39

194 10 0
                                    

Mata Arfan berbinar melihat kedatangan Raizel, Syarla dan Aina ke arah mereka. Saat ini Zeandre mengumpulkan semua anggota tim Rockers di kantin setibanya jam sekolah telah habis. Ada hal penting yang ingin cowok itu ungkapkan.

"Wah, rame banget! Ini pasti kita mau tawuran ya?"

Gerio menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan dari Syarla. "Kita enggak mungkin kayak gitu! Lagi juga udah enggak zaman kali."

"Iya sih, percaya. Tim futsal membanggakan nama sekolah kayak kalian mana mungkin melakukan hal bodoh."

"Tumben ajak kumpul ke kantin, biasanya di warung Mpok Endang. Ada apa ketua?"

Zeandre melepas dua kancing atas seragamnya, mata elang yang menusuk memperhatikan sekitar. "Yang ngerokok buang, ada cewek gue di sini."

Usai beberapa anggota timnya mematikan rokok, Zeandre kembali berbicara. "Besok ulang tahun Mpok Endang, gue mau kita kasih kenangan ke beliau. Karna selama ini warung itu udah jadi tempat cerita susah senang tim kita."

Razu diam-diam tersenyum singkat. Tidak menyangka, tim ini sudah hampir dua tahun berdiri kokoh.

"ANJIR, IYA! MPOK ENDANG ITU UDAH SEPERTI IBU KITA ENGGAK SIH?!" Gerio merasa terharu ketika teringat kebersamaan tim ini dengan pemilik warung samping sekolah. Lantas yang lain mengangguk setuju atas perkataan Gerio.

"Dua ratus pertama nih bos dari gue," kata Arfan seraya meletakannya di meja. "Mana lo pada?"

Kini tumpukan uang berwarna merah dan biru berceceran di meja, semua anggota dari tim inti atau cadangan sudah menyerahkan uangnya.

"Kita beli cake yang enak, hadiahnya apa? Ada yang punya ide?" tanya Ucup, si kepala botak.

"Cukup sulit sih, gue enggak tau seleranya Mpok Endang itu apa," keluh Farel.

"Itu dia fungsi ke tiga cewek cantik ini ada di sini," jelas Arfan menatap Raizel, Syarla dan Aina yang hanya diam.

Raizel tampak sedang berpikir agar dapat memberikan jawaban. Jujur dari hati yang paling dalam, ia bisa menilai kompaknya tim Rockers sungguh tidak main-main. "Gimana kalau perhiasan? Suatu saat Mpok Endang butuh uang, kan bisa di jual?"

"Setuju, barang yang di kasih bermanfaat." Syarla tersenyum lega. "Yang lain oke kan?"

Rio menggaruk kepalanya yang terasa gatal. "Sisa duitnya mau di beli apa?"

Aina mengulum bibirnya, dengan ragu ia memberikan pendapat. "Beli alat dapur aja, pasti berguna bagi Ibu-Ibu rumah tangga."

"Cewek-cewek memang jagonya ya tentang hal begini," puji Arfan.

"Aina bawa mobil kan? Ayo dari sekarang belinya biar pulang enggak terlalu malam."

Suara sarkastik Zeandre penuh penekanan. "Kamu jangan ikut Rai, biar Syarla sama Aina aja."

Bibir Raizel langsung cemberut, padahal ini pertama kalinya mereka bertiga keluar bersama. "Aku mau ikut!"

"Luka kamu belum sembuh," tolak Zeandre.

"Aku enggak selemah itu, Zean."

Tangan Syarla menepuk bahu Raizel, lalu menatap sabahatnya dengan tatapan heran. "Perasaan di tubuh lo ada luka mulu, Rai?"

Sekarang Raizel gugup harus menjawab apa, di tambah lagi ia jadi pusat perhatian. "Hmm, gue jatuh hehehe."

"Aneh, lo jatuh terus, kayaknya perlu belajar jalan lagi deh." Kening Syarla mengerut mendengar jawaban dari Raizel.

Raizel tersenyum seadanya, setelah itu menatap Zeandre meminta pertolongan untuk keluar dari suasana ini. Syarla masih belum tau apa yang sebenarnya terjadi di dalam hidupnya. Nanti ada saatnya ia bercerita. Raizel masih mau melindungi Ardian dari pandangan buruk orang lain. "Ayo kita berangkat, aku izin ikut ya Zean."

ZEANDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang