***
"Dasar keterlaluan!!!!" seru Egi ketika berada di rumah Adelia, menyemburkan amarahnya tepat di hadapan wanita itu. Wajahnya memancarkan kemarahan yang tak terbendung. "Kenapa bisa kamu secerdik itu membongkar kejahatanku, hah?"
Adelia hanya duduk dengan tenang, melempar tatapan remeh pada Egi. Di situasi ini, dia tidak perlu merasa bersalah karena telah menghancurkan pertunangannya sendiri. Sebaliknya, dia merasa telah menyelamatkan dirinya dari pria buruk seperti Egi. Baginya, sudah wajar semua orang harus mengetahui tentang kelakuan Egi.
"Kamu bilang aku keterlaluan? Kamu yang keterlaluan, Egi," ucap Adelia tanpa ragu-ragu. "Kamu berencana merebut posisi CEO yang saat ini dipegang oleh ayahku. Lalu ayahku hanya akan menjadi pemilik, dan kamu akan menjadi CEO-nya. Apakah kamu benar-benar berpikir bahwa kamu bisa mencapai tujuanmu dengan cara seperti itu?"
Egi yang memiliki poni menutupi keningnya pun seketika menyugar rambutnya dengan gemas menggunakan tangannya.
"Aku nggak pernah berniat seperti yang kamu pikirkan!" ujarnya dengan nada terkejut. "Aku hanya bermimpi ingin mencapai posisi itu dan bekerja keras untuk meraihnya. Apa salahnya?"
Egi terus mengutarakan alibinya di ruang tamu, sementara Adelia duduk tenang di sofa panjang berwarna biru gelap, terus memperhatikan Egi yang semakin menyulutkan amarahnya.
"Kamu bilang begini, karena ada Kak Tio dan Nabila di sini, kan?" tanya Adelia membaca sifat Egi.
"Aish, sialan!!!" Egi mengumpat lebih keras dari sebelumnya.
"Sebelum kamu diusir oleh keluargaku, lebih baik aku yang mengusirmu terlebih dahulu," kata Adelia sambil menegakkan satu kakinya dengan anggun.
"Pergilah, kita sudah tidak memiliki hubungan lagi," pinta wanita berbaju cardigan. "Ngapain datang di hari Minggu hanya untuk melampiaskan amarah? Enak kan kalau jalan-jalan menikmati hari dan tanpa gangguan apa pun?"
Melihat senyuman Adelia, kemarahan Egi semakin memuncak. Senyum itu seolah menjadi sumbu yang meledakkan kemarahannya. Tanpa ragu, Egi mulai mengamuk dan teriakan kerasnya pun terlepas begitu saja.
"Dasar berandal!!" Egi menarik Adelia dari tempat duduknya dan menarik pakaian Adelia sebagai bentuk pelecehan.
"Aku tahu kamu akan begini karena Kak Tio dan Nabila berada di kamarnya masing-masing melakukan pekerjaan mereka. Meski ini hari Minggu, mereka mengerjakan tugas yang diberikan kantor. Harusnya aku juga begitu. Tapi kamu malah datang ke sini, mengacau," desis Adelia.
"Diam kamu!" Egi menunjuk tajam ke arah Adelia. "Kamu pikir kamu bisa berlaku seenaknya terhadapku? Aku akan membalas apa yang telah kamu lakukan, dan aku akan menghancurkanmu, sama seperti yang terjadi padaku."
"Coba saja. Orang-orang sudah tahu siapa dirimu sebenarnya. Lagipula, apakah pengalaman dengan Kak Tio belum cukup membuatmu sadar?" Provokasi Adelia terus berlanjut, meremehkan Egi.
Egi tidak dapat lagi menahan dirinya. Dia merasa diremehkan terus-menerus oleh wanita yang dianggapnya lemah dan mudah dijatuhkan. Tanpa berpikir panjang, tangannya naik dan mencoba menampar Adelia dengan keras.
Namun, tiba-tiba, suara keras mengalihkan perhatian Egi dari niatnya untuk menampar wanita itu.
"Kenapa kamu menyakiti putri saya?" Budi muncul dengan setelan jas hitam dan dasi, terkejut melihat tindakan Egi terhadap anaknya. "Lepaskan tanganmu dari putri saya!"
Egi, yang sedang menekan Adelia ke tembok, terkejut oleh kemunculan Budi. Dia melepaskan cengkeraman pada Adelia dan mendorongnya hingga tersungkur.
"Om Budi, setelah semua usaha saya mendekati anak Anda, ini yang saya dapatkan?" Egi tidak lagi bersikap sopan, seperti yang pernah dilakukannya. Kini, dia mulai menunjukkan sifat aslinya, tanpa peduli pada sopan santun dan sebagainya. "Apakah Anda berniat memisahkan saya dari anak Anda?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Mission to be Liar
DragosteDiduga tidak setia karena menceraikan istrinya, Hardi seakan membawa beban baru. Hardi dihujat tanpa sebab, membuatnya tertekan dan memilih resign dari kantor tempatnya bekerja. Tanpa sengaja, Hardi dipertemukan dengan Adelia. Keakraban kembali terj...