32

345 14 1
                                    

Melihat Raizel yang hanya diam, membuat kedua tangan Syarla menggenggam lengannya. Hal ini mampu bikin Raizel meringis kesakitan. "Sorry, terlalu kenceng pegangnya hehe, sampai buat lo sakit."

Sebelah alis Syarla naik, ada sesuatu yang terasa ganjal. "Gue baru sadar, lo pakai seragam yang lengannya agak panjang. Tumben banget, bukannya lo gampang gerah ya, Rai?"

Raizel memang sengaja, ia tidak ingin lukanya terlihat oleh siapa pun. Saat ini suasana hatinya benar-benar tidak baik. Mau menjawab pertanyaan dari Syarla juga, ia tidak punya tenaga.

Zeandre dari tadi hanya memperhatikan, kini sekarang ia ikut bersuara. "Tunggu keadaannya lebih baik, jangan di tanya dulu."

Kepala Syarla mengangguk patuh, mungkin Raizel memang butuh waktu.

Salah satu tangannya masuk ke dalam saku celana, Zeandre melangkah ke ruang lab TKJ kelas sepuluh. Terlihat oleh matanya, Bu Nia masih ada di sana. Ia ingin mencari tau, apa yang sedang terjadi dengan Raizel.

"Zeandre, kamu masih di sekolah? Kebetulan sekali, Ibu mau bicara sama kamu tentang Raizel." Bu Nia menunda tugasnya, saat menyadari kedatangan Zeandre.

"Gimana perkembangan belajar Raizel, Bu?" tanya Zeandre. Raut wajahnya berubah menjadi serius.

"Waktu di kelas Raizel pengetahuannya cukup meningkat, tapi saat praktik masih belum bisa menguasai materi."

Alis tebal Zeandre mengerut setelah mendengarnya. "Saya menemani proses belajarnya, Raizel waktu latihan bisa menguasai materi. Di bagian mana dia terlihat kesulitan?"

"Hasil akhir dari programnya tidak keluar, mungkin rumusnya ada yang terlewat. Ibu minta tolong sama kamu, usahakan nanti ulangan kenaikan kelas Raizel lebih meningkat ya."

Hati gadisnya pasti sangat kacau, Zeandre melihat sendiri bagaimana perjuangan Raizel dalam belajar. Ketakutan yang di buat-buat oleh pikirannya sendiri ternyata benar terjadi. "Saya juga minta tolong, Bu. Jangan menyebutkan angka nilai Raizel di depan teman-temannya." Zeandre tidak ingin nantinya Raizel akan di rendahkan.

Bu Nia tersenyum terharu karna bisa merasakan kepedulian Zeandre terhadap Raizel. "Iya, Ibu tidak akan melakukan hal itu."

"Iya sudah, saya pamit." Zeandre melangkah ke luar ruangan, kembali menemui Raizel yang sedang duduk bersama Syarla dan ketiga sahabatnya.

"Di dalam lo bicara apa sama Bu Nia?" Gerio bertanya karna merasa sangat penasaran.

Zeandre tidak menjawabnya, melainkan melirik ke arah Raizel. Bagi Gerio ini sudah sebuah jawaban, ia tahu betul jika Zeandre sedang menjaga perasaan gadis itu.

"Ayo, ikut aku."

Di keadaan yang masih sama, Raizel berucap dengan nada lesu. "Mau ke mana?"

"Ke tempat di mana kamu merasa tidak sendiri," ajak Zeandre.

Perkataan Zeandre sangat kena di hatinya. Raizel menepuk pelan bahu Syarla, seolah-olah izin pamit dengan gadis itu karna ingin pergi bersama Zeandre. "Lo bawa motor sendiri? Hati-hati pulangnya."

"Kak Zean, tolong jaga sahabat gue ya."

Tanpa Syarla minta pun, Zeandre pasti akan menjaganya. Tidak mungkin ia biarkan Raizel terluka, dalam pengawasannya gadis itu terjamin aman.

ZEANDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang