43

6K 631 116
                                    

"Utiiii"
"Ahahahaha" gelak tawa itu terdengar di saat si kecil memasuki rumah dengan sedikit berlari.

Membicarakan tentang rumah Jisung. Tempat tinggalnya sudah jauh berbeda dengan keadaan lima tahun yang lalu. Rumah yang dulu masih bertembok dengan lapisan semen saja, saat ini sudah berbanding jauh.

Rumahnya terasa jauh lebih nyaman. Dua anakan sapi yang ia beli untuk tabungan nikahnya dulu, sudah membuahkan hasil. Saat ini ia juga sudah memiliki tujuh sapi perah dan delapan kambing.

Setelah lulus kuliah, Jisung dengan berani mengambil pinjaman bank untuk memulai karirnya. Ia sudah punya cita cita sebagai peternak bukan?

Dengan ilmu yang dipelajarinya selama kuliah, ia bisa mewujudkan mimpinya itu dalam kurun waktu satu setengah tahun dan sudah bisa mengembalikan secara penuh uang pinjamannya.

Dan di tahun kedua, ia sudah berhasil memiliki tiga sapi perah penghasil susu yang sudah bisa membuatnya untuk memperbaiki rumah.

Tahun ke tiga, ia berani mengajukan diri sebagai penyetor susu utama di pabrik susu yang biasa ia setori.

Dan di tahun ke empat, ia mendapat usulan dari pak kades untuk menggantikan posisinya.

Awalnya Jisung menolak dan ingin fokus ke ternaknya saja karena ia juga tak yakin akan menang suara karena skandalnya dulu.

Tapi nyatanya masih banyak warga yang mendukungnya untuk memimpin desa.

Setelah resmi menjabat, Jisung semakin berani menambah ternaknya serta membangun rumahnya agar lebih nyaman. Rumahnya dulu yang hanya berpagar bambu kini sudah berpagar besi dengan pelataran rumah yang sudah di tutup dengan pavingan rapi tapi tak meninggalkan kesan sejuk yang menjadi andalannya.

"Cucunya uti kenapa? Kok seneng banget kayanya?" Tanya ibu Jisung saat Ica memasuki rumah dengan gelak tawanya.

"Hahaha, tadi yayah dimarahin kakak dokter uti, aku mau ketawa terus rasanya" adu Ica yang tengah meletakkan tas punggungnya.

Jisung yang berada di belakang Ica hanya tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkuknya.

"Kamu di omelin apa sama si manis mas?" Ujar sang ibu.

"Dia ngomel karena aku ngga bisa ganti perban Ica"
"Tapi kenapa aku malah seneng ya buk?"
"Rasanya berdebar buk" ujar Jisung dengan senyumnya mengingat debarannya yang tak karuan saat Chenle mengomelinya tadi.

"Lha wong kamu aja masih cinta gitu, ya pasti berdebar lah ketemu lagi sama orang yang disukai" tutur sang ibu yang ikut tertawa.

"Loh, yayah suka sama kakak dokter?" Celetuk Ica.

"Sssttt, tapi jangan kasih tau kakak dokter ya, kalau yayah suka sama kakak dokter" tutur sang uti pada si kecil.

"Ica juga suka sama kakak dokter"
"Berarti kita sama ya yah?"

"Hahaha, iya kita sama ya"
"Tapi janji ya, ngga boleh bilang ke kakak dokter kalau yayah suka sama kakak dokter" tutur Jisung.

"Loh kenapa? Kan biar kakak dokter tau"

"Ngga papa, nanti biar yayah bilang sendiri kek kakak dokter"

"Oh okay"

"Emang kamu berani bilang ke si manis mas tentang perasaanmu yang masih sama itu?"

"Ngga tau buk, Jisung aja ngga tau dia masih nyimpan rasa atau engga"

"Kalau ternyata dia udah berpaling gimana mas?"
"Lima tahun bukan waktu yang singkat loh, bisa aja dia udah ada gandengan saat ini"

"Ngga tau buk, nanti bakal Jisung coba buat nanya ke papanya aja dulu sebelum Jisung memulai lagi"

"Semoga masih sama ya mas"
"Kamu udah pantas kalau disandingin sama si manis"
"Kamu ngga perlu malu lagi, kamu udah sukses"
"Ibuk bangga banget mas" tutur si ibuk sembari mengusap pundak Jisung.

Bloom - Jichen ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang