Bab 4

120 6 1
                                    

***

(Maaf, Adel. Saya nggak bisa. Soalnya setelah pulang kantor, saya ada urusan yang perlu dikerjakan.)

Adelia menghela napas sambil termangu menatap layar ponsel di mana balasan pesan Hardi dikirim beberapa jam lalu. Sejujurnya Adelia terbilang nekat dalam mengajak Hardi bertemu. Pasalnya dia ada acara keluarga-waktu belum ditentukan- dan mengharuskannya mencari pasangan agar tak ada yang menggunjing. Pelik memang, apalagi hubungan percintaan yang selalu tidak awet. Buktinya ada tiga atau lebih mantannya.

Saat ini meja kubikelnya sedang berantakan. Di sisi kiri dan kanannya penuh dokumen berisikan draf content brief coret-coret. Adelia sangat ingin menyingkirkannya. Tapi tak bisa karena content brief tersebut ingin dijadikannya referensi serta menelisik kesalahan yang terjadi. Tangannya kembali mengetik, semoga saja content brief yang dia tulis kali ini bisa disetujui tanpa adanya revisi berulang kali.

"Kak. Ayo pulang. Meja kubikelku sudah selesai aku rapikan," sahut Nabila, adiknya, di belakang kursi.

Adelia menoleh ke arah jam dinding dekat pintu keluar ruangan sebelah kirinya. "Loh, kenapa sudah jam setengah tujuh malam?"

Nabila menjawab sambil mengecek sesuatu di ponselnya. "Harusnya kita pulang dari jam 5 sore, tapi Kakak fokus mulu ke content brief. Jadinya aku nungguin Kakak dulu sambil mengerjakan desain."

"Hah? Masa sih?"

Adelia merapikan rambutnya yang sempat terurai, lalu mengikatnya dengan kunciran kuda. Beruntung dengan melihat jam terkini, Adelia masih bisa membenah diri setelah larut dalam pekerjaan yang belum selesai.

"Ya sudah. Kamu siap-siap, Kakak tinggal rapikan dokumen-dokumen ini terus matikan laptop," pinta Adelia kemudian susunan kertas yang sempat berserakan pun disatukan dengan kedua tangannya. Tak lupa bunga artificial warna merah muda yang sempat bergeser, ditaruh di sisi kiri meja.

"Ditunggin Kak Tio di bawah." Nabila memberitahu, saat baru saja membenahi mejanya. "Katanya mau traktir kita burger dan ayam."

Wanita blazer kuning terang itu mendadak terkesiap di kursi putarnya. Ada apa gerangan sampai kakak sulungnya datang menjemput mereka? Biasanya Tio sering pulang sendiri dengan mobil kesayangan. Adelia hafal betul sedikit keegoisan kakak laki-lakinya itu.

"Kak? Ayo. Kak Tio ada di depan lobby soalnya." Nabila menarik tangan kakak perempuannya sembari menenteng tas tangan krem milik Adelia. Nabila tak mau lama-lama meladeni Adelia yang terus diam di tempat.

Mereka berdua menuju ruang absen untuk mengisi jam kepulangan, hanya menempelkan sidik jari. Kemudian beralih ke area lift untuk turun ke lobby.

"Tumben Kak Tio baik hari ini. Biasanya kalau Kakak minta jemput dia, ada aja alasannya. Buru-buru kek apa kek." Adelia menggerutu sambil bersedekap menunggu pintu lift kantornya terbuka.

"Katanya hari ini gajian di kantornya Kak Tio. Makanya dia mau traktir kita." Nabila ikut bersedekap seraya mengernyit heran. "Iya juga ya. Kak Tio tuh pelit kalau disuruh minta jemput adik-adiknya. Ini kok berubah ya? Kesambet apa sih Kak Tio?"

Rasa penasaran Nabila menggebu-gebu, sampai Adelia harus menahan tawa sebab tingkah lucu adik bontotnya.

Pintu lift terbuka setelah kurang lima menit, lalu menekan lantai menuju lantai satu.

Sesampainya di lobby, Nabila mendadak antusias begitu mobil hitam matic terparkir manis depan pintu masuk.

"Ayo, Kak. Kak Tio datang nih." Nabila mendahului kakak perempuannya langsung berlari keluar, sementara Adelia hanya jalan pelan-pelan.

Mission to be LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang