Bab 60

135 15 0
                                    

"Kemarin kau melakukan apa saja dengan mereka?"
Becky bertanya datar sambil menoleh ke arah Anya.

"Belajar."

"Maksudku, selain belajar kalian berbicara apa saja? Lalu bagaimana sikap perempuan itu terhadapmu?"

"Dia menatapku dengan tatapan sinis."

Becky melebarkan matanya.

"Lalu?"

"Aku sedikit berdebat dengannya, tetapi perdebatan itu berhenti, karena dia mendadak harus pulang cepat."

Mendengar itu, Becky mengangkat alisnya.

"Itu bagus!"

"Dia pulang cepat karena dapat kabar ibunya kecelakaan.

Becky kemudian menyipitkan matanya, "Oh ... aku jadi tidak tahu hal itu bisa dikatakan baik atau buruk untukmu."

Di sisi lain, Damian yang sedang melangkah kecil menuju kursinya, tiba-tiba berhenti dan pandangannya kembali lagi ke bangku Ayumi. Wajahnya terlihat seperti baru mengingat sesuatu.

"Bagaimana kondisi ibumu?" tanyanya tiba-tiba membuat percakapan Anya dan Becky berhenti.

Semua perhatian tiba-tiba kembali tertuju pada laki-laki dan gadis itu.

"Eh? Ibuku dan adikku hanya terkena lecet ringan, mereka pagi ini sudah pulang ke rumah," jawab gadis itu kemudian dengan ekspresi setengah terkejut dan polos. Maka seisi kelas menjadi terkejut dan juga bertanya-tanya lebih intens pada gadis itu.

"Ibumu kenapa, Ayumi-san?"

"Kenapa tidak menceritakan pada kami?"

"Meskipun lecet, itu juga sakit."

Jane yang merasa didesak oleh pertanyaan-pertanyaan itu pun melambaikan tangannya dengan mata membentuk senyuman, "Tidak apa-apa, tidak apa-apa teman-teman. Ibu dan adikku sekarang sudah baik-baik saja ... terima kasih sudah mengkhawatirkan mereka."

"Aku baru mendengar kalau kamu punya adik, umurnya berapa?" tanya anak perempuan di sekitarnya.

"Baru tiga tahun."

"Dia jadi terlihat seperti gadis yang polos dan baik hati ya seperti di kartun."

"??"

Becky memandang Anya dengan bola mata bertanya-tanya.

Anya melanjutkan kalimatnya, "Padahal kemarin, dia mirip seperti ratu yang kejam."

Pupil mata Becky melebar, seolah tidak percaya apa yang dikatakan temannya barusan, lalu tersenyum, "Kau sudah menyadarinya? Baguslah!"

Guru bertubuh tinggi dan berkacamata tiba-tiba muncul di depan pintu.

Semua murid bergerak cepat duduk di bangku masing-masing.

"Hari ini kalian belajar secara kelompok," ucap guru itu kemudian menyebut nama satu persatu.

"Blackbell, Tachibana, Ayumi, Sato."

"Forger, Sakurai, Desmond, Naoto."

"Astaga, aku satu kelompok dengan ratu kejam itu," keluh Becky menunjukkan ekspresi tidak suka.

"Aku, satu kelompok dengan anak kedua."

"Wah kebetulan sekali, Anya." Becky memberikan senyuman menggoda dan Anya membalasnya dengan menyipitkan matanya.

"Wah kita satu kelompok, mohon bantuannya Desmond," ucap Naoto yang berada di belakang Damian dengan nada yang ramah.

Damian menoleh ke belakang, " Ya, mohon bantuannya."

Kemudian setelah itu bola matanya melirik ke arah Anya. Tanpa dia menyadari, Jane sejak tadi terus mencuri pandang ke arahnya.

Bola mata gadis berambut emas itu bergetar.

"Dia melihat Forger!?" batinnya terkejut, mengetahui itu hatinya seolah disentil.

***

Setelah membentuk meja dan duduk sesuai kelompok, guru di depan mulai menjelaskan.

"Jadi hari ini tugas kalian adalah membuat satu cerita pendek yang berkesan. Temanya bebas, dan kalian akan berdiskusi dan membagi peran masing-masing untuk menentukan cerita apa yang kalian buat."

Beberapa murid terlihat ragu dan memasang wajah keberatan. Mereka saling bertukar pandangan, mencoba memproses tugas yang baru saja diberikan.

Guru itu pun melanjutkan perkataannya, "Waktu kalian saya berikan empat puluh lima menit dari sekarang, manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya!"

"Baik, Sensei!"

"Membuat cerita yang berkesan?
Umm ... sepertinya agak sulit ya," ucap anak laki-laki yang nama belakangnya Sakurai.

"Itulah alasannya mengapa Sensei menyuruh membuatnya secara kelompok," jawab Damian.

"Jadi, apa kau sudah menemukan idenya?"

Damian memegang dagunya, "Belum."

"Kalau kau bagaimana Forger? Naoto?" tanya Sakurai, membuat yang disebut namanya mengangkat bahu.

"Aah ... Aku sepertinya sudah mendapatkan idenya?" Tapi aku belum yakin." Anya menjawab dengan nada ragu.

"Apa? Katakan saja," ujar Damian.

Lalu tiba-tiba wajah Anya tampak penuh semangat, berharap ide ceritanya merupakan ide brilian, dan mereka akan kagum setelah  mendengarnya, "Jadi aku ingin kita membuat cerita tentang pahlawan super yang menyelamatkan gadis kecil yang tersesat."

Tidak sesuai diharapkannya, ketiganya malah memandangnya dengan wajah bingung.

"Pahlawan super?" tanya Sakurai, "Apa itu berkesan?"

SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang