Bab 51

60 5 0
                                        

***

Hardi mendapati kedatangan seseorang di depan pintu apartemennya, dan rasa kagetnya semakin mendalam ketika melihat wajah yang sudah sangat dikenalinya: Irma Riyanti, mantan istrinya. Dia memutuskan untuk membuka pintu dan mempersilahkan Irma masuk ke dalam.

Hardi memperhatikan perubahan yang terjadi pada Irma. Wanita yang dahulu selalu tampak cantik dengan dandanan naturalnya, kini jauh berbeda. Rambut panjang yang biasanya selalu terawat dan segar kini terurai dan kusut. Matanya yang dulu selalu bercahaya kini tampak lelah dengan kantung yang jelas terlihat. Bibirnya kering, tanpa sentuhan riasan yang biasanya ia kenakan. Irma hanya mengenakan cardigan dan celana pensil denim, jauh dari penampilannya yang dulu selalu rapi dan menawan.

Irma akhirnya memulai pembicaraan. "Maafkan aku, Har. Aku minta maaf." Tak lupa Irma berlutut di hadapan Hardi yang sedang berdiri terpaku di tempatnya.

Hardi hanya diam, tetapi matanya penuh perhatian saat Irma berbicara.

"Aku akui aku sudah nyerah," Irma melanjutkan sambil berlutut di hadapan Hardi. "Kamu menang. Kamu pantas menjatuhkanku di saat aku hampir mendapatkan apa yang selama ini aku impikan. Kamu tahu? Aku hampir saja tanda tangani kontrak dengan brand internasional. Tapi sekarang, semuanya hancur. Semua yang bekerja sama denganku menarik diri, dan tidak ada lagi yang mau negoisasi denganku.

Irma mengatupkan kedua tangannya, memohon dengan tulus. "Kuakui kamu memang cerdik. Tapi, sekali lagi, aku mohon terimalah permohonan maafku.Aku nggak main-main. Aku banyak buat salah sama kamu. Aku sangat merasa bersalah. Maafkan aku."

Hardi hanya menatap Irma, mencoba memahami ketulusan sang mantan yang mana Irma terus menggosok kedua telapak tangannya seraya memohon maaf.

"Aku bakal buat apa saja supaya aku bisa menebus kesalahanku." Irma melanjutkan dengan suara yang penuh penyesalan. "Aku ingin jadi pribadi yang lebih baik, untukmu dan untuk diriku sendiri."

Mendengar isakan tangis dari Irma membuat hati Hardi melembut kemudian menurunkan tubuhnya bersejajar dengan wanita itu.

"Kamu tahu?" Hardi berbicara dengan suara lembut, tetapi tajam. "Kesalahanmu terlalu banyak. Aku bisa melupakan fitnah yang sudah kamu sebarkan. Tapi ... bermain belakang dan tanpa aku ketahui itu adalah kesalahan paling besar yang pernah kamu perbuat."

Tatapannya yang intens membuat Irma merasa seolah-olah Hardi sedang merenungkan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Kenapa kamu melakukan itu?" tanya Hardi dengan suara yang terluka. "Lebih tepatnya... kenapa kamu berselingkuh dariku? Apa yang kurang dari diriku?"

Irma hanya memandang ke lantai, tampaknya rumit untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit itu.

Hardi melanjutkan. "Apa karena kita tidak memenuhi kewajiban kita sebagai suami dan istri? Aku tahu aku salah di situ juga. Seharusnya aku tidak terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Tapi..." Hardi mendekatkan wajahnya sedikit lebih dekat. Tatapannya tajam dan menusuk. "Saat itu, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu. Tapi malah melihatmu bersama pria lain. Itu menyakitkan hatiku."

Irma merasa sangat bersalah dan tidak tahu harus menjawab apa.

"Maafkan aku. Aku benar-benar tidak tahu bahwa semua ini akan terjadi," katanya dengan lirih, sambil menggosok kedua tangannya, seolah-olah berharap bahwa permohonan maafnya akan menghapus semua kesalahan.

Namun, permohonan Irma terasa seperti yang biasa-biasa saja. Hardi berdiri, dan pandangannya masih menatap tajam ke arah Irma.

"Hanya ada satu cara untuk menebus kesalahanmu."

Irma mendongak, menunggu untuk mendengar apa yang harus dia lakukan.

"Pergi," ujar Hardi dengan tegas. "Pergi dari hadapanku, dan jangan pernah muncul lagi."

Mission to be LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang