***
Malam sebelum bukti terkuak
"Kado apa sih, Mas? Kado besar apa?" cecar Adelia tak memahami.
Hardi mendadak mengeluarkan seringainya. "Surat cerai dan video kolaborasi pertama Irma dan Rafli."
Adelia menghentikan aktivitas menyendok nasi gorengnya. Padahal suapan pertama dinikmatinya barusan.
"Maksudnya, Mas?"
"Aku mau membuktikan pada mereka bahwa aku nggak salah." Hardi menyendok dua kali nasi goreng miliknya. "Aku menceraikan Irma bukan karena aku tidak setia, tapi karena kesalahan Irma sendiri."
"Yakin dengan apa yang Mas lakukan?" Adelia mulai khawatir. "Jika nanti Irma bakal balik membalas Mas Hardi, gimana?"
"Nggak akan." Jawaban singkat Hardi meyakinkan semuanya. "Surat cerai langsung dari pengadilan, mana bisa Irma mengelak? Dia pasti bakal bungkam."
"Benar sih. Omongan Irma waktu Mas dihujat itu kan cuma 'ngomong' nggak ada bukti."
"Penggemarnya Irma fanatik semua. Mereka cuma melihat dari satu sisi aja. Makanya, aku akan memberikan 'kado' besar untuknya."
Nasi goreng beserta bistik ayam nilik Hardi tinggal setengah. Hardi cepat-cepat menyendok makanannya, hingga tak lama piringnya pun menunjukkan kekosongan.
Jus jambu menjadi penutup sajian. Hardi bersendawa sebentar kemudian mendorong kursinya ke belakang hendak berdiri.
"Mau ke mana?" tanya Adelia ketika melihat Hardi beranjak dari kursi.
"Aku ke toilet sebentar."
Hardi berbalik, melangkah kecil menuju daun pintu ruangan VIP.
Tentu saja Hardi tidak ke toilet. Hardi sedang celingak-celinguk mencari seseorang yang mungkin bisa melancarkan aksinya. Dia berada di ruang tengah setelah berjalan menjauh dari ruang VIP.
"Em, mbak?" Hardi memanggil salah seorang panitia berkaos hitam dengan tanda pengenal yang mengalung di leher.
"Ya, ada apa?" Wanita rambut sebahu itu menghampiri Hardi.
"Saya boleh minta tolong? Ini sesuatu yang mendesak."
"Minta tolong apa ya, pak?"
Hardi mulai mendekatkan bibirnya ke telinga wanita tersebut. "Tolong, saat acara berlangsung, saya ingin mbak menampilkan video yang akan saya kirimkan."
Mendadak panitia itu mengerutkan kening, sambil menjauhkan telinganya dari mulut Hardi. "Video ... apa ya?"
"Video ucapan ulang tahun buat Bu Irma Riyanti. Apa boleh?"
Tatapan Hardi penuh harap, semoga panitia itu bisa menyetujui. Hardi menggunakan taktik tersebut agar permainannya berjalan lancar tanpa hambatan.
"Anda mantan suaminya Bu Irma Riyanti ya? Pak Hardi Yudhistira?" tebak panitia itu. "Kalau masalah ginian, saya takut nanti pacarnya Bu Irma atau Bu Irma sendiri marahin saya."
"Ayolah, meski mantan suaminya, saya tetap temannya Bu Irma kok." Hardi berusaha membujuk kembali. Entah bagaimana caranya supaya rencananya berhasil. "Ingat, saya bukan tamu biasa. Saya tamu VIP. Buktinya saya keluar dari ruangan khusus VIP, mana mungkin saya masuk sembarangan?"
Semoga saja dengan embel-embel VIP, panitia tersebut mengizinkan.
Setelah menimbang-nimbang, wanita rambut pendek sebahu itu mengangguk setuju.
"Baiklah. Tapi ini isi videonya bukan macam-macam, kan?"
Mengingat video yang akan ditampilkan berupa sebuah bukti, Hardi justru menghela napas berat. Dia kehabisan kata-kata sekarang. Jika ada yang tahu isinya bukan ucapan ulang tahun, yakin penolakan yang bakal dia terima.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mission to be Liar
RomanceDiduga tidak setia karena menceraikan istrinya, Hardi seakan membawa beban baru. Hardi dihujat tanpa sebab, membuatnya tertekan dan memilih resign dari kantor tempatnya bekerja. Tanpa sengaja, Hardi dipertemukan dengan Adelia. Keakraban kembali terj...