24

335 19 0
                                    

Seluruh pelajar SMK Bangsa berbaris di lapangan sekolah, mereka sedang melakukan upacara. Pengibaran bendera sang merah putih, serta diiringi lagu kebangsaan Indonesia raya telah selesai.

Terik matahari semakin panas, hal ini membuat banyak siswa-siswi mengeluh di dalam hati. Terlebih lagi, sekarang sedang berlangsungnya amanat upacara.

"Ger, lo liat deh si Ucup," ucap Arfan pelan.

Gerio menoleh sebentar untuk melihat, lalu bibirnya ia rapatkan agar tidak mengeluarkan suara ketawa. "Anjir, tuh bocah mandi keringat!"

"Lama banget sumpah, mana udah pada bau ketek lagi!" Arfan menutup lubang hidungnya saat bau tidak sedap terhirup.

"Ini baru panas dunia, gimana panas di neraka ya?" tanya Gerio pada dirinya sendiri.

"Jadi kesimpulannya, kalian harus terus belajar. Karena sebentar lagi akan ada ulangan praktik di jurusan masing-masing," jelas Bu Diah di depan. "Saat ulangan lembar kertas kalian mungkin ada kesempatan untuk menyontek, nah, ulangan praktik ini berbeda. Kalian sama sekali tidak bisa melihat jawaban teman. Dari sini, pihak pengajar itu bisa tau. Siapa saja yang mempunyai kemampuan."

Di barisan TKJ kelas sepuluh, ketika mendengarnya Raizel tentu merasa sangat gelisah. Ia hanya mempunyai waktu satu minggu untuk belajar, benar-benar tidak boleh di sia-siakan.

Sepertinya Raizel akan minta Zeandre untuk mengajarinya lebih sering.

Beberapa menit kemudian upacara telah selesai dengan urutan yang lengkap. Pasukan pun telah di bubarkan dan kini semuanya melangkah untuk kembali ke dalam kelas masing-masing.

Jam pertama di kelas Zeandre adalah pelajaran sejarah. Senin yang lalu, Pak Fadil menugaskan untuk presentasi kelompok yang di mana satu kelompoknya beranggota dua orang.

"Lo presentasi sejarah tentang apa?" tanya Zeandre kepada Arfan.

"Gue sama Gerio, tentang Bandung lautan api."

Wajah Gerio terlihat sedikit pucat, ia baru bisa menghafal setengah bagiannya saja. "Semoga kelompok gue bukan yang pertama di panggil," harapnya.

"Amin, biasanya kalau yang bilang anak yatim suka terwujud."

"Masa sih? Gue berdoa semalam minta uang seratus juta aja enggak terwujud tuh sekarang." Gerio tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang Arfan ucap.

Zeandre mengelus dada bidangnya karena merasa kesal, faktanya hanya berdoa tapi tidak ada usaha mana mungkin bisa terwujud. "You stupid, Ger!"

Gerio terlihat tidak mengerti. "Punten, abdi teu tiasa basa Inggris."

"Jangan pakai bahasa sunda, kita enggak tau artinya."

"Ck, gue juga enggak bisa bahasa Inggris anjir!"

"Mau uang tapi enggak usaha kerja, itu bodoh Gerio. Lo berharap uang jatuh dari langit begitu?" cecar Arfan.

Cowok itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, setelah di pikir kembali ada benarnya juga. "Woi para warga, lo pada belum hafal kan?" tanya Gerio pada semua teman kelasnya.

"Pak Fadil orangnya suka lupa. Nanti kalau dia tanya ada tugas apa enggak, kita serentak jawab enggak ya!"

Cukup banyak yang setuju dengan ide Gerio. Yang belum hafal tentu ada sedikit ketenangan.

"Selamat pagi semua," ucap Pak Fadil. Pria tua itu berjalan menuju bangkunya yang bersampingan dengan papan tulis. Sebelum ia masuk keadaan kelas begitu berisik, namun saat dirinya sudah hadir suara berisik itu langsung lenyap seketika. "Ketua kelas, ayo berdoa dulu."

ZEANDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang