Bab. 2 Siapa mereka?

978 28 0
                                    

Siang itu, seorang pemuda manis berkulit putih bersih, dengan seragam sekolah yang masih terpasang rapih di tubuhnya, tengah berjalan di pinggiran trotoar.

Dia adalah Shane. Nama lengkapnya adalah Shane Xander Wistara, pemuda tampan berusia delapan belas tahun, dengan tinggi badan 173 cm itu, adalah putra bungsu Yoshirin, dan... (Abraham)

Siang itu, matahari bersinar sangat terik, hingga membuat pemuda tampan itu menundukkan kepalanya.

Karena biasanya, dia akan menjadi pusing, atau pingsan jika matanya terkontak langsung dengan sinar matahari yang sangat terik seperti ini.

Shane sedikit mengangkat kepalanya, dan tatapan nya tak sengaja menangkap sebuah mobil Rolls-Royce, berwarna hitam yang saat ini terhenti dipinggiran jalan.

Sepertinya sang pemilik mobil tengah bertelfonan dengan seseorang.

"Kak Lian..." Ujar Shane dengan semangat.

Shane tanpa rasa ragu sedikitpun, langsung saja menghampiri mobil itu.

"Kak Lian!" Panggilannya, pada seorang pria yang beberapa tahun lebih tua darinya, orang yang dipanggil pun langsung saja menoleh ke arah suara, karena jendela mobilnya terbuka.

Lian George Wistara, adalah kakak kedua Shane. Dia adalah adiknya Leo, dan kakak dari Saint dan Shane.

Pria dengan tinggi badan 183 cm, kulit putih, wajah horizontal, hidung mancung dan kening yang sedikit tebal itu kini menatap Shane dentan tatapan yang tidak suka.

"Ada apa?!" Tanya Lian, dengan suara dingin dan tatapan tajamnya.

"Kak Lian mau pulang kan? Aku numpang bareng yah..." Ujar Shane.

Lian sejenak terkekeh saat mendengar penuturan Shane, dan kembali lagi menatap Shane dengan tatapan tajamnya. Lian kemudian turun dari dalam mobilnya, dan berdiri tepat didepan Shane.

"Kak? Sejak kapan aku jadi kakakmu hah?! Ingat yah... Hubungan di antara kita hanyalah sebatas atasan, dan bawahan! Panggil aku tuan muda! Karena aku bukan kakakmu!" Bentak Lian.

"Ma... Maaf", lirih Shane sambil menunduk.

"Dasar anak h*aram tidak tau diri!!" Umpat Lian, sebelum dia masuk kembali ke dalam mobilnya dan pergi darisana.

Shane menatap sendu mobil mahal yang pergi itu. Meskipun dia tinggal di mansion yang besar, namun seperti yang dikatakan Lian tadi, dia dan kakaknya Saint hanyalah seorang pelayan dirumah itu.

Jangankan mobil, mereka saja tidak diberikan uang untuk membayar taxi atau angkutan umum.

"Jika memang tidak mau menumpangi ku, maka tolak dan pergi saja. Tak usah menghinaku terlebih dahulu..." Lirih Shane.

Tak terasa, bulir-bulir Ari matanya sudah jatuh mengaliri pipinya.


=_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_=


Shane membuka pintu utama, wajahnya benar-benar terlihat memerah karena efek panas tadi.

"Shane... Kamu udah pulang..." Tiba-tiba, Saint datang dengan senyuman tipisnya menghampiri Shane.

"Iyah kak" balas Shane, dengan senyuman tipisnya.

"Kamu kenapa?" Tanya Saint, ketika dia melihat raut wajah Shane yang suram.

"Nggak apa-apa kok, cuma capek aja... Panasss!" Keluh Shane, sembari menyembunyikan perasaannya.

"Ya udah, kita ke dapur dulu yuk! Kakak tadi udah bikinin jus alpukat buat kamu" ujar Saint, dan langsung di angguki oleh Shane.

=_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_==_=

"Saint...!!" Suara teriakan Chyntia benar-benar nyaring terdengar, di sore hari itu.

"Y-ya nyonya?" Sahut Saint, sambil menundukkan kepalanya.

"Ini sudah jam berapa hah?! Kenapa kau masih saja belum menyajikan teh hijauku!" Bentak Chyntia.

Saint benar-benar lupa, jika sore ini dia harus menyajikan secangkir teh hijau untuk istri kedua ayahnya itu, karena itu memang sudah menjadi kebiasaan Chyntia, setelah dia menikah dengan Abraham.

"M-maaf nyonya... Saya lupa" ucap Saint, sembari menundukkan kepalanya.

"Saya akan membuatnya sekarang" sambung nya lalu pergi darisana.

"Dasar anak tidak berguna!" Cibir Chyntia.

"Kenapa sayang?" Suara lembut Abraham, tiba-tiba mengejutkan Chyntia.

"Sayang, kamu kok udah pulang?" Tanya Chyntia, dengan senyuman yang sulit untuk diartikan.

"Iyah, kebetulan kerjaan aku udah selesai sore ini", jawab Abraham, sembari duduk tepat disamping Chyntia.

"Terus, kenapa muka kamu cemberut gitu?" Tanya Abraham lembut.

"Itu... Sih anak pelayan itu memang nggak bisa kerja dengan baik. Masa cuman buatin teh hijau buat aku aja dia lupa", cemberut Chyntia, dengan raut wajah yang di buat-buat.

Abraham terlihat marah, mendengar apa yang dilontarkan oleh Chyntia.

Beberapa menit kemudian, Saint datang dengan membawa secangkir teh hijau untuk Chyntia.

Tanpa di sangka-sangka, Abraham berdiri dari duduknya dan...

Bugh...

Satu tonjokan berhasil mengenai wajah mulus Saint.

"Dasar anak h*ram tidak tau diri...! Kamu seharusnya tau tempatmu disini! Kau harus melayani istri ku dengan sebaik mungkin!" Teriak Abraham, dan langsung membuat Saint menundukkan kepalanya karena takut.

"Ma... Maafkan saya tuan... Sa- saya ..."

"Pergi kamu dari hadapanku, sebelum aku memukuli mu lagi anak sial*n!!" Bentak Abraham.

Sedangkan disisi lain, Chyntia hanyalah tersenyum puas. Dia benar-benar puas dengan apa yang sudah suaminya lakukan.

Saint pun kemudian pergi dari sana, dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.

Yoshirin dan Shane yang melihat itu pun langsung saja menghampiri Saint, dan membawanya ke kamar Yoshirin yang ada di dekat dapur.

....

"Aghh.." rintih Saint, ketika Yoshirin mengolesi lukanya dengan obat.

"Ayah, dan nyonya Chyntia benar-benar jahat...!" Gumam Shane.

"Itulah sebabnya, Ibu memberikan Lia dan Sean kepada Jack" ujar Yoshirin, yang tidak sadar dengan ucapannya.

"Lia dan Sean?" Tanya Shane, sembari memiringkan kepalanya.

"Lia dan Sean siapa ibu? Kami selama ini tidak pernah mendengar nama mereka" kini giliran Saint yang bertanya, dengan penasaran.

Yoshirin sekarang terlihat agak panik. Dia tidak tau harus berkata apa pada kedua putranya.





-Bersambung-

A Ray Of Sincere Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang