***
"Lo pasti bohong ya, tentang bilang lo menemui Om Yudhis?" tanya Rendra membuka obrolan. Mereka memegang masing-masing cangkir kopi berukuran sedang sambil memandang bintang di balkon.
"Memang apa yang mendasari kamu bilang begitu?" Hardi bertanya balik.
"Hei, telinga gue tuh peka. Gue bisa mendengar suara seorang wanita lagi bersenandung di seberang sana. Terus ada langkah kaki yang kuat sekali suaranya."
Benar-benar kemampuan Rendra patut diacungi jempol. Hardi memang sungguh tak bisa mengelak.
"Iya deh. Aku bohong soal bilang menemui ayahku Sebenarnya ..." Hardi menggigit bibir bawahnya, ragu untuk melanjutkan. "Aku ada di unitnya Irma."
Rendra spontan menoleh kuat, langsung memandang Hardi di sebelah kirinya. "Lo ngapain ke unitnya Irma? Jangan bilang lo dipaksa lagi menuruti keinginannya dia."
Hardi menggeleng cepat berusaha memberikan kejujurannya. "Irma cuma mau minta maaf sama aku dan memutuskan untuk berdamai. Irma berubah, Rend."
Kening Rendra mengerut, tidak percaya. "Masa sih?" Sesapan di cangkirnya menandakan bahwa Firman sedang memikirkan sesuatu. "Tapi waktu pulang kantor tadi, gue lihat di story-nya Irma, dia membuat klarifikasi dan permohonan maaf atas hal di masa lalu. Gue pikir itu cuma gimmick. Lo waktu ke unitnya dia, benar lo lihat Irma sungguh berubah?"
"Bahkan aku dibelikan makanan olehnya. Terus bertutur lembut, juga tersenyum. Irma benar-benar baik." Hardi menimpali.
Deru napas Rendra adalah jawaban. "Oh iya bro. Gue juga mau mengakui sesuatu ke lo."
"Apa itu?" Hardi penasaran sambil menyesap kopi cappuccino miliknya.
"Adel datang ke unit gue. Tampaknya dia khawatir sama lo."
Hardi sungguh menduga hal itu akan terjadi, dia sempat menduga Adelia akan datang menanyai seseorang yang dekat dengannya. Tentu, Rendra adalah satu-satunya opsi. Rendra juga yang paling akrab dibanding lainnya.
"Pantas saja kamu menelepon, nanya keberadaanku."
"Ingat. Adel tuh tadi mendesak gue. Adel terus minta gue untuk nelepon, padahal gue dalam posisi pulang kerja setelah memapah Vina yang mulai kecapean. Untungnya, begitu gue bilang lo di menemui Om Yudhis, Adel langsung pulang."
Rendra tertawa ringan kemudian menyesap kembali kopinya di cangkir.
"Bro." Rendra memecah hening setelah sempat terdiam. "Gue tuh yakin lo dan Adel itu pacar pura-pura agar bokapnya Adel tidak mengekang. Gue hafal betul gimana Adel, bahkan sejak pacaran dengannya dulu. Bahkan kalian canggung saling mendekat, kecuali pergi ke acara-acara. Jika lo sungguh serius dengannya, ungkapkan perasaan lo sebelum terlambat."
Hardi termangu menatap bintang yang berkelip di langit. Rendra sadar Hardi melamun bahkan tidak mendengar ucapan panjang lebarnya barusan.
"Hei, lo pasti lupa ya? Lo tuh cerita semuanya ke gue kalau lo punya misi pacar pura-pura pada Adelia. Bahkan Adelia sempat mengelak tidak menyukai lo, dia juga khawatir banget."
Hardi mendadak tercengang, melupakan satu fakta bahwa Rendra juga pernah pura-pura pacaran dengan Vina sebelum menikah. Menjadi hal yang lumrah Hardi menceritakan pengalaman yang sama sebab Rendra mengalaminya sebelumnya. Bahkan Hardi beri tahu semuanya setelah Rendra dan Vina pulang dari liburan bersama.
Jujur saja, Hardi ingin menutupi hal itu dari Rendra, tapi tidak baik juga menyimpan rahasia dari orang yang paling dekat dengannya. Biarkan hanya Tio, Nabila, Irma, serta Pak Budi yang tidak tahu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mission to be Liar
Roman d'amourDiduga tidak setia karena menceraikan istrinya, Hardi seakan membawa beban baru. Hardi dihujat tanpa sebab, membuatnya tertekan dan memilih resign dari kantor tempatnya bekerja. Tanpa sengaja, Hardi dipertemukan dengan Adelia. Keakraban kembali terj...