Bab 33

92 4 0
                                    

***

"Benar-benar sial. Kenapa kita harus menerima pria yang nyatanya belum bisa berpaling dari mantan istrinya?" Budi menggerutu di ruang tamu. Adelia yang sedari tadi duduk di sofa langsung berinisiatif berlutut di dekat Budi.

"Adel benar-benar minta maaf karena membuat ayah kecewa." Tutur kata Adelia sangat pelan, seperti meresapi kesalahan Hardi yang terbilang besar. Bukan tidak mungkin, Adelia juga kaget dengan video yang beredar sepekan lalu. Membuat hatinya hancur melihat gerak-gerik Hardi yang begitu lengket dengan Irma di video tersebut.

"Hardi bukanlah pria baik yang ayah pikir bisa membuat kamu bahagia. Nyatanya, Hardi cuma menggunakan topengnya untuk mengelabui kamu. Beruntunglah, ayah dapat menyelamatkan kamu. Jika tidak gimana?"

Adelia tak berani memandang Budi, fokus menunduk dan mengucap maaf berulang kali. Begitu seterusnya.

"Putuskan hubunganmu dengan Hardi. Ayah tak mau kamu pacaran lagi dengannya," pinta Budi menoleh ke arah lain. Pun beliau enggan memandang anaknya yang kini masih berlutut.

Mendengar kata putus seolah menjadi momok menakutkan bagi Adelia. Tentu ada rasa amarah yang berkecamuk dalam diri begitu tahu Hardi akan berpaling pada Irma. Namun, dia merasa butuh penjelasan lebih dari sudut pandang Hardi. Walau Adelia membenci Hardi sekarang, Hardi berutang penjelasan. Setidaknya, dia ingin tahu apa Hardi sungguh niat rujuk ke mantan istrinya?

"Adel nggak bisa putus dari Mas Hardi, sebelum Mas Hardi sendiri yang menjelaskan semuanya ke Adel."

Menantang adalah jalan satu-satunya yang dipilih Adelia. Mungkin akan terlihat rumit sebab tahu Budi akan marah besar, hanya saja cara itulah yang perlu membuatnya mengambil keputusan.

"Ngapain kamu pertahankan pria yang tidak punya komitmen? Jangan bilang, kamu benar-benar sudah terperdaya oleh Hardi? Sampai berani bilang begini pada ayah?" sergah Budi memilih berdiri dari tempatnya duduk.

Adelia seketika mendongak dan memberikan jawaban terbaiknya. "Ayah mungkin melihat video itu dan percaya-percaya saja. Tapi setidaknya ayah perlu dengarkan penjelasan Mas Hardi sendiri. Jika saja ada bukti kalau Mas Hardi dijebak, bagaimana?"

Adelia seharusnya juga sadar bahwa Hardi pernah dituduh yang bukan-bukan oleh Irma, dia sangat ingin mendengarkan penjelasan dari Hardi sendiri.

"Tidak usah membela dia!" seru Budi dengan teriakan yang kencang. "Jelas-jelas Hardi mencium mantan istrinya, bahkan Irma sendiri juga menjelaskan kalau Hardi memang menciumnya. Barusan dia datang kemari, minta maaf atas kesalahannya. Perlu bukti apalagi? Mau Hardi mengelak juga sia-sia. Selagi tidak ada pembenaran bahwa Hardi tidak menciumnya, maka itu memang betul adanya."

Adelia memilin permukaan gaun terusan yang digunakannya. Entah kenapa hati dan perasaannya justru mengatakan bahwa Hardi tidak bersalah. Meski dia memiliki sisa-sisa sakit hati sebab melihat intens video tersebut, tentu dia tidak langsung percaya seperti keluarganya yang lain. Sekali lagi, dia belum bisa putus jika belum mendengarkan penjelasan dari Hardi langsung.

Pun kalau Hardi benar-benar sudah mengakhiri perasaannya dengan Adelia, tidak perlu berharap lagi dari Hardi. Tinggalkan saja seperti saran ayahnya barusan.

"Selamat siang, Om Budi."

Suara cempreng khas mengalihkan atensi mereka lalu memandang ke ambang pintu akses ruang tamu.

Adelia spontan berdiri, matanya membelo melihat pria dengan jas terbuka dan kemeja putih sebagai dalaman. Adelia tidak salah lihat. Pria berwajah bulat serta memiliki hidung mancung itu adalah mantannya. Egi.

"Oh, ada apa kemari, Egi?" Budi mendadak berubah sikap dan menjadi lebih lunak di hadapan Egi. Adelia justru terperanjat.

"Saya ingin berkunjung ke rumah untuk menemui Adel. Sebagai teman aja." Dari tutur katanya, mungkin Egi sedang merasa kurang enak. Apalagi di tangannya membawa sebuket bunga. Ini seperti suatu kebetulan, bagi Budi tentunya.

Mission to be LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang