***
Dua hari kemudian
"Saya ingin ... mengundurkan diri dari FoodBeary." Hardi yang mengenakan kemeja polos hijau terang tampak gugup membicarakan niatnya kepada sang atasan. Bahkan hal tersebut terkesan dadakan.
Sementara itu Pak Umar yang sedang menyesap kopinya nyaris menjatuhkan cangkir hingga membelalakkan kedua bola mata saat mendengar kalimat Hardi yang terdengar parau. Padahal niat beliau memanggil Hardi ke ruangannya adalah berbincang seputar pekerjaan dan kondisi terkini di FoodBeary.
"Apa maksudmu mengundurkan diri?" tanya Pak Umar bernada protes. "Kamu mau resign dari jabatan kamu sebagai manajer?"
Hardi hanya menunduk seraya bermanggut mengiyakan. Rasanya duduk berseberangan dengan Pak Umar dan suasana yang sedang hangat, membuat Hardi merasa tidak enak. Apalagi melihat ekspresi atasannya yang tiba-tiba muram setelah barusan mereka saling melempar tawa sembari menyesap kopi masing-masing.
"Hardi. Kamu mau resign di saat kinerja kamu lagi bagus-bagusnya?" Pak Umar mengernyit heran. "Apa yang bikin kamu harus mundur dari pekerjaan ini? Atau ... ada hal yang mengganggu kamu?"
Hardi spontan menunduk, mencari kalimat tepat agar Pak Umar dapat percaya apa yang dia alami di kantor. Menyinggung hujatan, rasanya terlalu dini untuk membahas secara terang-terangan pada beliau.
"Ada masalah pribadi yang nggak bisa saya jelaskan, Pak," lirih Hardi. "Saya cuma ... merasa nggak pantas mengelola divisi digital marketing ini. Banyak yang lebih pantas di antara Rendra atau Firman."
"Apa karena masalah perceraian kamu dengan Irma?"
Pak Umar bisa menebak kegelisahan Hardi, bahkan beliaulah yang melerai pembicaraan miring terhadap pegawai. Mungkin saja Hardi tidak dapat menahan hujatan yang diterima para pekerja di FoodBeary sebab Hardi dinilai tidak setia dan menyebabkan perceraian.
Hardi hanya menyesap kopi hingga setengah tandas, tanpa menanggapi dugaan Pak Umar.
"Saya tahu. Semenjak orang 'bodoh' itu membagikan tangkapan layar curhatan Irma di grup, banyak yang nyalahin kamu atas perceraian kalian. Saya itu percaya sama kamu, Di. Kamu bukan orang yang seperti itu, saya hafal sifat kamu seperti apa."
Pak Umar mulai memcondongkan tubuhnya lebih dekat menatap Hardi yang terus menunduk di seberangnya.
"Kalau memang kamu mau menenangkan dirimu dulu, nggak apa-apa kamu mundur dari jabatan ini. Tapi ... jika kamu ingin kembali ke sini ... saya akan kasih jabatan yang lebih tinggi lagi. Pun kalau minat kamu di FoodBeary masih tinggi."
Seolah tak rela melepaskan pegawai terbaiknya, Pak Umar pun mengeluarkan kata-kata persuasifnya. Tentu, beliau akan sedih jika Hardi benar-benar pergi dari FoodBeary.
"Saya tidak ada minat lagi kerja di FoodBeary. Mungkin sekarang masih ada minat, tapi ..." Hardi mendengus pelan, tutur katanya mendadak tertahan di mulut. "Saya tidak tahu bagaimana ke depannya. Yang jelas dalam sebulan ke depan, saya sungguh akan pergi dari sini. Tentu, saya akan menyelesaikan pekerjaan yang tersisa sebelum resign."
Sungguh disayangkan seorang Hardi yang tidak memiliki kesalahan apa pun di kantor justru memantapkan keputusan tersebut. Pak Umar memahami masalah yang dialami Hardi. Jika hujatan terus berlanjut, mana mungkin Hardi fokus terhadap pekerjaan? Bahkan posisi Hardi kini dituduh yang bukan-bukan oleh mantan istri.
"Baiklah kalau itu maumu. Saya izinkan kamu resign dari sini. Tapi, seperti yang kamu ketahui, saya akan membuat sub-divisi influencer. Yang mana harusnya kamu ikut andil dalam hal itu. Tapi karena kamu akan resign, jadi saya akan tunjuk Rendra yang bertanggung jawab," tegas Pak Umar. "Untuk jabatan manajer, antara Firman atau Dani. Tapi Firman sedang cuti sekarang. Satu-satunya opsi adalah Dani, yang akan menggantikan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission to be Liar
RomansaDiduga tidak setia karena menceraikan istrinya, Hardi seakan membawa beban baru. Hardi dihujat tanpa sebab, membuatnya tertekan dan memilih resign dari kantor tempatnya bekerja. Tanpa sengaja, Hardi dipertemukan dengan Adelia. Keakraban kembali terj...