Bab 36

374 25 6
                                    

"Terima kasih ...." kata wanita itu malu-malu menerima boneka itu dari pacarnya. Tampak pipinya memerah.

Membuat ketiga bocah itu tercengang melihatnya, dan hingga pada akhirnya dua pasangan itu pun berlalu.

"He-hebat, dia bisa mendapatkan bonekanya secepat itu," kata Anya dengan takjub.

"Aku juga terkejut," sambung Becky juga ikut takjub.

Berbeda dengan Damian yang tidak memberi reaksi apa-apa. Yang dia inginkan saat ini adalah benar-benar pulang.

Anya juga sepertinya begitu, dia sampai memikirkan bagaimana nasib Martha supir pribadi Becky.

"Sampai kapan kita di sini terus? Ini sudah terlalu sore," rengek Damian sambil memandang suasana sekitar dengan jelas. Heran, semakin sore semakin ramai saja.

"Kau ini tidak sabaran sekali ya ...." Becky mengatakan itu sambil menyipitkan matanya.

"Yahh. Ya sudahlah, sekarang mungkin ini waktunya," batinnya sambil melihat jam tangannya.

Seperti yang dia pikirkan, mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk pergi. Karena sudah tak tega melihat wajah Damian yang sudah masam.

"Anya, aku pergi dulu sebentar ya, aku mau beli permen!" ucapnya tiba-tiba membuat Damian dan Anya sedikit terkejut.

"Beli permen?" tanya Anya polos. Jika dilihat dengan detail wajahnya saat itu terlihat sangat menggemaskan.

"Iya ...." jawab Becky sambil tersenyum.

"Apa? Kau tidak jadi membeli boneka itu?" tanya Damian bingung.

"Ya ... aku pergi sebentar ya? Aku kembali lagi nanti, oke?"

Damian dan Anya terdiam, kemudian Becky berlalu meninggalkan mereka berdua di sana.

Anya tadi memiliki niat untuk memanggilnya tapi temannya itu sudah keburu hilang.

"Dia yang mengajak ke sini kenapa tiba-tiba dia yang pergi meninggalkan kita?" Damian cemberut, benar-benar tidak paham pada Becky.

"Ya sudahlah, lebih baik kita menunggu saja ...." sahut Anya berpikir positif. Dia memang tidak tahu sama sekali bahwa Becky memiliki rencana.

"Ya terserah," kata Damian lalu akhirnya mereka berdiam.

***

Mata Anya melotot sejak tadi memandang orang-orang asing yang bergantian memainkan mesin capit, sudah menunggu 10 menit lamanya tapi Becky tak kunjung-kunjung kembali.

Begitu juga Damian yang sudah bosan menatap layar ponselnya. Dia mendongak, tampak langit sudah mau gelap.

"Becky kenapa lama sekali beli permennya?" Dan pada akhirnya Anya mulai membuka suara.

"Kenapa kau tanya aku? Tentu saja aku tidak tahu!" jawab Damian dengan ketus. Dia sudah muak berdiri lama di sana.

Mendengar itu tentu saja Anya terkejut dan dengan cepat membalas, "Kenapa kau marah begitu, aku hanya bertanya!"

"Kau juga kenapa bertanya padaku?"

"Itu karena hanya kau yang aku kenal di sini!" Anya setengah berteriak.

Sehingga membuat Damian tergemap, ini karena pertama kalinya dia mendengar gadis itu marah. Dia pun terdiam dan tak ada niat membalasnya lagi.

Lalu, tiba-tiba Damian dan Anya merasakan ada benda yang jatuh di kepala mereka, bukan benda tapi seperti sesuatu.

Mereka berdua mendongak dan ternyata hujan, mereka terkejut lalu memandang sekitar.
Orang-orang di sekitar tampak berlari- lari kecil untuk mencari tempat berteduh.

"Ah tiba-tiba hujan datang! Cuaca ini sangat mendukung sekali kya!" kata Becky girang seperti orang kesurupan di dalam mobil, sementara Martha hanya geleng-geleng kepala melihatnya dia fokus mengemudi.

Anya dan Damian pun berlari, mereka jadikan tas mereka untuk payung. Hingga akhirnya mereka menemukan sebuah kedai minum yang sedang di tutup di sana. Sepi, hampir tidak ada orang.

Seperti kipas angin yang dimatikan, jalan mereka pun melambat saat sudah tiba di tempat itu.

"Sial ...."

Damian menyapu lengan tangannya yang basah sedangkan Anya memeriksa tasnya apakah air mengenai isinya.

"Hujan," ucap Anya sambil memandang hujan yang kini semakin deras.

"Bagaimana dengan Becky?!" Tiba-tiba dia teringat Becky dan sangat khawatir.

"Aku tidak tahu."

"Bagaimana kalau dia mencari kita?"

"Nanti kalau hujan sudah reda, kita akan kembali lagi ke tempat tadi.

"Tapi kalau sekarang dia mencari kita dan tidak menemukan kita di sana bagaimana?

Gadis itu benar-benar panik. Dia hendak pergi untuk mencarinya tapi tangannya langsung ditahan oleh Damian.

"Tidak mungkin dia mencari kita di saat hujan seperti ini, pasti dia juga berteduh."

Apa yang dikatakan anak laki-laki itu benar juga, Anya pun mengurungkan niatnya, akan menunggu sampai hujan reda.

"Ini, mengingatkanku saat kita pernah berteduh di gua," ucap Damian tiba-tiba membuat Anya tersadar.

Dulu saat masih kelas 3 SD dia berusaha mengejar Damian mati-matian demi misi perdamaian dunia. Mengingat kenangan itu rasanya sangat memalukan, dia ingin segera kabur.

"Jangan bicarakan masa dulu." Tanpa disadari pipinya memerah.

"Huh, kenapa? Kau dulu juga berusaha mendekatiku, 'kan? Demi kau bertemu dengan ayahku?" nada bicara Damian seperti mencibir.

"Masa kelam!" Wajah Anya semakin memerah dan dia menundukkan kepalanya karena merasa sangat malu.

"Cih, dasar penjilat keluarga Desmond."

"Sekarang tidak! Sekarang berbeda!" Anya setengah berteriak. Dia merasa benar-benar malu mengingat dirinya yang waktu kecil terlalu polos.

Damian terdiam dan membisu. Dia tercengang melihat wajah Anya yang memerah seperti buah tomat.

Ini pertama kalinya dia melihat wajah Anya semerah itu.
"Kenapa kau sangat malu begitu, cih!??" Damian semakin menjadi-jadi.

NEXT?

SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang