08

579 176 134
                                    

Raizel sedang mencuci kedua tangan yang terkena tinta spidol. Pada saat ia mengisinya, dengan tidak sengaja tersenggol teman sekelasnya pada jam pelajaran terakhir. Keadaan Raizel sekarang sudah membaik, tidak seperti pada saat jam istirahat tadi.

"Untung bukan baju yang ketumpahan tinta," gumam Raizel.

Setelah merasa bersih, kini Raizel berniat untuk meninggalkan toilet dan kembali ke dalam kelas. Namun ada suatu hal yang terjadi, sampai membuat dirinya merasa terkejut.

BRAK!

Cewek dengan gaya bad membanting pintu serta menguncinya dengan penuh emosi. Saat ini hanya ada mereka berdua di dalam toilet.

"Heh! Lo enggak usah caper deh sama Zeandre. Dia itu calon pacar gue!"

"Maaf, rasanya gue enggak punya banyak waktu buat caper."

Helen menyilangkan kedua tangannya di dada. "Berani banget lo jawab gue!"

Ya tuhan! Terus Raizel harus bagaimana? Apa seharusnya ia menyamar saja seperti orang bisu.

"Jelas-jelas lo pingsan cuman caper kan! Biar bisa di tolong sama Zeandre," tuduhnya. Kedua mata Helen menatap Raizel dengan tatapan sinis.

"Ck! Siapa juga yang mau di tolong sama Zeandre." Raizel sama sekali tidak takut. Dia sangat jauh berbeda dengan gadis lainnya yang begitu merasa takut. Helen sejauh ini terkenal sangat kejam, ia mempunyai banyak cara untuk balas dendam ketika ada yang berani mengusik kesenangannya.

"Benar kan yang gue bilang? Terbukti kalau sekarang ini lo baik-baik aja."

"Iya, seterah lo deh." Raizel merasa malas dan tidak ingin menanggapinya lebih jauh.

"Sial, lo pasti berani kayak begini karna belum kenal siapa gue?"

Mengangkat kedua bahunya, Raizel benar-benar tidak tahu. "Hmm, memangnya lo siapa?"

"Nanti juga tau siapa gue, ini peringatan pertama buat lo! Jangan pernah dekati Zeandre lagi atau lo akan merasa akibatnya!" Helen melayangkan jari tengahnya sebelum ia pergi dari toilet.

Dulu di saat tidak kenal dengan Zeandre hidupnya terasa damai, tapi mengapa setelah berurusan dengan cowok itu Raizel jadi tertimpa masalah.

Mendengar bunyi bel pulang berbunyi, Raizel segera melangkah keluar. "Permisi Bu," ucapnya ketika sudah sampai di depan pintu kelas.

Raizel masuk ke dalam kelas setelah mendapatkan izin. Melihat Syarla yang merapikan bukunya, Raizel lantas mengucapkan terima kasih.

"Baik, sudah saatnya kita akhiri pertemuan hari ini. Kalian udah boleh pulang sekarang, kecuali Raizel. Saya ada perlu dengan kamu, ayo ke ruangan Ibu."

Syarla menyenggol lengan Raizel. "Kok nama lo di panggil Bu Nia, Rai?"

"Enggak tau, Sya."

"Gue tunggu lo di depan ya."

Raizel memakai tasnya seraya menggelengkan kepala. "Lo pulang aja duluan, takutnya nanti gue lama."

"Benar nih, lo enggak apa-apa sendirian?"

"Iya, gue duluan ya." Raizel langsung berlari kecil untuk menyusul langkah Bu Nia menuju ruangannya.

"Silakan duduk, Ibu mau bicara penting sama kamu."

"Ada apa ya Bu?" Gadis itu duduk dengan perasaan yang tak tenang.

"Dari empat puluh murid di kelas, saya lihat nilai praktik jurusan yang paling rendah itu kamu."

Kepala Raizel menunduk ke bawah, ia merasa malu dengan kenyataan yang ada. Di setiap jadwal praktik, Raizel selalu gagal dalam menguasai materi.

"Apa kamu tidak serius dengan jurusan yang kamu pilih?"

ZEANDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang