32

2.3K 47 24
                                    

Setelah semua selesai pun Ben sudah menerima transfer sejumlah uang yang jumlahnya cukup fantastis dari Filip, Ben nuju lantai bawah apart untuk pulang.

"Can?!" ia terkejut.

"C-can, kau sedang apa disini?!"

"Can?"

Can pun buka suara.

"Aku menjemput mu, Hia. Mari kerumah sakit bersama," ucapnya. Ada sedikit bekas sembab dimatanya.

Tapi ini pukul 3.00 Am yang dimana ini juga Ben meninggalkan Filip.

Biasanya selesai sex mereka akan tidur berdua dulu setidaknya sampai fajar, tapi Ben memutuskan untuk pergi saat Filip terlelap, ia sangat merasa bersalah kali ini.

Lalu Can? Kenapa menjemput jam segini? Bagaimana bisa menjemput?

"Aku tahu Hia terpaksa melakukan ini, terima kasih, tapi Can juga minta maaf kalau Can harus berkata sepertinya usaha Hia akan sia-sia" Can menatap Ben.

"Ibuku seorang pengkhianat, Hia... Ia membunuh Ayah kita.. hiks" Can lirih dan menangis akhirnya. Pernyataan pahit yang mampu dijelaskan oleh mulut, tandanya ia menerima penuh pernyataan pahit itu, ia telah mengakuinya.

"Can," Ben pegang kedua pundak Can.

"Ayo, kita kerumah sakit" ucapnya.

Can menahan tangan Ben.

"Kau tidak akan marah pada Ibuku kan?" ucapnya berharap menatap Ben serius.

"Katakan! Aku tahu beliau salah tapi tolong jangan bertengkar dipemakaman Ayah, Ben. Aku ingin Ayah pergi dengan tenang. Aku sudah berusaha untuk tidak menangisi kepergiannya, Ayah sudah cukup menderita di dunia, Hia.."

Ben hanya menatap datar Can-nya.

"Tidak janji, tapi mari" Ben menggandeng tangan Can akhirnya, lalu mereka berdua menuju rumah sakit sekarang.

...

"Nu.." panggil Ben yang baru masuk ke kamar dengan membawa segelas susu untuk Can sebelum tidur.

Can yang duduk menyender di kepala kasur pun tersenyum lalu menerima segelas susu hangat buatan Ben.

Ia menyesapnya sekali.

"Nu, ada yang ingin ku katakan padamu" ucap Ben sambil meletakan susu itu diatas nakas sisi ranjang.

Can hanya melihat ke arah Ben menatapinya tanda menunggu.

"Ada sebuah pesan dari Ayah.. Beliau mengatakannya sehari sebelum ia pergi, ini untuk kita Can"

Rasanya seperti baru saja ingin lupa, baru saja air mata ini mengering, tapi sudah ingin basah lagi saja. Masih dengan dirinya yang belum bisa menerima takdir ini dengan sempurna, Can hanya bisa membuat wajah Ayah nya di otaknya.

Seperti rekaman yang selalu diputar ulang, senyum Ayah nya selalu terlintas setiap kali ada yang menyebut beliau.

"Ayah.., Ayah tahu tentang kita"

Can langsung menoleh.

"Kalau begitu kau menyakiti Ayah!" ucapnya yang ingin menangis lagi. Merasa bersalah sudah menciptakan hubungan terlarang ini.

"Tidak, Can. Justru jika kau terus tutupi maka kau bermaksud berbohong. Itu semakin melukai perasaan mereka!" Sedaridulu Ben tidak mau orang tuanya melihat Ben menyayangi Can hanya karena sekedar saudara.

"Aku sudah mengatakan tentang kita pada Ayah. Semua! Semuanya sudah ku ceritakan. Betapa aku mencintai adik ku sendiri, lebih dari sekedar adik. Aku hanya memperjuangkan cinta ku, aku menginginkan cinta ini"

Dancing on my body (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang