Sebelah alis Zeandre naik, sepertinya ia harus mencari jalan lain untuk secepatnya bisa tau. "Hmm, aku akan cari tau sendiri." Tidak ingin melihat lebih parah kondisi Raizel, kini Zeandre membawa gadis ini masuk ke dalam sebuah ruangan untuk mengobati lukanya.
Selama menunggu Zeandre mengambil kotak obat, Raizel memperhatikan seragamnya yang ada bercak darah. Perasaan Raizel sedikit kesal, kenapa harus tembus di saat ada Zeandre! Tapi mungkin ini juga salahnya yang terlalu banyak gerak.
"Coba dari sekarang belajar untuk bisa terbuka sama aku!" Aura Zeandre benar-benar mencekam, tidak seperti biasanya. Jantung Raizel berdebar kencang, jujur saja ia merasa takut. Karna sepertinya Zeandre sedang marah?
"Maaf, aku selalu merepotkan kamu."
Zeandre banyak sekali membantu hidupnya. Mulai dari tak pernah lelah membimbing Raizel belajar, serta selalu ada untuk mengobati lukanya di saat ia sedang terluka.
"Aku bahagia bisa jadi seseorang yang berguna di hidup kamu. Tapi kalau seperti ini terus, aku jadi enggak tenang karna kamu belum bisa jaga diri sendiri." Sentuhan kapas pada kulitnya sangat lembut, Zeandre mengobati Raizel penuh kasih sayang.
Tangan Raizel gemetar saat di obati, seperti sedang menahan diri untuk tidak meringis kesakitan. Ia tidak ingin terlihat lemah di mata siapa pun.
"Boleh cakar bahu aku, biar kamu enggak sakit sendirian. Jangan berpura-pura menjadi kuat di depan aku."
Raizel memperhatikan raut wajah Zeandre yang sangat cemas. Ternyata di dunia ini masih ada orang baik yang peduli dengan keadaan dirinya, ia benar-benar tersentuh dan ingin sekali menangis.
"S--sakit banget, udah." Raizel merintih seraya mencengkeram bahu kekar Zeandre.
"Ke rumah sakit aja ya? Biar dokter yang obati kamu."
Dengan tegas Raizel menggelengkan kepalanya. "Aku enggak mau, lagi juga ini luka kecil."
Mendengarnya Zeandre menghela napas panjang, ada rasa sedikit kesal karena Raizel sangat menyepelekan lukanya. Padahal ini sudah cukup terbilang parah. Ia lanjutkan kegiatannya mengobati Raizel dengan hati-hati, sebab gadisnya menolak untuk di bawa ke rumah sakit.
Tidak lama lagi Zeandre telah selesai mengobati dan menutup luka Raizel menggunakan perban. Tangan kekar Zeandre bergerak membuka seluruh kancing seragamnya sampai terlepas, setelah itu di susul dengan kaos hitam polos.
"ZEAN! KENAPA KAMU BUKA BAJU!"
"Santai aja, matanya jangan kamu tutup. Lagi juga kan udah pernah liat?"
Entah mengapa pipi Raizel selalu merah merona saat melihat perut Zeandre yang terbentuk kotak-kotak. Sial! Dia suka sekali menggoda dirinya.
Zeandre memberikan kaosnya kepada Raizel. "Kamu ganti pakai ini, aku masih ada seragam."
Dengan pergerakan secepat kilat, Raizel menerima pemberian darinya. Zeandre peka sekali, tau saja kalau ia merasa risih karna seragamnya kotor dengan darah. "Sana keluar, hisss. Aku mau ganti baju," usir Raizel.
Bibir Zeandre sempat mengecup singkat pipi Raizel, sebelum kakinya ingin melangkah keluar dari ruangan ini. "Aku sayang kamu, Raizel Anataqila."
Ribuan kupu-kupu sedang beterbangan di dalam perutnya. Raizel sulit mencerna kejadian barusan, jika seperti ini ia benar-benar merasakan rasanya di cintai.
"Kenapa belum keluar?" Raizel terheran-heran melihat Zeandre yang sepertinya sedang menunggu sesuatu.
"Kamu belum balas ucapan aku tadi." Nada bicara Zeandre sedikit merengek.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZEANDRE
Fiksi RemajaKapten futsal SMK Bangsa menyembunyikan keyakinan agamanya dari seorang gadis bernama Raizel Anataqila. Dia melakukan hal ini karna mempunyai alasan tersembunyi. Secara perlahan Zeandre menjebaknya dengan rasa nyaman, sehingga membuat Raizel tak mam...