19

469 36 7
                                    

Pada malam hari di meja makan Liora mengambil dua potong ayam kecap, melihat bangku di sampingnya kosong membuat Liora terdiam sesaat. Kenangan indah waktu dulu terlintas di pikirannya, jika ada Alfery pasti mereka akan rebutan masakan yang Ella buat.

"Mah, Abang kapan pulang?"

Ella langsung tersedak mendengarnya, dengan cepat ia meraih air minum. "Mamah juga enggak tau, sayang."

"Kenapa keluarga kita jadi berantakan kayak begini?"

"Mamah minta maaf, Liora."

Liora membantah apa yang Ella katakan kepadanya. "Mah, Mamah enggak salah. Yang salah anak haram itu."

Anak haram? Raizel bukan anak haram. Liora tidak tahu, Ella terlalu takut untuk bilang yang sebenarnya.

"Yang salah itu, Mamah. Kamu harus menerima semuanya, jangan menyalahkan Raizel."

"Abang aja sampai enggak mau tinggal bareng lagi, karna rasa kecewanya Raizel hadir di keluarga kita." Liora benar-benar keras kepala, hati gadis ini sudah penuh oleh amarah dendam.

Salah, semua itu salah. Alfery kecewa kepadanya, bukan Raizel. "Kamu belum saatnya untuk tau."

Hanya Alfery yang sudah tau kebenarannya, kembaran Liora itu memaksa agar Ella bercerita. Ia takut jika Liora tau akan sama seperti Alfery, timbul rasa kecewa lalu pergi meninggalkan dirinya.

Liora melihat ke arah jam dinding, telah pukul sepuluh malam dan Ardian belum pulang juga ke rumah. "Ayah lembur kerja ya?"

Ella menghela napas, suaminya bilang tidak akan pulang malam ini. Akan tetapi Ardian menitipkan pesan, jangan sampai Liora tahu. "Iya sayang, kamu makan yang banyak habis itu tidur."

Raizel tidak ikut makan malam, gadis ini sedang mempelajari buku yang Zeandre belikan untuknya di dalam kamar. Ardian tidak memberikan fasilitas laptop, hal ini cukup membuat Raizel kesulitan. Raizel hanya bisa belajar materi, tidak bisa praktik secara mandiri.

Tetapi, kondisi ini tidak mematahkan rasa semangat Raizel. Ia ingin membuktikan kepada Ardian, untuk berhasil menjadi juara kelas.

Perlahan Raizel telah bisa menguasai rumus Microsoft Excel yang telah Zeandre ajarkan. Hatinya benar-benar merasa senang sekali.

Fokus Raizel terganggu karna ponselnya kini berbunyi.

"Besok tim futsal sekolah akan tanding." Suara berat Zeandre terdengar, saat Raizel menerima teleponnya.

"Terus kenapa?"

"Lo enggak senang?"

Raizel menghela napasnya. "Salah orang! Kalau lo kasih tau berita ini ke Syarla, dia pasti akan senang."

Terdengar suara ketawa, benar juga. Raizel kan berbeda tidak seperti yang lain. "Besok lo harus liat gue tanding!"

"Kalau gue enggak mau?"

"Lo di hukum."

Raizel terdiam, sepertinya tidak ada pilihan lain. "Oke, gue mau."

"Good girl, bawa susu coklat sama handuk kecil."

"Hmm, bukannya nanti lo dapat ya? Dari para penggemar tim Rockers."

"Gue maunya dari lo, bukan dari mereka."

Apa yang Zeandre ucap mampu membuat jantung Raizel berdetak tidak normal. Jantungnya kenapa sih? Sepertinya sakit. Ia harus segera ke dokter untuk di periksa. "O--oke deh."

"Di peluk gue rasanya nyaman enggak, Rai?"

Pertanyaan macam apa ini, Raizel jadi ingin menghilang saja. Zeandre semakin hari semakin aneh sikapnya. "Menurut lo?"

ZEANDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang