29

2.2K 46 2
                                    

HAI?

Gue balik nih, abis lembur.

Kalian apa kabar? Gimana harinya? Semoga semuanya baik-baik aja ya.. You're doing great!

Gue mau minta semangat dari kalian dikit, gue pengen lihat vote di book ini nyampe seribuuuu, bisa nggak? Pasti bisa dong, readers gue kan orang keren semua, pasti tahu caranya menghargai karya..

And boleh absen gak? Kalian dari belahan dunia sebelah mana? Sabang sampai merauke? atau malah ada yang dari luar? Dari planet lain misal? Planet Bekasi?

Vote and comment yes? Terima gaji...

I Love you

___________________________

Keesokan harinya.

Ben dan Can ke rumah sakit untuk menemui Ayah mereka berdua dan Ibu Can setelah sebelumnya tadi Ben dari kampus menjemput Can dulu pulang sekolah yang sekolahnya pun berada di sebrang kampus Ben, yang dimana kampus Vionna juga.

Kakak beradik beda rahim itu ke rumah sakit dengan taksi online, dan kini mereka sampai.

Tepat dilorong setelah keluar dari lift, mereka bertemu dengan Ibu Can.

"Mama?" sapa Can.

"Oh! Kalian berdua sudah sampai? Bisa bantu jaga Ayah sebentar? Mama belum makan" ucap Mama.

"Kalau begitu Mama makanlah dulu dikantin, aku dan Hia akan ke ruangan Ayah"

"Hm, tolong ya Can, Ben" Mama Can menoleh juga ke Ben menatapnya dengan senyum ramah.

"Iya, Bu" jawab Ben.

Mereka pun berpisah. Ibu Can melanjutkan langkahnya untuk ke lantai dasar sedangkan Can dan Ben lurus lagi untuk menjenguk sang Ayah.

"Ayah, aku dan Hia datang" ucap Can saat mereka berdua baru saja membuka pintu dan masuk lalu menutupnya kembali.

Ya, ruang rawat Ayahnya memang VIP. Sekeluarga tentu akan memberikan yang terbaik, ini juga saran dari Ibu Can dan Ben menyetujuinya untuk kesembuhan Ayahnya.

"Huh?" Can menyeringit heran saat tak ada jawaban. Yang ternyata Ayah mereka sedang tidur diatas kasur rumah sakit dengan banyak alat ditubuhnya. Memang sudah separah ini karena Ayah mereka sudah menyembunyikan penyakitnya sejak lama. Tidak mau Ben terutama Can khawatir, tapi hal itu justru malah makin memperburuk kondisinya.

"Ayah tidur" ucap Ben.

Didekatinya Ayah mereka oleh mereka berdua. Ditatapinya dalam-dalam ikut merasa ngilu saat lihat beberapa alat terpasang.

"Separah ini yah, Hia?" ucap Can tanpa menatap Ben, ia sangat menatap dalam Ayah mereka yang perlahan matanya mengembun.

"Aku rindu Ayah" ucapnya lagi.

"Can~" Ben langsung merengkuh tubuh mungil Can untuk didekapnya walau Can tak bereaksi bahkan matanya tak teralih dari wajah tenang Ayahnya yang tengah tidur itu.

"Ayah disini, kenapa kau rindu? Ayah tak akan kemana-mana" Ben menenangkan sambil mengusap naik turun punggung Can.

"Aku tahu, aku hanya rindu Ayah yang sehat. Ayah yang penyayang dan selalu saja khawatir pada kita. Tapi lihat, sekarang malah dia sendiri yang membuat kita khawatir" ucap Can lirih pun air matanya yang sudah membendung daritadi lolos satu tetes mengalir di pipi kiri.

"Semua akan baik-baik saja.. Aku sudah menjanjikan kebahagiaan untukmu, Can"

Rasanya sakit sekali setiap melihat Can-nya menangis. Ben tidak suka wajah menangis Can, yang selalu mematahkan hatinya.

Dancing on my body (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang