***
(Katanya ... sudah move on dari Irma Riyanti. Katanya melupakan Irma Riyanti. Tapi apa-apaan? Hardi Yudhistira malah sedang berciuman dengan mantan istrinya sendiri? Aduh, pasti nih pacarnya yang sekarang bakal sakit hati lihatnya.)
Di balik layar komputer, senyum merekah tergambar di wajahnya. Matanya berbinar-binar penuh semangat, tak henti-hentinya terpaku pada layar yang memikatnya.
"Asik, asik. Ini yang disebut mahakarya," celetuk pria wajah tirus itu.
"Gimana, sayang? Setelah di-post semalam, apa ada yang berkomentar?" Wanita dengan piyama merah gelap berjalan menuju meja komputer sambil memonitor perkembangan.
"Aman, beb. Semua yang berkomentar ini rata-rata pendukung kamu. Terus ... lihat. Ada yang mengumpat bilangnya 'dasar lelaki bucin!' tuh, tuh ada lagi. 'Benar-benar Hardi, move on aja nggak bisa. Payah!'"
"Bagus, sayang. Nggak sia-sia kerjamu ya."
Wanita itu mulai berjalan mendekati jendela kamar dengan langkah lembut. Wajahnya tersenyum miring, menampilkan ekspresi kemenangan yang tak terbendung. Dalam diam, dia bermonolog. Percaya bahwa misinya kali ini telah sukses melebihi harapan.
"Emang enak ditipu olehku? Pak Hardi Yudhistira?"
Esoknya setelah acara makan malam, Hardi merasa bingung dan terombang-ambing. Pesan dari Irma membuat hidupnya hancur kembali. Semua tampak normal, bahkan Budi tidak tahu tentang pesan tersebut.
Namun paginya, Hardi mendapatkan pesan berikutnya. Irma melampirkan bukti telah mengirim pesan yang sama kepada Adelia, Budi, Hesti, Tio, dan Nabila. Khusus untuk Budi serta istri dan anaknya, Irma menambahkan peringatan agar tidak menerima Hardi sebagai anggota keluarga. Irma menyebut Hardi sebagai pria buruk yang ternyata tidak menjaga janjinya untuk melupakan mantan istrinya.
Lebih parahnya lagi, Irma juga melampirkan bukti obrolan Hardi dengan wanita lain. Menggunakan kata-kata 'sayang' dan gombalan bikin gumoh. Hardi yakin itu bukan dirinya melainkan obrolan palsu yang dibuat Irma sendiri, hanya karena Irma ingin menghasut mereka.
"Katanya Irma berubah," keluh Hardi, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Katanya dia janji akan menjadi lebih baik. Tapi apa ini?"
Hardi melambaikan ponselnya yang menampilkan pesan dari Irma. "Kenapa dia melakukan itu kepadaku?" tambahnya dengan nada kecewa.
Hardi menggeram sambil menyugar rambutnya frustasi. Irma di luar dugaannya sekarang. Nyaris terlena oleh kebaikan yang diterimanya dari Irma. Harusnya Hardi melawan, harusnya Hardi melihat titik lemah Irma. Bukan malah terjebak oleh permainan liciknya.
Pujian yang seharusnya memenuhi kolom komentar di postingan Instagram kini kembali dengan hujatan ala-ala warganet yang bikin sakit hati. Rasanya Hardi tak sanggup membuka ponselnya, terlebih aplikasi itu.
Satu pesan pribadi masuk di benda pipih itu. Hardi iseng mengecek, dari salah seorang warganet. Awalnya ingin menghindari namun rasa penasaran yang menggebu membuatnya membuka aplikasi Instagram bagian Direct Message.
(Heh! Kalau masih cinta sama Irma ngapain pisah? Jelas-jelas Irma sudah punya pengganti malah kamu embat lagi. Masih belum move on dari mantan kah? Tidak tahu malu. Mana situ masih ada pacar, bilang apa nanti dia kalau kamu tahu gelagatmu, hah?)
Helaan napas Hardi terdengar, kembali menutup ponselnya. Harusnya Hardi masuk kerja sejam lalu, namun Hardi sengaja menutup diri dari orang-orang di kantor. Termasuk menghapus aplikasi perpesanan demi ketenangan.
Hardi memandang sebelah kiri tempat duduknya di sisi ranjang. Dia melihat meja makan bulat yang agak tinggi, ternyata kotor dengan piring bekas roti dan botol minuman yang dibiarkan begitu saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mission to be Liar
RomantizmDiduga tidak setia karena menceraikan istrinya, Hardi seakan membawa beban baru. Hardi dihujat tanpa sebab, membuatnya tertekan dan memilih resign dari kantor tempatnya bekerja. Tanpa sengaja, Hardi dipertemukan dengan Adelia. Keakraban kembali terj...