"Me-menurutku ..." Naoto mulai membuka suara, maka perhatian ketiganya pun tertuju pada anak laki-laki itu.
Terlihat satu air keringat muncul di pelipisnya, ragu-ragu dia melanjutkan kalimatnya, "Bukankah, itu semacam cerita anak-anak?"
"Ya benar ... itu terlalu kekanakan, " jawab Sakurai setuju dengannya.
"?!"
Wajah Anya seketika membeku, lalu beberapa saat dia berkata, "Lalu kalian ingin membuat cerita seperti apa?"
Damian yang terlihat kalem mulai membuka bukunya, "Aku sepertinya sudah menemukan idenya, aku juga sudah tahu bagaimana kita membuat konflik dan menyelesaikannya."
Sakurai langsung tersenyum antusias, seolah baru saja mendengar kalimat yang membuat hatinya bahagia. "Jika sebuah ide datang dari Damian Desmond, pasti akan mengesankan dan sangat bagus."
Naoto tersenyum tipis, sementara Anya mengerucutkan bibirnya karena merasa cemburu.
Iya betul, sudah tidak salah lagi. Pria yang duduk di depannya itu selalu mengerjakan semua tugasnya dengan hampir sempurna. Berbeda dengan dia yang selalu melakukan kesalahan.
Saat Anya tenggelam dalam perasaan iri, tiba-tiba tubuhnya tersentak, sebuah tangan menepuk bahunya sebanyak tiga kali.
Gadis itu menoleh.
Naoto memasang ekspresi menyuruhnya untuk tetap semangat.
Anya hanya terdiam kaku, dan untuk sesaat dia berhenti.
"Nah, jadi kau ingin membuat cerita seperti apa Damian?" Gurat wajah Sakurai tampak sudah tak sabar mendengarnya.
"Ah, jadi aku ingin membuat cerita seorang anak SMA yang selalu mendapatkan nilai paling terendah, tiba-tiba bertekad ingin mendapatkan nilai paling tinggi di semua mata pelajaran di kelasnya."
"Wah? Cerita tentang anak SMA? Dewasa sekali."
"Maaf Desmond, menurutku jenis cerita seperti itu lebih cocok ada di tingkat SMP, " usul Naoto yang sebelumnya terlihat ragu-ragu.
Sesaat Damian tertegun.
"Ya, baiklah."
"Pfff! Seorang anak kedua ternyata juga diberi kritikan," batin Anya.
"Lanjut-lanjut? Bagaimana dengan konfliknya?" tanya Sakurai lagi.
Damian melanjutkan kalimatnya, "Jadi alasan dia tiba-tiba ingin mendapat nilai bagus karena dia selalu diremehkan dan dibully, akibat pembullyan itu dia ingin balas dendam dengan menunjukkan bukti."
"Terus bagaimana? Apakah dia berhasil?"
"Awalnya dia tetap gagal."
Laki-laki itu membuka tutup penanya.
"Ah, biar aku saja yang menulisnya, Damian." Sakurai merebut pena dan buku dari laki-laki itu.
"??"
Anya yang merasa sejak tadi belum berkontribusi sedikit pun tiba-tiba merebut pena dan buku itu lagi dari Sakurai.
Laki-laki bertubuh pendek itu memandangnya bingung.
"Biar aku saja yang menulisnya!" ucap Anya bersemangat.
"Baiklah," respons Sakurai singkat. Lalu menoleh ke arah Damian.
"Apa judul ceritanya, Damian?"
Damian memegang dagunya dan tampak terdiam sesaat, "Aku belum tahu."
"Kalau begitu aku memikirkannya nanti, sekarang lebih baik kita tulis ceritanya dulu," balas Sakurai.
Kemudian perhatian ketiganya tertuju pada Anya.
"Aku akan mendiktekan, kau dengar dan tuliskan dengan baik-baik ya," ucap Damian pada gadis itu.
Gadis itu mengangguk semangat.
"Hmph! Serahkan padaku."
"Di kelas delapan, tepatnya di sekolah Eden, ada seorang anak laki-laki bernama Ken Yamada ...."
Anya mulai menggerakkan penanya.
"Ken bukanlah anak yang menonjol, dan dia selalu mendapatkan nilai rendah, terutama di mata pelajaran matematika."
"Guru sering menggelengkan kepala dan menghela napas melihat rapornya. Teman-temannya pun sering mengejek dan meremehkannya.
'Yamada, nilaimu kenapa selalu jelek sih?' ucap temannya sambil menunjuk nilai merah di rapor Ken.
'Iya, Yamada, kau sepertinya tidak pernah belajar ya?'
"Gadis sekelasnya menimpal. Ken hanya bisa tertunduk malu, dia memang tidak suka belajar, terutama di mata pelajaran yang dianggapnya sulit ... dia lebih suka menonton kartun dan bermain game."
"Bagaimana? Sudah selesai?" tanya Sakurai menyadari, Anya sejak tadi terlihat menulis begitu bersusah payah.
"Su-sudah!" Anya menyeka keringatnya.
"Sini, biar aku lihat." Sakurai menarik bukunya.
Tiga detik kemudian.
"Apa-apaan ini!? Bagaimana kami bisa membacanya?" Laki-laki itu memasang wajah terkejut, seakan baru saja melihat kekacauan yang sangat hebat di sana.
"Bagaimana bisa kami membacanya, ini tidak bisa dibaca sekali pun!?"
"A-ada apa?" Naoto yang penasaran, dengan tenang mengambil buku itu.
Setelah membukanya ....
"E-eh?"
"Kau tidak becus, kau hanya membuang-buang waktu, Forger." Sakurai tampak murka. Lalu dia menoleh ke arah Damian.
"Bagaima-"
"Sudah-sudah!"
"??"
"Ribut seperti itu tidak ada gunanya. Mana berikan bukunya padaku?" pinta Damian sambil menukik alisnya.
Naoto dengan ringan menyodorkan bukunya.
Lalu di antara mereka pun terdiam sesaat.
"Uh ... ada apa, kelompok itu berisik sekali ..." ucap Becky melihat kelompok Damian dengan raut wajah yang kesal. Akibat keributan itu konsentrasi menulisnya menjadi
terganggu. Namun, setelah beberapa saat, ekspresinya berubah menjadi terkejut ketika melihat wajah Anya."Sepertinya temanmu telah melakukan kesalahan," ucap Jane yang duduk di sampingnya dengan memasang wajah polos.
Becky langsung menoleh ke arah perempuan itu.
"Tahu dari mana? Sok tahu."
***
Tbc
Ig: @this_is_nita
@Nitaa_anggreni
KAMU SEDANG MEMBACA
SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)
FanfictionCerita Sambungan Dari Lightnovel SPY x Family (Bagian habis berkemah) lanjutan ceritanya berdasarkan hasil pikiran sendiri. Anya akan tetap berusaha dan tidak pernah menyerah untuk menjalankan misi (rencana B) untuk menjadi lebih dekat dengan Damian...