Bab 51

183 20 0
                                    

(POV Anya)

Aku memesan steak daging sapi dan minuman jeruk, sementara itu si anak kedua sepertinya memesan ikan dan minuman anggur setelah aku amati. Beberapa saat kemudian pelayan-pelayan berdatangan lagi membawakan hidangan lain seperti salad, kue buah start segar, dan beberapa makanan yang tak aku kenal namanya, tetapi kelihatannya hidangan-hidangan ini terlihat sangat menggiurkan.

Sehingga membangkitkan rasa seleraku dan membuatku melupakan segala hal. Aku tidak bisa berkata-kata lagi, aku harus segera memakannya!

"Itadakimasu ...." ucapku pelan dan hendak menyantapnya. Namun, tiba-tiba anak laki-laki itu menghentikanku.

"Makanlah hidangan pembukanya lebih dahulu." Dia menyipitkan matanya ke arahku.

Aku hanya menunjukkan ekspresi merasa malu.

Kami pun menikmati hidangannya bersama, dan setelah selesai rasanya sangat memuaskan.
Ya, sudah pasti rasanya sangat memuaskan, karena memang harga makanan di restoran ini benar-benar di luar fantastis.

Setelah keluar dari restoran, aku menyatukan kedua tanganku di hadapannya.

"Te-terima kasih atas traktirannya!"  Aku memejamkan mata.

Anak laki-laki itu terdiam sejenak, lalu beberapa saat kemudian dia membuka suaranya.

"Yeah sama-sama," balasnya ringan.

Saat aku membuka mataku dan melihatnya, Damian hanya menunjukkan ekspresi datar. Dari sejak kelas satu, dia memang selalu terlihat seperti orang kalem dan dingin meskipun terkadang dia arogan.

Laki-laki itu kemudian melangkahkan kakinya, dan sepertinya selanjutnya dia mengajak pergi ke tempat yang lain, dia terlihat seperti sudah terbiasa di tempat ini, aku pun menyusulnya dan menyamakan langkahku di sampingnya.

Tubuhnya agak lebih tinggi dariku, sorot matanya seperti menggambarkan dia adalah orang yang acuh kepada orang lain. Tetapi jika pikir-pikir dia sebenarnya adalah orang yang sangat peduli terhadap orang lain.

Seperti dulu saat kelas satu, anak laki-laki bernama George kalau aku tidak salah, yang mengaku harus pindah dari Eden karena perusahaan ayahnya bangkrut. Ketika Damian mendengar cerita anak malang itu, Damian merasa simpati kepadanya, bahkan dia sampai meminjamkan bintang stella miliknya kepada George.

Saat memikirkan itu tanpa sadar aku dan anak kedua telah tiba di suatu tempat.

Sepertinya ini tempat hiburan ....

Di sana aku mendapati orang-orang tengah asik bermain bowling, ada arena golf indoor, dan lain-lain.

"Apakah kau ingin masuk?" tanyanya tiba-tiba sehingga aku menoleh kepadanya.

Sambil melirik tempat itu sekali lagi, aku pun membalas, "Aku tidak bisa memainkan permainan-permainan itu."

"Oh, begitu ...."

Si anak kedua dengan wajah dingin pun melangkah kakinya segera pergi meninggalkan tempat itu, aku pun  mengikutinya.

Tanpa sadar langkah kakiku mulai melambat karena memandang seluruh isi mall ini, hawa di tempat ini bagiku benar-benar terasa mahal, beberapa saat kemudian langkahku terhenti saat melihat taman bermain.

Dengan refleks aku memanggil si anak kedua, laki-laki itu pun menoleh kepadaku.

"Aku ingin ke taman bermain."

"Hah?" Damian tampak terkejut, lalu matanya tertuju ke arah taman bermain.

"Aku ingin pergi ke sana!" Aku berkata kepadanya dengan nada mendesak. Saat itu aku merasa sangat antusias ketika melihat tempat itu, selang beberapa detik aku sadar kalau kelakuanku tadi terkesan memaksa, dan aku merasa sedikit menyesal karenanya.

Laki-laki itu menghela napas pendek. "Dasar! Seperti anak kecil saja ...."

Walaupun dia mengeluh seperti itu, dia tetap pergi membelikan tiket untuk kami, aku terdiam ketika memandang punggungnya yang menjauh, beberapa saat kemudian dia kembali membawakan tiket dan dua kantong tas yang terlihat mewah, saat aku melihat isinya ternyata adalah sebuah camilan-camilan ringan.

Aku merasa senang dan tersenyum lebar kepadanya, dia hanya melipatkan tangannya di atas tanpa tersenyum. Entah mengapa melihat sisinya yang seperti ini, dia terlihat seperti orang dewasa dan sangat mirip dengan Papa ....

Setelah melakukan pembayaran tiket aku dan Damian pun memasuki taman bermain, tempatnya luas sekali dan banyak sekali jenis permainan yang ada, aku memandangnya dengan kagum, sungguh luar biasa!

***

Aku dan Damian keluar dari mall, langit pun sudah menunjukkan hari sebentar lagi akan malam. Kami duduk di bangku taman, menunggu supir pribadi Damian. Keheningan menyelimuti kami, Damian tampak santai dengan ponselnya di tangannya, sementara aku merasa tidak nyaman.

Aku merasa tidak enak karena Damian telah banyak mentraktirku di dalam mall tadi dengan sepenuh hati. Aku ingin mengungkapkan rasa terima kasihku sekali lagi, tetapi tidak tahu harus memulai dari mana.

Tak tahan dengan suasana canggung ini, aku pun bangkit dari dudukku.

"Terima kasih banyak untuk hari ini!" Aku membungkukkan badan dalam-dalam di hadapannya.

"??"

Damian yang sejak tadi terlihat tenang, mengangkat wajahnya dan tampak terkejut melihat sikapku.

"Aku merasa tidak enak, lain kali aku akan membalas budi!" Kuungkapkan perasaanku yang membuatku sejak tadi merasa tidak nyaman.

" Yeah ... sa-sama-sama. Hei, duduklah, tidak usah lama-lama membungkuk seperti itu," ujarnya.

"Ahh, maaf ...." Aku segera kembali duduk, suaraku terdengar agak kikuk.

Damian menatapku sejenak, lalu berkata, "Setelah ini, kita akan menjadi seperti orang normal." Ucapannya membuat suasana menjadi lebih ringan.

Aku merasa lega karena Damian tidak terlihat keberatan dengan sikapku. Mungkin setelah ini, kami bisa menjadi teman biasa.

***

"Apa? Agar hubungan kalian menjadi seperti orang normal? Tapi itu terdengar seperti sedang kencan," ucap Becky kepadaku setelah aku ceritakan hal kemarin padanya di kelas pagi ini.

"Tapi dia mengatakan itu padaku."

"Anya ... asal kau tahu ..." Temanku mengecilkan volume suaranya, lalu dia menunjuk wajahku dengan jarinya.

"Hanya kaulah yang pernah dia ajak pergi ke mall, dia tidak pernah mengajak gadis-gadis lain entah ke mana pun, tidak pernah, hanya Anya Forgerlah yang pernah dia ajak, dan kemarin adalah pertama kalinya.

Mendengar itu aku merapatkan bibirku karena berpikir sejenak, kemudian aku membuka suara, "Itu karena hanya akulah gadis yang memiliki hubungan buruk dengannya, sementara anak-anak lain selalu memujanya."

"Yah ...  itu memang benar sih ...." balas Becky lalu menopang dagunya.

"Memang banyak gadis-gadis yang menyukainya dan juga sebagian ada yang tergila-gila, termasuk wanita itu."

Mata Becky tertuju pada meja si anak kedua yang tampak di sana ada Jane Ayumi sedang berdiri dan berbincang pada laki-laki itu.

"Lihatlah wanita itu, jika aku membaca matanya saat melihat Damian, apa lagi saat mendekatinya, dia terlihat seperti gadis yang jatuh cinta."

"Apa kau tahu bagaimana rasanya jatuh cinta? Jatuh cinta itu, membuatmu selalu bersemangat dan bahagia saat melihatnya," kata Becky terdengar seperti orang yang sedang berbunga-bunga.

TBC

SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang