***
Pertunangan Egi dan Adelia dilaksanakan hari ini. Dua pekan telah berlalu dan salah satu dari kedua pihak terlihat bersemangat. Adelia bukanlah orang tersebut. Dia hanya mengikuti alur, sekali lagi.
Di meja rias–tepatnya ruangan yang berada di belakang gedung– Adelia tampak bercermin. Dia begitu cantik dengan softlens warna biru gelap serta bulu mata palsu yang menambah nilai plus di wajah. Tak tertinggal, polesan bedak yang rata di seluruh pipi. Rambutnya juga lurus tanpa ada lepek sekalipun. Untungnya semua hal tentang merias diserahkan pada pihak MUA yang disewanya jauh-jauh hari.
Adelia sempat membayangkan sesuatu yang acak dari kepala. Bagaimana jika tunangannya adalah Hardi? Sudah menjadi hal lumrah Adelia memberikan totalitas pada acaranya. Tapi fakta berbanding terbalik, dia justru akan bertunangan dengan Egi. Apa hal itu membuat Adelia sedih? Jawabannya adalah tidak. Adelia sudah menyiapkan semua hal yang bakal membuka kedok jahat Egi. Sekaligus memberikan peringatan bahwa Egi bukanlah orang baik, tidak sebaik yang mereka kirakan. Itu perumpamaan lebih tepatnya.
"Kak Adel." Suara Nabila membuyarkan lamunan Adelia sebentar. Adiknya yang mengenakan cocktail dress warna merah muda pastel mulai menghampiri Adelia. Anting-anting berlian yang melekat di telinga sang adik menjadi sorotan Adelia saat Nabila mendekatinya.
"Kakak cantik sekali," puji Nabila spontan berdecak kagum. "Aku yakin, Kak Egi akan bangga melihat Kak Adel yang cantik sempurna."
Mendengar hal itu, Adelia hanya membalas dengan senyuman ringan. Tidak seperti Nabila yang senyumnya sangat jelas.
"Nggak sabar deh lihat Kakak di acara nanti," kata Nabila antusias sambil memegang kedua pundak Adelia membelakangi.
Adiknya sangat cantik dengan model rambut hair updo. Berbeda dengan Adelia yang membiarkan rambutnya terurai. Tetap saja tidak mengurangi kapasitas kecantikannya. Dia cantik di matanya, terlebih kulit putih susu yang menjadi pendukung.
"Aku ke ayah dan ibu dulu ya. Jangan gugup, Kak." Nabila mengingatkan lalu ketukan sepatu hak tinggi yang digunakan mulai terdengar hingga samar-samar menjauh dari jangkauan Adelia.
Tidak lama setelah itu, dering ponsel berbunyi. Segera Adelia meraih ponselnya di atas meja lalu menemukan si penerima telepon yang tertulis sebagai Yudha. Tentu saja, Yudha adalah salah satu panitia EO yang menangani acara pertunangan.
"Halo?" Adelia menyapa Yudha di telepon. "Bagaimana? Sudah siap sesuai yang saya mau?"
Adelia harap-harap cemas mendengar jawaban di seberang. Sedetik kemudian, Adelia memiringkan bibirnya tersenyum bangga.
"Baiklah. Saya akan kasih kode kalau mau diperlihatkan. Terima kasih banyak."
Helaan napas lega berhembus, dan Adelia memandang pantulan dirinya di cermin dengan ekspresi puas. Dia tersenyum miring.
"Akhirnya. Semua bukti yang telah aku kumpulkan, tidak sia-sia. Sebentar lagi, semua orang akan tahu dengan kebusukanmu, Egi."
Adelia tahu bahwa dia telah diam-diam mengumpulkan bukti-bukti yang menurutnya tidak terlalu mencolok. Tapi satu hal yang tetap terngiang dalam ingatannya adalah bagaimana Egi menerima tawaran Budi untuk mendekatinya. Selain itu, dia tidak pernah melupakan sikap tidak sopan yang pernah ditunjukkan Egi padanya, terutama saat orang tua mereka tidak berada di dekatnya.
"Bagaimana mungkin aku menjadi istrinya jika dia sudah seperti ini padaku?" Adelia bertanya pada dirinya sendiri, sambil merenungkan semua yang telah terjadi.
Sehari lalu, tim EO sedang mengadakan rapat di rumah Adelia. Tentu saat itu ada Egi juga perwakilan keluarga. Serta ada Budi dan Hesti–orang tua Adelia– yang ikut rapat, menyimak arahan dari EO agar acara berjalan lancar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission to be Liar
RomanceDiduga tidak setia karena menceraikan istrinya, Hardi seakan membawa beban baru. Hardi dihujat tanpa sebab, membuatnya tertekan dan memilih resign dari kantor tempatnya bekerja. Tanpa sengaja, Hardi dipertemukan dengan Adelia. Keakraban kembali terj...