***
Hardi mengerut kening begitu membaca pesan tersebut. Adelia mantan sahabatnya tak pernah berhenti mengganggunya.
Sebelum resign, Hardi juga mendapatkan pesan yang sama. Namun berujung enggan sebab Hardi sibuk kala itu. Apa yang membuat Adelia seakan mendesaknya untuk bertemu?
Hardi mulai membalas pesan tersebut dengan kecepatan mengetik yang tinggi.
(Boleh. Bagaimana kalau jam lima sore?)
Sial. Tangan dan otaknya bekerja tidak sinkron. Kenapa dia justru mengiyakannya? Padahal dalam agendanya, dia tak ingin menemui siapa-siapa. Termasuk Adelia. Berulang kali pria berkaos oblong itu mengeluh sambil memegang kepalanya pusing.
Ponsel Hardi berdenting, balasan pesan dari Adelia.
(Bisa. Kalau Mas Hardi nggak keberatan, kita ke minimarket itu lagi. Samping bank, tempat kamu narik uang itu.)
Hardi tak membalasnya lagi melainkan membaca. Dia hanya bisa menghela napas. Tubuhnya seolah tak dapat diajak kerja sama untuk dibawa ke mana-mana.
Namun beberapa saat kemudian, Hardi mulai berpikir dan merasa bahwa Adelia ada hal penting untuk dibicarakan. Entah apa itu, tiba-tiba Hardi sangat penasaran dengan niat Adelia tersebut. Terbukti Adelia yang berulang kali mendesaknya.
Maka setelah bercengkrama dengan kedua orang tuanya hingga sore hari, Hardi pun memesan taksi daring untuk dibawa ke minimarket Mate. Nama minimarket yang pernah dia kunjungi. Tempat di mana dia pertama bertemu dengan Adelia saat malam itu.
Dengan berbekal kemeja linen serta celana kain warna abu-abu terang, Hardi siap menemui wanita itu. Terlebih, dia penasaran apa yang membuat Adelia terus mengganggunya. Tidak salah Hardi mencari udara segar.
"Tolong ke minimarket Mate," pinta Hardi tergesa-gesa saat mulai menaiki mobil diikuti helaan napas yang terdengar jelas.
Mobil pesanannya pun melaju pada jalanan yang lengang, untungnya Hardi tidak harus menghadapi macet yang membuatnya perlu menunggu lama.
Waktu dua puluh menit ditempuh hingga sampai di tempat dengan ruko ukuran 9x12 meter tersebut. Begitu turun, Hardi kembali mengingat sesuatu. Dia pernah janji pada Rendra untuk makan malam bersamanya saat pamitan kemarin. Tapi justru tertunda sebab kedatangan kedua orang tuanya. Dia tak mengecek lagi aplikasi perpesanan, malahan obrolan terbaru dengan Rendra tidak terisi lagi. Mungkin Rendra marah atau sesuatu sebab dirinya mengingkari janji.
Kesampingkan hal itu, langkah Hardi begitu cepat memasuki minimarket Mate. Lonceng berbunyi begitu Hardi mendorong pintu menggunakan lengannya. Seperti biasa, meja pelanggan yang menghadap jendela besar selalu kosong. Entah karena tempat duduk yang terbatas atau mereka sungkan menempatinya. Namun bagi Hardi, menunggu di meja tersebut dapat mengusir keheningan yang ada. Bahkan bisa melihat aktivitas orang-orang melalui jendela kaca, sambil menikmati makanan atau minuman yang mereka beli.
Tak perlu lama-lama, Hardi mengambil onigiri berbagai rasa sebanyak empat buah serta dua botol minuman masing-masing berukuran 500 ml. Lalu Hardi menaruhnya di meja kasir untuk memproses pembayaran.
"Mas. Sekalian minta dipanasin ya," bisik Hardi pada pegawai laki-laki kurus itu.
Pegawai tersebut mengiyakan seraya tertawa kecil. "Baik. Siap, pak!"
Menunggu makanannya dihangatkan, Hardi pun duduk di mejanya. Dia mengambil tempat di sebelah kanan, sengaja kosong karena menunggu Adelia pulang dari kantor.
"Ini. Onigirinya sudah hangat." Pegawai tadi membawa kantong kresek kecil, menyerahkannya pada Hardi.
Sudah tidak sabar mencoba keluaran terbaru. Ayam balado. Makin kreatif saja minimarket Mate. Hardi membukanya sesuai instruksi lalu menggigitnya sampai setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission to be Liar
Roman d'amourDiduga tidak setia karena menceraikan istrinya, Hardi seakan membawa beban baru. Hardi dihujat tanpa sebab, membuatnya tertekan dan memilih resign dari kantor tempatnya bekerja. Tanpa sengaja, Hardi dipertemukan dengan Adelia. Keakraban kembali terj...