"Terimakasih sudah menolong ibuku. Aku janji, aku akan mengganti uang kalian", ucap Shane pada Ayah, dan kedua kakaknya.
Sekarang, mereka berempat sedang berada di ruang VVIP, dimana Yoshirin dirawat dengan Shane yang masih setia duduk di kursi roda, sambil memegang tangan ibunya.
"Tidak, apa yang kau katakan?" Balas Leo.
"Aku telah berhutang kepada kalian, dan aku pasti akan melunasi hutang-hutangku", ucap Shane lagi.
"Kau tidak berhutang nak... Kalian adalah keluar-"
"Tidak... Aku, ibuku dan kakakku bukanlah bagian dari keluarga mu. Aku dan kakakku bukanlah anakmu, dan ibuku bukanlah istrimu. Kita tidak punya hubungan apa-apa, apalagi Keluarga..." Shane memotong ucapan Abraham, dengan kata-kata tajamnya.
"Shane... Kau dan kakamu Saint adalah anak Papa", ucap Abraham dengan nada lirih.
"Apa ini? Dulu kalian lah yang mengatakan bahwa kami bukanlah anakmu, dan sekarang? Apa yang terjadi sekarang?"
"Shane maafkan papa nak!" Sekarang, Abraham sudah berlutut, menyamai tingginya dengan Shane yang duduk di kursi rodanya.
"Aku tidak tahu apa yang saat ini sedang kalian rencanakan. Tapi aku mohon, aku mohon jangan sakiti kami lagi. Apakah semua yang selama ini kalian berikan tidak cukup? Aku janji, aku pasti akan membawa ibu dan kakakku menjauh dari kalian jika kami sudah benar-benar sembuh... Jadi aku mohon, aku memohon sekali lagi. Tolong biarkan kami hidup dengan tenang..." Isak Shane, dengan air matanya yang sudah tidak bisa lagi tertahankan.
"Tidak... Maafkan Papa sayang, Papa benar-benar tulus menyayangi kalian, ini bukanlah bagian dari sebuah rencana untuk menghancurkan kalian..." Lirih Abraham, setelah mendengar penuturan Shane tadi.
"Shane, aku tau kesalahan yang telah kami perbuat benar-benar tidak bisa dimaafkan begitu saja olehmu. Namun, tolong berikan kami kesempatan satu kali lagi", kini Leo pun sudah angkat bicara, sedangkan Lian hanya mematung ditempatnya saja.
"Pergilah..." Hanya satu kata itu yang saat ini mampu terucap oleh mulut Shane, di tengah Isak tangisannya.
"Sayang..." Lirih Abraham, sembari memegang tangan putra bungsunya itu dengan lembut.
"Aku bilang pergi!" Bentak Shane, sembari menghempaskan tangan ayahnya. Air matanya, masih setia mengalir dipipi mulusnya itu.
"Pa..." Lian memegangi pundak Papanya, memberi isyarat agar mereka keluar dari tempat itu, dan memberikan Shane waktu untuk bisa berdua dengan ibu mereka yang masih dalam keadaan koma.
Abraham yang mengerti dengan keadaan pun, langsung saja berdiri dan hendak pergi dari sana.
"Papa sama kakakmu pergi dulu yah, nanti kalo kamu butuh sesuatu, kamu bisa panggil Papa, atau kak Leo sama kak Lian yah", ucap Abraham sebelum dia pergi keluar dari ruangan itu, sementara Shane masih saja menangis tanpa berniat untuk berhenti.
Sekarang di ruangan itu hanya ada Shane yang masih setia menitihkan air matanya, dan Yoshirin ibunya yang masih koma.
"Ibu... Kumohon bangunlah ... Aku kesepian", lirih Shane di tengah-tengah isakkan tangisnya.
"Kenapa kau dan kak Saint tidak mau bangun juga Ibu? Apakah kalian tidak kasihan padaku? Aku benar-benar merindukan kalian", kali ini tangisan Shane kembali pecah, walaupun tanpa suara.
Dia memegangi dadanya yang terasa sangat sesak. Dia benar-benar kesal pada takdir. Kenapa dia harus bangun terlebih dahulu dari koma, sedangkan Ibu dan kakaknya masih belum juga menemukan jalan kembali.
.... .... ....
Sudah dua jam lebih, Abraham dan kedua putranya meninggalkan Shane diruang rawat Yoshirin.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Ray Of Sincere Love (END)
AcakYoshirin dituduh berselingkuh dengan mantan kekasih oleh suaminya sendiri. Dua puluh tahun lamanya, dia berusaha untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah namun suaminya hanya menutup mata dengan itu. Dia bahkan menuduh dua anak bungsunya, buka...