36

257 12 0
                                    

Zeandre melepaskan helm yang ada di kepala Raizel, mereka berdua baru saja sampai ke sekolah. Kepala gadisnya terus menunduk, entah mengapa Raizel juga tidak banyak bicara pagi ini. Jari telunjuk cowok itu mengangkat dagu Raizel, membuat matanya bertemu dengan mata Zeandre.

"Kenapa hmm?"

"Aku takut liat nilai ulangan sendiri," keluh Raizel.

Kedua tangan kekar Zeandre meraih tangan mungil Raizel, lalu di genggam sangat erat olehnya. "Tenang aja, selagi ada aku jangan pernah merasa takut."

"Kalau ternyata aku gagal lagi, gimana?"

"Apa pun hasilnya, aku selalu bangga atas usaha kamu!"

Tapi aku takut Ayah marah, Zean. Gadis rambut di kepang satu ini membatin cemas. Apa yang harus ia katakan jika nanti ketakutannya benar terjadi? Raizel tidak bisa berbuat apa-apa.

"Ayo aku antar sampai dalam kelas."

Raizel menggelengkan kepalanya. "Aku bisa sendiri, kamu ke kelas aja."

"Enggak boleh di tolak, karna aku mau jaga dan memastikan kamu aman sampai kelas."

Mulut Raizel ingin berbicara namun benda kenyal lebih dulu mendarat di bibirnya, hal ini membuat Raizel terdiam seribu bahasa. Walau hanya sedetik kecupan singkat, mampu bikin jantung Raizel berdebar menggila.

Zeandre terkekeh geli setelah berhasil membuat Raizel terdiam. "Mau lagi? Kurang lama enggak sih?"

Karna merasa malu Raizel memilih melangkah pergi seraya menahan senyumnya. Zeandre tidak ingin tertinggal, ia tanpa lama membuntuti gadisnya dari belakang. Tidak membutuhkan banyak waktu, kedua kaki Raizel telah menapak di lantai dalam kelas.

"MASIH PAGI UDAH LIAT PEMANDANGAN YANG BUAT GUE IRI AJA!" Syarla ingin menggoda keduanya, tadi malam Raizel bercerita bahwa sekarang mereka sedang menjalani hubungan lebih dari sekedar teman.

Tangan Zeandre mengusap kepala Raizel dengan perasaan yang gemes. "Semangat belajarnya, aku ke kelas dulu bocil."

Melihat kepergiannya membuat Syarla mendekati Raizel yang belum duduk. Dengan sengaja bahunya menyenggol lengan Raizel. "Kak Ros udah punya Adik lagi ya?" sindirnya.

Wajah Raizel tersipu malu, pasalnya dulu ia bilang tidak akan jatuh cinta kepada Zeandre sampai Kak Ros mempunyai Adik lagi. "Bu Nia mengajar di jam pertama?"

"Iya, gue udah enggak sabar mau liat hasil nilai!"

Raizel tersenyum getir saat menyadari Bu Nia baru saja masuk ke dalam kelas. Kini semuanya berhamburan kembali ke tempat duduk masing-masing. Ketua kelas di persilakan untuk memimpin doa sebelum pelajaran benar-benar di mulai.

Setelah sudah, Bu Nia mengambil amplop putih yang berisi kertas hasil nilai ulangan praktik dari dalam tas merahnya. "Selamat pagi semuanya," sapa guru itu.

"Pagi Bu Nia," jawab murid 10 TKJ 2 secara serentak.

"Saya akan membagikan hasil nilai ulangan kalian semua. Siapa pun yang mendapatkan angka besar, jangan cepat merasa puas. Saya ingin kamu lebih berkembang lagi."

Amplop itu mulai di bagikan oleh Bu Nia sesuai dengan nama mereka. Senyumnya mengembang sempurna melihat semangat anak didiknya yang penasaran. "Jangan sedih untuk yang dapat nilai rendah, Ibu yakin kamu bisa memperbaiki di ulangan berikutnya."

Syarla bernapas lega karna berhasil dapat angka delapan puluh. Bibirnya menipis waktu teringat Raizel, ia rasa kondisi seperti ini tidak tepat untuk pamer.

Dengan perlahan tangan Raizel terulur untuk mengambil amplop yang ada di atas meja, entah mengapa keberanian Raizel menciut buat membukanya.

"Enam puluh lima," gumam Raizel. Kepalanya tertunduk lemah, kedua tangan gadis itu terlihat sedikit gemetar.

ZEANDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang