(Sudut pandang Damian)Gadis itu tidak merespons lagi, hening sejenak, hanya suara kendaraan dan orang berlalu-lalang di sekitar. Angin lembut terus meniup rambut kami dengan lembut.
Aku menyembunyikan tangan ke dalam saku. Menatap lurus ke depan. Sudah pasti aku terlihat seperti orang banyak berpikir.
Sial. Apa yang aku lakukan? Kenapa aku mengajak dia pergi bersamaku seperti ini? Bagaimana jika Ewen dan Emile melihatku sedang bersama gadis ini. Forger, yang selama ini aku memperlakukannya dengan buruk sejak pertama kali masuk sekolah, selalu menghina dan merendahkan statusnya.
Memikirkan itu hatiku jadi merasa tidak baik sekarang, tetapi aku segera menepis perasaan itu.
Hari ini aku akan berusaha memperbaiki hubunganku dengannya, ya itu tujuannya. Aku jadi bertanya pada diriku sendiri mengapa barusan aku bingung dengan apa yang aku lakukan sekarang?
Meskipun ada sedikit rasa penyesalan telah mengajaknya seperti ini, aku harus menghadapinya karena sudah terlanjur. Dia tidak menolak pun, aku sudah sangat lega. Eh ... tunggu,
kenapa aku merasa senang?Aku mendapati Forger menoleh ke arahku dengan raut polos. Maka mata kami pun bertemu. Rambut sebahu yang terus berkibar, matanya yang membulat polos, bentuk wajah yang kecil, jika aku diwajibkan berkata jujur, itu membuatnya terlihat menjadi gadis manis dan imut.
"Kita akan pergi ke mana?" Dia bertanya.
"Lihat saja nanti, kau akan tau sendiri," balasku dengan sedikit nada arogan.
Tentu aku harus membuatnya terpukau nanti. Aku sudah menyiapkan persiapan ini sejak pulang sekolah, menelusuri-menelusuri di internet, dan memberitahu supir pribadiku lewat telepon.
Tak perlu menunggu lama, supir pribadiku akhirnya tiba. Aku duduk di sebelah supirku sementara Forger duduk di belakang kami.
"Apa kau sudah merasa lebih baik dari sejak saat itu, Nona." Supir pribadiku menanyakan kabar gadis itu dengan ramah.
"Aku sangat baik, bagaimana dengan Paman sendiri?"
Keduanya mengobrol seolah mereka adalah kerabat dekat.
Kami melakukan perjalanan selama satu jam.
Kami telah sampai di tempat yang dituju. Aku dan Forger melambaikan tangan kepada supir pribadi yang segera pergi meninggalkan kami.
Kini, aku dan Forger berdiri di hadapan gedung besar yang menjulang tinggi, salah satu Mall terbaik di kota ini. Kami melangkah menyusuri jalanan yang dipenuhi oleh dedaunan yang berjatuhan karena musim gugur. Di area tempat ini terdapat taman-taman yang begitu rapi, dan indah. Tetapi menurut sudut pandangku, tempat ini biasa saja, karena dulu waktu kecil aku sudah terbiasa datang di tempat semacam seperti ini dengan ibuku. Aku berpikir, mungkin ada tempat yang jauh lebih bagus dari ini.
Saat aku melihat gadis itu, matanya tampak berkilauan, seolah-olah pemandangan biasa ini begitu menakjubkan baginya. Padahal baru saja tiba, bagaimana kalau kami berada di dalamnya nanti?
Yap, ini tepat sesuai rencanaku.
Membuatnya merasa takjub.
Hal yang pertama aku lakukan, adalah membawanya ke restoran Mall ini.
Gadis itu berjalan perlahan, aku sudah duduk, kemudian dia seakan-akan takut menduduki kursinya yang ada di seberangku. Dia menunjukkan ekspresi sedikit canggung. Akhirnya dia duduk, perlahan-lahan ekspresi itu menghilang, dan dia tampak mulai membiasakan diri.
Kemudian Forger membuka suaranya.
"Kau mengajakku di tempat seperti ini untuk membuatku berhutang budi padamu, kan?"
Perkataan itu tentu adalah sebuah tuduhan bagiku, tatapannya sedikit tajam, sebelum aku menjawab, dia lebih dulu membuka suaranya.
"Kau sudah menolongku waktu itu, itu sudah sangat cukup membuatku merasa memiliki banyak hutang budi padamu. Dengan sekarang ini, aku merasa tidak pantas menerimanya, aku-"
"Tidak," jawabku dengan tenang.
"Kenapa kau bisa ngomong seperti itu, aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita."
"Hubungan?" Gadis itu terlihat sangat terkejut.
Sepertinya aku harus menjelaskannya.
"Selama ini kita selalu seperti seorang bermusuhan, bukan seperti lagi, mungkin memang benar bermusuhan. Dari sejak kelas satu, apakah kau ingat?"
"Ya, aku mengingatnya ...."
"Aku ingin kita seperti orang biasa, tidak bertengkar, tidak bersaing, aku ingin kita seperti orang-orang pada umumnya, misalnya seperti hubunganku pada Ewen, Emile, dan teman-teman yang lain." Sejujurnya, aku merasa malu mengungkapkan ini. Tetapi aku harus memberitahunya agar dia mengerti.
Gadis itu kemudian memasang ekspresi bodoh, "Ter-ternyata kau memang anak baik ...."
"Hah, memangnya aku ini apa?"
"Kau terkadang baik dan nakal, seperti ketika kau mencibirku aku sangat membencimu, tetapi kau terkadang baik, aku menjadi bingung, sebenarnya kau adalah anak baik atau nakal, sepertinya kau memang anak yang baik."
Tiba-tiba seorang pelayan menghampiri kami dan memberikan daftar menu makanan, maka pembicaraan kami pun terhenti.
Setelah mencatat pesananku, aku melihat gadis itu masih berkutat dengan daftar menunya, aku sendiri sedikit terkejut, karena raut wajahnya sangat mengerikan. Mulutnya menganga, bola matanya membesar, juga wajahnya dipenuhi oleh keringat seolah habis berlari keliling di lapangan, padahal ruangan ini suhunya sangat dingin.
Tiba-tiba aku mengingat sesuatu. Lalu aku membuka mulutku, "Kau bisa memesan apa saja yang kau inginkan, kau tak perlu memikirkan harganya, aku yang akan membayarnya."
"Se-serius?" tanyanya dengan perasaan yang sangat khawatir dan tertekan, aku berpikir mungkin harga-harga menu ini terlalu mahal baginya.
Masih dengan wajah yang tertekan dia dengan asal dan cepat memilih pesanannya. Setelah selesai memilih, dan diberikan kepada pelayan. Aku melanjutkan soal perbincangan kami.
"Aku tidak suka diriku dianggap baik."
"Kenapa?"
"Seseorang yang baik .... menurutku adalah seseorang yang selalu berbuat baik dalam kondisi apa pun. Aku berpikir aku tidak ingin dikekang oleh label baik, karena aku ingin memiliki kebebasan untuk bersikap sesuai situasi. Tetapi meskipun begitu, baik itu relatif, kan?"
"Ooh, be-begitu?" Dia terlihat sedikit bingung mendengarkan kalimatku.
"Ya."
"Ka-kalau begitu, aku harus menganggapmu apa?"
Pertanyaan itu malah membuatku bingung, seakan aku terjebak. Jawaban apa yang harus ku keluarkan?
Karena tidak tahu menjawabnya aku hampir frustasi. Tentu saja itu karena aku tidak mau terlihat seperti orang bodoh di depannya.
Tetapi tiba-tiba makanan yang kami pesan telah tiba. Diam-diam aku berterima kasih kepada pelayan.
TBC
Jangan lupa vote man teman💚
Thank u udh sabar menunggu 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)
FanfictionCerita Sambungan Dari Lightnovel SPY x Family (Bagian habis berkemah) lanjutan ceritanya berdasarkan hasil pikiran sendiri. Anya akan tetap berusaha dan tidak pernah menyerah untuk menjalankan misi (rencana B) untuk menjadi lebih dekat dengan Damian...