***
Dua hari kemudian
(Malam ini kamu jadi datang, kan, Pak Hardi Yudhistira? Awas saja kamu nggak datang. Tahu kan akibatnya apa?)
Baru juga keluar dari unitnya, Hardi sudah menerima pesan bernada ancaman dari Irma. Di depan lift, Hardi berulang kali mendengus seraya membuang pandangannya dari layar ponsel. Untunglah jempolnya menyapu cepat layarnya untuk keluar dari aplikasi perpesanan tersebut.
Kita bisa jadi pacar pura-pura lagi di acara ulang tahunnya Irma.
Teringat kata-kata Adelia yang mengandung tawaran itu. Sesekali Hardi menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan ingatan tersebut.
Ada sedikit rasa penyesalan begitu menerima Adelia kembali melakukan misi. Hardi bisa datang sendiri ke sana. Tidak masalah bagaimana caranya melawan Irma di pesta ulang tahunnya.
Mas Hardi sudah menjabat sebagai manajer divisi digital marketing sekarang. Katanya aku diperbolehkan ikut, tapi kok Mas masih ragu-ragu sih? Harusnya Mas nggak boleh nolak dong kalau aku meminta jadi pacar pura-pura Mas di acara manapun yang melibatkan keluarganya Mas. Aku sudah membantu Mas mencapai jabatan ini. Juga, ini kesempatan kita untuk bisa memanas-manasi Irma lagi, Mas.
Sehari lalu, mereka berdebat–beruntung hanya sebentar– tentang ajakan Adelia yang menurutnya penuh dengan desakan. Hardi sempat menolak halus dengan mengatakan sanggup datang sendiri ke acara ulang tahun tersebut. Pun saat itu dia justru berubah pikiran yang awalnya akan mengajak Adelia.
Mendengar hal tersebut, Adelia mengancam akan menangguhkan jabatan Hardi di kantor. Berasa sia-sia bagi Hardi. Walau dia harus melawan luka dengan tidak goyah pada Adelia, setidaknya dia berusaha mengumpulkan niat melawan Irma. Baik datang sendiri pun bisa saja.
Kira-kira Irma tahu tidak ya aku pacaran dengan seseorang? Benar juga apa kata Adel kemarin. Dia sudah bantu banyak agar aku bisa kerja kembali. Kenapa aku lebih mementingkan ego ya? Aku terus mengingat hal-hal yang pelik setelah bertemu Irma. Jangan berpikir yang bukan-bukan, Adelia itu orang baik.
Pintu kotak besi terbuka lebar, Hardi masuk di dalamnya. Telunjuknya menekan lantai dua untuk mengambil kendaraannya di area parkir. Beruntunglah mobil warna kuning miliknya dapat menghemat ongkos naik taksi. Setidaknya isi bensin sampai tangki penuh adalah keharusan.
Keluar dari area lift, Hardi membunyikan alarm mobil lalu dengan cepat menghampiri kendaraan roda empatnya dan langsung membuka pintu.
Ponselnya tiba-tiba berbunyi saat memasang sabuk pengaman. Terpaksa Hardi harus menerima telepon tersebut menggunakan headset bluetooth.
"Halo, Del? Ada apa?" Hardi menyapa cepat si penerima. "Aku sedang menuju kantor loh."
"Mas Hardi. Mas sungguh mau kan datang ke acara ulang tahunnya Irma malam ini?" tanya Adelia yang sedang duduk di meja kubikelnya. "Aku takut Mas Hardi ragu-ragu dan sungkan lagi."
Hardi sejenak diam setelah menutup pintu mobil. Tak lama kemudian, dia bersuara. "Aku akan datang, kok. Setelah jam 5 sore, aku langsung pulang ke apartemen, bersiap ke tempat acara. Habis itu ke rumahmu untuk menjemputmu."
"Aku akan diantar sama Kak Tio. Jadi Mas nggak usah repot menjemputku."
Hening kembali dirasakan Hardi. "Kenapa harus diantar? Aku bisa jemput kamu."
"Kak Tio yang maksa, Mas. Nggak apa-apa kali. Mungkin Kak Tio juga diundang karena Irma kan BA FoodBeary."
"Baiklah kalau begitu. Sampai ketemu di kantor." Dengan cepat Hardi menutup telepon kemudian menyalakan mesin mobil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mission to be Liar
RomanceDiduga tidak setia karena menceraikan istrinya, Hardi seakan membawa beban baru. Hardi dihujat tanpa sebab, membuatnya tertekan dan memilih resign dari kantor tempatnya bekerja. Tanpa sengaja, Hardi dipertemukan dengan Adelia. Keakraban kembali terj...