22

402 23 10
                                    

Razu tersenyum tipis, pada saat tim Rockers datang membuka pintu kamar rumah sakit yang ia tempati. Hatinya cukup senang, melihat kalung medali penghargaan tergantung di leher para pemain. Itu artinya, tim Rockers telah meraih juara pertandingan.

"Maaf, gue gagal jaga lo."

Tangan Razu menepuk bahu Zeandre dengan pelan dan berkata. "Zean, gue bangga jadi bagian tim Rockers yang punya kapten kayak lo!"

"Di surga sana, Lintang pasti ikut senang liat kita menang," timpal Gerio.

Serentak semua anggota tim mengangguk, bibir mereka tertarik membentuk senyuman yang tulus dari hati.

"Oh iya, Pak Yoga minta maaf enggak bisa datang bareng tim ke sini."

Razu tersenyum, mengerti gurunya itu sangat sibuk.

Zeandre mengeluarkan satu kalung penghargaan dari dalam tasnya untuk Razu. "Pakai, ini punya lo."

Cowok yang sedang berbaring lemah di tempat tidur itu menerima dengan raut wajah gembira.

"Kepala lo sampai di perban," lirih Arfan yang dari tadi hanya memperhatikan.

"Harus lah, biar enggak copot!"

Menghela napasnya, Razu sudah terbiasa dengan tingkah Gerio. "Kepala gue terbentur cukup keras, ada banyak darah yang keluar."

Diam-diam kedua tangan Zeandre mengepal dengan kencang, sehingga uratnya terlihat menonjol ke permukaan kulit. Hatinya marah mendengar penjelasan dari Razu.

Kerutan di keningnya muncul, Gerio sedang berpikir cukup keras. "Zu, enak enggak rasanya ciuman?"

Yang lain terlihat bingung, kenapa tiba-tiba Gerio berbicara seperti itu. Apa jangan-jangan dia sedang membuka sebuah rahasia tentang Razu?

"Razu ciuman? Hahaha mana mungkin, dia aja takut buat dekat sama cewek." Rio menggelengkan kepalanya sambil tertawa lepas.

"Kan di pertandingan tadi Razu ciuman sama lantai lapangan, masa lo pada lupa. Gue cuman penasaran aja sih, gimana rasanya?"

Sepertinya hari ini Razu akan menjual Gerio, mengapa temannya yang satu itu begitu menyebalkan. "Coba aja sendiri," ketus Razu.

"Lebih baik kita semua berdoa untuk Lintang!"

Zeandre mengangguk, pertanda setuju untuk melakukannya. "Berdoa dengan kepercayaan masing-masing, mulai."

Mereka melakukan doa bersama untuk Lintang yang telah pergi menghadap Tuhan. Berharap, temannya itu bisa bahagia di alam sana.

Setelah selesai, Zeandre mengajak semuanya untuk berfoto. "Keberhasilan hari ini, ayo kita buat jadi abadi!"

Semuanya mengerti apa yang Zeandre inginkan, tanpa lama mereka langsung mengambil posisi. Tubuh para tim Rockers merapat ke pinggir kasur yang Razu tempati.

"Ini siapa yang pencet kameranya?"

Tangan Zeandre bergerak membuka pintu, ia keluar untuk memanggil Raizel. Ya, gadis itu ikut dengannya ke rumah sakit. Raizel tidak masuk ke dalam, karena Zeandre melarangnya.

Menyadari pintu terbuka, Raizel menoleh untuk melihat siapa yang keluar.

"Bocil," panggil Zeandre.

"Udah mau pulang?"

Tidak menjawab pertanyaan Raizel, ia malah memberikan ponselnya. "Ayo, ikut masuk."

Melihat tampilan layar kamera yang terbuka, Raizel tak perlu lagi bertanya apa maksudnya. Tubuh mungilnya lantas bangun dari tempat duduk, Raizel melangkah membuntuti Zeandre dari belakang.

ZEANDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang