42

172 10 4
                                    

Sudah puluhan kali Zeandre call Raizel, sialnya tidak ada satu pun panggilan yang terangkat. Tubuh gagah cowok yang sedang berdiri ini tidak bisa diam karna merasa gelisah. "Aku tau kamu marah, tapi jangan hukum aku seperti ini."

Zeandre tersadar hari ini ia telah banyak melakukan kesalahan.

Jam empat sore Raizel belum terlihat juga. Hal ini membuat Zeandre khawatir, ia takut gadisnya kenapa-kenapa di luar sana. Hawa dingin semakin menusuk kulit, terlebih lagi sekarang sedang gerimis kecil. Tidak ingin diam saja, kini kakinya terburu-buru melangkah keluar dari apartemen.

"Kak, terima kasih ya. Maaf gue bikin lo repot," ucap Raizel sambil mengembalikan jas hujan. Lalu dirinya segera turun dari motor beat berwarna merah.

Arya tersenyum sampai matanya menyipit. "Sama-sama, enggak repot kok!"

Ya, Raizel di antar oleh ketua osis SMK Bangsa yang terkenal galak itu. Awalnya ia sempat menolak dan lebih memilih untuk menunggu angkutan umum lewat, namun pikirannya berubah ketika merasakan air hujan turun.

Melihat Raizel bersama Arya dari kejauhan, rahang Zeandre langsung mengeras. Ia menghantam tanaman liar sampai batangnya patah. "Sial! Cewek secantik kamu enggak pantas duduk di motor beat norak!"

Api cemburu begitu mendidih di dalam hatinya. Zeandre berjalan dengan kasar menghampiri mereka berdua.

"Aw! Z--zean?" Raizel merasakan sakit karna tangannya di tarik secara tiba-tiba untuk menjauh.

"Berani juga mental lo," puji Zeandre. Namun senyum miringnya terkesan punya maksud tujuan lain. "Izin dulu sama pemiliknya, jangan main lo ajak aja!"

"Kenapa harus takut?" Arya menantang Zeandre seraya terkekeh.

Tangan yang terkepal kini melayang cepat menghajar Arya. Bola mata Raizel membesar begitu menyaksikan tubuh Arya tidak lagi seimbang, secepat mungkin ia menahan motornya agar tidak terjatuh.

"Kamu kenapa sih? Mau jadi jagoan? Aku enggak suka sama cowok kasar!"

"Kamu masih tanya aku kenapa? Tanya sama diri kamu sendiri!"

Raizel menghela napasnya, lalu sempat meminta maaf pada Arya sebelum mengajak Zeandre masuk ke dalam apartemen. Setibanya di dalam ruangan Zeandre mengunci tubuh Raizel di sofa.

"Harusnya kamu berterima kasih sama Arya!"

"Oh, jadi kamu membela dia?"

Dengan cepat kepala Raizel menggeleng. "Memangnya kamu enggak liat? Dia basah karna kasih jas hujannya ke aku!"

Zeandre membuang wajahnya ke sembarang arah, setelah itu melepaskan Raizel. "Intinya aku enggak suka liat kamu sama cowok lain!"

"Enak rasanya?" tanya Raizel membuat Zeandre bingung. "Sakit kan? Begitu juga dengan aku pada saat liat kamu sama cewek itu!"

Matanya berkaca-kaca saat menjelaskan. Melihat itu, Zeandre sangat menyesal. Tanpa lama ia menarik lembut tubuh Raizel untuk masuk ke dalam pelukannya. Ia bersuara lirih seraya mencium puncak kepala gadisnya berkali-kali. "Maaf, sudah menjadi bagian luka yang membuat kamu menangis."

"Kamu berubah semenjak hadirnya dia! Hiks, aku tunggu kamu selesai latihan untuk bisa pulang bareng, tapi apa? Kamu malah pulang sama dia."

Rasa bersalah Zeandre semakin besar, seharusnya ia tadi mengejar Raizel dan tidak peduli kepada Geby. Ah, tapi semuanya telah terlambat. "Aku banyak salah hari ini sama kamu. Tapi, itu terjadi di luar kendali. Tolong dengar penjelasan dari aku dulu ya?"

Raizel terdiam menunggu Zeandre menjelaskan.

"Geby hanya masa lalu dan kamu masa depan. Jujur aja, aku merasa kaget dengan diri aku sendiri yang hanya diam. Dia pindah ke sekolah ini karna memang Pak Yoga ingin tim futsal Rockers cewek kembali hadir." Zeandre melepaskan pelukannya, lalu mengusap air mata Raizel yang tidak berhenti. "Tenang aja, aku enggak akan membiarkan kamu bersaing, pemenangnya adalah Raizel Anataqila."

Tenang? Mana mungkin bisa. Geby pernah ada di hidup kamu dan kalian berdua juga satu hobi. Raizel membatin cemas sambil menatap wajah Zeandre. Getaran panggilan masuk membuat Raizel mengalihkan pandangan. Keningnya mengerut saat nama Liora terbaca. Sepertinya ada hal penting, karna jarang sekali cewek itu menghubunginya.

"Halo?"

"Lo pulang!"

Apakah ini benar-benar Liora? Kini Raizel di buat bingung dengan sikapnya. Mengapa ia di suruh pulang, padahal saat Ardian mengusir dirinya dari rumah gadis itu paling merasa senang. "Pulang? Ada apa?"

"Mamah udah seminggu enggak mau makan, dia ke pikiran sama lo sampai sakit! Sialan emang, cepat pulang sekarang!"

Baru saja ingin menjawab namun terlambat karna Liora lebih dulu memutuskan sambungannya. Kini hati Raizel jadi merasa cemas, ia menghela napas panjang. "Aku harus pulang, Tante Ella sakit. Terima kasih ya udah kasih izin untuk tinggal di sini."

"Ayo, aku antar kamu ke rumah."

Tanpa protes Raizel mengikuti Zeandre ke tempat parkir mobil. Selama di perjalanan suasananya di biarkan hening, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Setelah sampai di depan gerbang pagar rumah, Zeandre menahan Raizel untuk tidak turun dulu. Ada sesuatu yang ingin cowok itu kasih.

"Aku ada earphone buat kamu, tolong di pakai saat Ayah kamu lagi membandingkan. Nanti putar musik kesukaan kamu yang kencang, untuk mencegah luka batin kamu tidak terlalu menumpuk."

Raizel tersenyum dan menerimanya. "Hati-hati di jalan, aku masuk dulu. Soal hari ini, aku udah memaafkan kamu!"

Pada saat melihat kehadiran Raizel ada di rumah ini, wajah Ella sangat gembira. Tanpa peduli dengan Liora yang sedang membujuknya untuk makan, Ella memeluk tubuh mungil Raizel. "Kamu ke mana aja Rai? Mamah minta maaf!"

Liora memutar bola matanya dengan malas.

"Kenapa minta maaf? Rai udah ada di sini. Hmm, sekarang Tante makan ya."

Rasa bersalah Ella semakin terjun mendalam, seharusnya ia buka suara agar Raizel tidak di perlakukan seperti ini oleh Ardian. Namun, ia sangat kesulitan melakukannya. "Iya, ini Mamah mau makan."

Suara pintu terbuka membuat ke tiga perempuan ini menoleh secara bersamaan, ada Ardian yang keluar dari kamar.

Seperti punya trauma yang cukup menempel, Raizel langsung menundukkan kepalanya. Ia takut Ayahnya marah ketika dirinya pulang ke rumah.

Ardian hanya melihat sekilas tanpa berbicara apa-apa. Pria tua itu pergi begitu saja menuju dapur untuk mengambil air putih.

"Nanti malam, Mamah tidur di kamar Rai ya."

"Iya, Tante."

"Rai udah makan?" tanya Ella.

Dengan jujur Raizel menggelengkan kepalanya.

"Ayo makan bareng Mamah!"

Rasa cemburu di hati Liora menyebar semakin lebar. Padahal yang anak kandung itu ia, bukan Raizel. Namun saat ini Liora tidak bisa melakukan sesuatu karna Alfery sempat mengancamnya.

"Berhenti jahat sama Raizel atau gue akan bilang ke Ardian kalau lo jual diri!"

~✮~

KAMU BACA PART INI LAGI DI MANA?

JANGAN LUPA TUGAS PEMBACA YA!

SEBELUM ITU, MAAF JIKA CERITA INI TIDAK SEMPURNA DAN BANYAK SEKALI KURANGNYA 💖🍨

NEXT?

ZEANDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang