meskipun berada di suasana yang bagus seperti ini, aku sama sekali tak merasa tersanjung, ada hal yang menganggu pikiranku terus menerus seperti sebuah kutukan.

Gadis itu tidak menjawab tawaranku, tidak, ini bisa dikatakan dia mengabaikanku bicara, aku merasa seperti direndahkan.

Apakah dia sudah melupakan bahwa diriku siapa? Kemudian aku sedikit meliriknya.

Eh?

Aku terpikir sesaat. Apa hanya perasaanku, dia terlihat murung sejak tadi?

Ketika tepukan tangan berhenti, Sensei menyuruh kami kembali ke tempat duduk.

Saat bel istirahat berbunyi, aku pergi ke kantin bersama teman-temanku sebentar, dan tak lama kemudian  kembali ke kelas lagi.

Aku duduk ke ke kursi, dan tiba-tiba Ayumi datang dan berdiri di dekat mejaku. Selang beberapa detik Forger dan Blackball juga menyusul.

Aku terkejut dan bingung, apa yang mereka inginkan?

Blackball meletakkan tangannya di atas pinggang, dan menoleh ke arah Forger dengan bola matanya yang agak serius , "Anya, kenapa kau diam saja? Berbicaralah."

"Hei, Anak kedua ... na-nanti habis pulang sekolah, mau belajar bersama lagi?"

Aku benar-benar terkejut. Kenapa dia tiba-tiba mengajak itu? Bukankah tadi aku menawarkannya tetapi dia malah hanya mengabaikanku?

Aku belum menjawab dan berusaha bersikap normal.

Suasana sesaat menjadi hening.

"Kau tidak mau ya?"

"Dia ... dia kenapa sih?"

Kalau pada akhirnya dia memiliki niatan untuk belajar bersama lagi kenapa dia tadi mengabaikanku? Aku pun mencoba mencari tahu alasannya sendiri. Mungkinkah tadi dia tak mendengarku? Apa dia sebudek itu dan Bukankah suaraku tadi terdengar jelas!? Anak ini ... aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya.

Yeah, apa boleh buat, lalu aku menerima ajakannya, "Ya, aku mau."

Setelah pulang sekolah, dan memutuskan naik kereta. Sikap Blackball benar-benar menyebalkan, dia selalu menggodaku sepanjang perjalanan.

"Aku pernah bertanya pada beberapa pria mereka menyukai gadis seperti apa, dan setiap jawaban masing-masing berbeda, ada yang menyukai gadis imut, cantik, menawan,
kuat, dan manis. Kau jangan-jangan menyukai gadis bertubuh seksi ya."

Aku merapatkan bibir, memilih mengabaikannya saja.

Singkat waktu, kami pun tiba di kafe.
Tempat yang sama dengan kemarin.
Masing-masing mulai mengeluarkan buku.

"Pa-pantas saja tasku dari tadi terasa berat."

"Ada apa, Anya?"

Mereka berbicara, lalu aku menaikkan wajahku.

Sampah kertas dan batu besar? Forger mengeluarkan benda-benda itu dari kertasnya.

"Siapa yang menaruhnya di tasmu, jahat sekali?" Wajah temannya sangat terkejut

Tampak wajah Forger tertekan.

Aku mulai membuka suara, "Sepertinya ada yang menjahilmu."

Blackball berseru, "Siapa yang jahil padanya?!"

"Tentu saja aku tidak tahu."

"Orang itu benar-benar keterlaluan."

"Aku pergi sebentar dulu untuk membuangnya." Gadis tersebut berdiri, lalu menyatukan sampah dan batu gepeng sebesar kaki orang dewasa itu.

Aku bangkit dari kursiku, "Mau aku bantu?"

Blackball terkejut, "He~"

Jantungku berdebar kencang. Aku takut Forger mengira aku punya maksud tersembunyi. "A-aku hanya ingin membantunya!" seruku merasa dipermainkan.

Bibir forger melengkung tipis, meskipun raut wajahnya masih tertekan. "De-dengan senang hati," jawabnya.

Aku mengambil beberapa batu dari tumpukan itu. Kami berjalan menuju tong sampah yang tak jauh dari sana.

"Berikan batunya, aku akan membuangnya di tanah," kataku.

Perempuan itu menyodorkannya, dan aku menerimanya.

Forger membuka mulutnya, "Terima kasih,"

"??"

Aku tersentak, seolah tersengat listrik. Aku buru-buru membuang wajah.

Tadi, tanpa sadar aku telah menawarkan bantuan dengan tulus, aku khawatir dia berpikir macam-macam.

Ada apa denganku? Kenapa aku merasa begitu gugup?

"Yah, sama-sama, aku cuma ingin membantumu," jawabku.

Gadis itu tak merespons, wajahnya tetap terlihat polos. Sepertinya pikiranku saja yang berlebihan.

Beberapa saat kemudian kami kembali ke meja kafe,

"Jadi, begini ...." Aku mulai mengajari mereka.

"Wah, ternyata mudah sekali! Terima kasih aku sudah sangat mengerti~" Blackball tampak senang setelah selesai mengerjakan soal-soalnya.

"Sini aku mengoreksinya."

Blackball tersenyum lebar, dia memberikan bukunya padaku dengan percaya diri. Sementara itu Forger sejak tadi belum menyelesaikan tugasnya, jika aku melihat secara detail wajahnya terlihat begitu tegang.

"Anya sudah selesai mengerjakannya?"
Becky bertanya kemudian melihat buku gadis itu.

"Eh? Nomor 5 tidak seperti itu jawabannya, Anya."

"La-lalu bagaimana ini, Becky?" Forger perlahan menoleh ke arahnya dengan wajah pucat seputih kertas.

Bibir Blackball sedikit terbuka, "Ya ampun ...."

"Aku benar-benar bodoh."

"Berusahalah, hentikan mengatakan dirimu sendiri bodoh."

Dia lalu menghela napas pendek, "Kalau x-nya 3, berarti y-nya 7, Anya."

Perempuan itu mengangguk.

"Bagaimana, sudah mengerti?"

"Sedikit."

"Sini, aku mengajarinya lagi," ucapku.

Mereka lalu tertegun.

Beberapa saat kemudian Blackball meletakkan tangan di atas bibirnya sembari tersenyum jahil.

"Semangat, Damian~"

***

TBC

Jgn lupa vote man teman🤍🤍

SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang