"Ya, seperti yang Anda lihat." Damian menyentuh rambutnya sambil mengarahkan mata ke arah lain dengan ekspresi yang agak sedikit canggung.
Yor melengkungkan bibir menunjukkan sikap lembut. Matanya membentuk senyuman.
"Ah ... kalau begitu ayo segera ke ruang tamu. Makan malam sudah disediakan," kata Yor dengan nada ramah. Kemudian putrinya tersenyum senang.
"Kebetulan, Anya sudah sangat lapar," katanya sambil meletakkan tangan di perut.
"Kebetulan hari ini papamu banyak memasak makanan yang lezat.
"Eh!?" Yor tiba-tiba menaikkan bahunya karena teringat sesuatu. Dengan lekukan wajah yang khawatir matanya tertuju pada Damian.
"Damian, kamu memakai baju hangat milik Loid ya? Maaf tadi tidak memberikannya langsung karena aku lupa ... tunggu di sini dulu, aku akan mengambilnya." Yor membalikkan tubuh, dan hendak melangkahkan kaki.
"Uh ... kenapa aku ceroboh sekali," batinnya dalam hati.
"Ti-tidak usah." Damian mencegah.
Wanita dengan rambut yang terjatuh mencapai pinggang itu berhenti dan menoleh.
"Mesin penghangat sudah cukup menghangatkan, jadi tidak perlu ...." tambah Damian.
Bibir atas Yor terangkat dan langsung menyergah, "Eh? Tidak mungkin kamu dibiarkan hanya berpakaian seperti itu, kan?"
"Aah ...." Damian lalu terlihat bingung
"Melinda kalau mengetahui kamu hanya mengenakan itu nanti dia marah besar padaku, loh."
Laki-laki itu yang tampak ragu akhirnya setuju.
"Baiklah."
"Yosh, aku akan mengambilnya dulu, tunggu dulu di sini oke?"
Yor tersenyum hangat kemudian berlalu dari tempat itu. Tidak butuh waktu yang lama wanita itu kembali membawakan sweater berbulu berwarna abu terang. Dia terdiam sesaat sambil merenung ketika memandang Damian.
"Mungkin ini akan sedikit kebesaran."
Setelah itu dia memberikannya dan Damian menerimanya.
"Pfff." Anya yang di samping laki-laki itu menunjukkan wajah licik sambil menyeringai ketika Damian telah sempurna mengenakan sweaternya.
"Baju itu sangat keren untukmu."
Damian menukik alisnya, menyadari
perkataan Anya bukanlah pujian melainkan ledekan."Kau bercanda?"
"Wow, kamu terlihat sangat imut mengenakan itu, Damian!" Yor menyatukan tangannya, menatap teman pria putrinya dengan raut wajah kagum.
Sementara Mata Damian terkejut ketika mendengar pujian yang tiba-tiba menyentuh hatinya, dengan ekspresi yang memancarkan senang dan kehangatan di balik tatapannya yang terbuka lebar.
Tiba-tiba bayangan wajah ibunya muncul di pikirannya, yang mengatakan, 'Anakku yang imut.'
***
Setelah selesai makan malam bersama, Damian dan supirnya pun pamit.
Hujan telah mereda, hanya titik-titik putih salju yang jatuh dengan lembut.
"Terimakasih kasih, atas hidangannya forger-san."
"Ya, sama-sama."
"Sampai jumpa."
Jendela mobil itu perlahan tertutup.
Setelah itu mobil tersebut melesat pergi. Sambil mengemudi, sang supir sedang menelepon seseorang."Ya."
Damian menoleh ke arah supir itu mendengarkan pembicaraan.
"Baiklah."
Setelah menutup telepon, supir itu membuka mulut, "Nyonya malam ini menyuruhmu pulang di rumah karena dia khawatir."
Tatapan Damian terkejut, "Eh? Tidak jadi pulang ke asrama?"
"Nyonya telah mengabarinya dan pihak asrama sudah mengizinkan."
Anak laki-laki itu kemudian menyenderkan punggungnya ke dasbor, "Baiklah kalau begitu ..." ucapnya dengan pelan.
Setelah tiba di rumahnya. Melinda menyambutnya dengan pelukan hangat sembari menekuk tubuh.
"Damianku sayang."
"Ibu ...."
Setelah itu Melinda melepaskan pelukannya dan menyuruh putranya untuk membersihkan tubuh dengan air hangat.
Setelah membersihkan tubuh dan memakai pakaian, Damian keluar dari ruang mandi dan mendapati ibunya berbaring di kasur.
"Kamu, tidak ingin makan lagi?"
"Aku tidak lapar."
Lalu Melinda tersenyum.
"Tadi kamu makan di rumah nona Forger?" ucapnya dengan nada menggoda.
"Ya."
Setelah itu, putranya duduk di pinggir kasur.
"Kamu sedang dekat dengan Anya Forger?"
Anak laki-lakinya terkejut dan menyangkal, "Eh tidak ... kami biasa saja."
"Hari itu, kamu mengajaknya ke mall?"
Damian mengangkat bahunya, "Hah? itu ...."
Sebelum Damian menjelaskan, Melinda melanjutkan perkataannya,
"Ibu harap hubunganmu tambah erat dengannya, dia gadis yang manis."Damian hanya membisu melihat senyuman terpancar dari mata ibunya.
***
Keesokan hari, seperti biasa setelah Anya turun dari bus, dia melihat Becky. Dia tersenyum cerah dan berjalan cepat menghampirinya.
"Ohayou, Becky!"
Wajah Becky kemudian tertuju ke arah Anya dan sejenak menghentikan langkahnya.
"Yo, Ohayou!"
Lalu keduanya melanjutkan melangkah secara berdampingan.
"Bagaimana Becky, pada anak laki-laki yang memberikan surat itu?"
Anya memandang Becky dengan wajah penasaran.Becky menekuk matanya, "Dia bukan tipeku."
"Ehh?"
"Aku tidak tertarik .... "
"Kalian kemarin melakukan apa saja?"
Becky kemudian memasang wajah berpikir dan mencoba mengingat, "Dia mengajakku makan di restoran termewah, lalu mentraktirku membeli apa saja yang kumau ...."
"Eh, apa yang membuatmu tidak tertarik?"
"Dia bukan tipeku saja."
Saat memasuki kelas, sorot mata mereka langsung tertuju pada Damian yang melangkah dengan ringan menuju meja Jane Ayumi. Dengan ekspresi datar, laki-laki itu menyodorkan sebuah buku pada gadis tersebut.
"Kemarin ini ketinggalan," ucapnya singkat.
Dengan mata biru yang bersinar, Jane Ayumi bangkit berdiri, wajahnya berbinar senang.
"Terima kasih, Damian!" serunya riang sambil menerima buku yang disodorkan.
"Ada pena di dalamnya."
"Oh, ya ampun, terima kasih," balas Jane sambil tersenyum.
Tanpa banyak kata, Damian melangkah pergi dari tempat itu, meninggalkan sekelompok gadis yang tak bisa menyembunyikan decak kagum mereka. Pertunjukan kecil itu telah menghangatkan hati banyak orang dan memicu bisikan-bisikan di antara teman-teman sekelasnya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)
FanficCerita Sambungan Dari Lightnovel SPY x Family (Bagian habis berkemah) lanjutan ceritanya berdasarkan hasil pikiran sendiri. Anya akan tetap berusaha dan tidak pernah menyerah untuk menjalankan misi (rencana B) untuk menjadi lebih dekat dengan Damian...