Di jam istirahat Raizel menuruni anak tangga lantai dua, keadaannya sungguh buruk sampai lingkaran di bawah mata menghitam. Ia tidak sengaja melihat Zeandre yang kebingungan di koridor. Cowok itu mengacak-acak rambutnya merasa pusing. Dengan berat hati Raizel menghampiri Zeandre. "Lagi cari ini?"
Tubuh Zeandre berputar menghadap belakang, wajah terkejutnya tidak bisa di sembunyikan. Mengapa kalung salib itu ada di tangan Raizel. Bibirnya terasa mengeras, bahkan ia tidak sanggup untuk mengeluarkan sepatah kata.
Raizel tertawa lirih, lalu melipat bibirnya ke dalam mulut. Kedua tangan Raizel memukul dada bidang Zeandre penuh amarah.
"Kamu tau kita berbeda, tapi kenapa buat aku jatuh cinta?"
"Maaf, aku tau ini salah, tapi aku punya alasan." Zeandre tidak menyangka akan ketahuan, ia tidak siap kehilangan Raizel. Mungkin memang sudah waktunya, serapat apa pun bangkai di sembunyikan pasti akan tercium juga baunya.
"Lintang, sahabat aku suka sama kamu diam-diam waktu SMP, dia udah meninggal karna ada salah paham antara tim Rockers dan tim Gexvil. Aku merasa gagal, untuk menebus rasa bersalah dia minta aku jaga kamu." Setiap kali mengingat Lintang, entah mengapa hati Zeandre seperti di tusuk. "Kalau kamu enggak jatuh cinta, aku jadi terbatas dan enggak bisa bebas tau tentang kamu."
Raizel tidak tau harus bagaimana, niat Zeandre baik tapi caranya salah. "Lebih baik kita selesai di sini, terima kasih atas senang dan sedihnya."
"Ini sudah waktunya aku kehilangan kamu ya?"
Secara kasar Raizel menghapus air matanya. Ia melepas cincin yang Zeandre kasih waktu menjadikan dirinya seorang pacar, lalu di kembalikan serta kalung cowok itu.
Melihat kepergian gadis yang ia cinta, Zeandre hanya diam. Ia juga terluka, sebab tidak bisa berbuat apa-apa untuk melawan keadaan. "Ini bukan hari selasa, tapi hari perpisahan."
"Jika pada akhirnya tidak bisa bersama, setidaknya pernah sama-sama bahagia."
Manusia tidak punya kekuatan untuk menahan perpisahan, semesta sudah mengatur waktunya. Zeandre berjalan menuju rooftop tanpa peduli pada suara bel masuk yang bunyi, ia ingin menumpahkan segala rasa sedihnya. Kehilangan sesuatu yang sangat berharga bukan hal mudah, rasa-rasanya dunia cowok itu tidak lagi indah.
Di lain tempat, Raizel menenggelamkan kepalanya di meja. Kelas sepuluh TKJ dua sedang jam kosong, Bu Nia mengabarkan ada hal penting yang harus ia kerjakan. Tugas yang tertulis depan papan tulis di biarkan begitu saja, teman-temannya lebih memilih main ponsel.
"Lo lagi sakit, Rai? Mau gue antar ke uks?" Syarla memperhatikan sahabatnya dengan pandangan bingung.
Tubuh Raizel yang lemas berusaha bangun, kepalanya menggeleng pelan.
"Bentar deh, mata lo kayak habis nangis. Kenapa? Ayah lo jahat lagi?"
"Gue putus sama Zeandre," ucap Raizel. Dengan tegar ia menahan air matanya untuk tidak jatuh, rasanya sudah cukup panjang gadis itu menangis.
Bola mata Syarla melebar sempurna. Tentu saja ia terkejut mendengarnya, padahal dua hari yang lalu Raizel bercerita jika hubungannya sudah baik-baik saja. "Anjir, si Geby bener-bener ya! Udah jadi masa lalu juga!"
"Bukan karna Geby."
"Terus apa?"
"Ternyata kita beda agama, Sya."
"Lah? Kan emang kalian beda, lo baru tau?" Syarla tidak habis pikir jika selama ini ternyata Raizel tidak tau.
"Iya, lo tau?"
"Tau, Rai."
"Kok lo enggak kasih tau gue?"
Syarla menepuk keningnya seraya menatap Raizel tidak percaya. "Gue pikir lo udah tau."

KAMU SEDANG MEMBACA
ZEANDRE
Teen FictionKapten futsal SMK Bangsa menyembunyikan keyakinan agamanya dari seorang gadis bernama Raizel Anataqila. Dia melakukan hal ini karna mempunyai alasan tersembunyi. Secara perlahan Zeandre menjebaknya dengan rasa nyaman, sehingga membuat Raizel tak mam...