Bab 58.

156 12 1
                                    

"Tentu saja tidak! Kenapa kau menanyakan itu? Cih ... percaya diri sekali." Alis Damian mengerut ketika mengeluarkan kalimat itu, selanjutnya dia mengatupkan bibirnya dengan rapat.

Alis Anya terangkat dan membuka mulutnya saat mendengar perkataan Damian. Akibatnya gadis itu menjatuhkan sisi kepalanya ke meja seperti orang frustasi.

"Kalau kau tidak mengerti, kau tidak usah gengsi untuk menanyakannya."

Setelah itu Anya membangkitkan wajahnya dari meja.

"Kita di sini untuk belajar, kan?"

Mata Anya membulat. Setelah itu dia mengangguk.

"Ya, itu benar."

Damian pun mulai menjelaskan materi yang Anya tidak mengerti. Dia menggunakan contoh-contoh yang lebih sederhana dan mudah dipahami. Anya mendengarkan dengan saksama.

"Jadi, begini ...." Damian memulai dengan suara yang lebih lembut.

Singkat waktu.

Tak terasa, hari sudah menjelang malam. Anya dan Damian pun memutuskan untuk berhenti belajar untuk hari ini.

"Terima kasih. Aku merasa lebih mengerti sekarang."

"Ya, sama-sama."

Keduanya membereskan buku dan penanya masing-masing. Selanjutnya mereka bangkit dari kursi dan melangkah keluar dari kafe. Saat berada di depan kafe tiba-tiba di sekeliling secara sekilas bersinar putih diiringi suara petir yang menggelegar. Wajah Anya bergetar dan secara spontan memeluk erat tubuh Damian.

Setelah itu air dari langit gelap mendadak turun dengan deras.

"Hu-hujan," ucap Damian pelan, matanya tertuju pada hujan yang semakin deras.

Sekali lagi petir berbunyi keras. Anya semakin ketakutan dan mengencangkan pelukannya pada Damian.

"??"

Laki-laki itu menaikkan setengah dagunya, memasang ekspresi merasa terbebani.

"Pe-petirnya sudah berhenti." Damian merasakan tubuh gadis itu bergetar ketakutan.

Perlahan Anya melonggarkan tubuhnya dan melepaskan laki-laki itu.

"Maaf."

"Tidak apa-apa." Laki-laki itu memandangnya dengan perhatian. Melihat wajah Anya pucat, dengan ragu-ragu dia meraih tangan Anya dan menggenggamnya erat.

"Jangan khawatir."

Anya menatap tangan mereka yang saling menggenggam. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut lagi, namun karena sentuhan Damian yang hangat dan menenangkan.

Sambil memperbaiki syalnya, mata Damian tertuju ke arah ponselnya.

"Ah, supirku sudah tiba di tempat parkir."

Lalu beberapa saat kemudian mereka berdua berlari menuju mobil. Setelah masuk ke mobil, kendaraan beroda empat itu melaju cepat.

Mengantar Anya pulang lebih dahulu.

"Anya pulang," kata gadis itu dengan tubuh yang menggigil. Hujan di musim salju rasa dinginnya hingga menusuk tulang.

"Selamat pulang, Anya." Loid membuka pintu, menyambut kepulangan Anya.

Alis Loid terangkat ketika melihat rambut dan seragam putrinya terlihat setengah basah, dengan ekspresi khawatir memegang kepala Anya.

"Siapa yang mengantarmu pulang?" Loid tertegun melihat mobil hitam yang berhenti di depan rumahnya. Beberapa saat kemudian jendela mobil itu terbuka menampakkan wajah supir pribadi Damian.

SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang