07

582 177 97
                                    

Raizel keluar dari ruang lab praktik dengan keadaan kepala yang pusing, jam pertama sampai istirahat ada kegiatan belajar Hardware yaitu perangkat keras komputer. Ia sama sekali tidak mengerti, jurusan ini sangat sulit baginya.

"Lo keluar paling terakhir," kata Syarla dengan nada mengejek di dekat tangga.

"Bodo amat."

"Dari pagi lo enggak lepas masker anjir, Rai!"

Hari ini Raizel menggunakan masker, Syarla pikir hanya digunakan pada saat di jalan saja. Namun sampai detik ini, Raizel tetap tidak melepaskan maskernya.

"Bukan urusan lo!" sela Raizel dengan ketus.

Gadis itu menuruni anak tangga satu per satu, melewati Syarla begitu saja. Ketika Raizel melihat wajah Syarla, perasaan marah kembali muncul di dalam hatinya.

"RAI, GUE KAN UDAH MINTA MAAF! KENAPA LO MASIH MARAH SOAL KEMARIN?" teriak Syarla. Kemudian ia berlari mengejar Raizel, mengikutinya dari belakang.

Merasa ada yang terus mengikuti, Raizel berhenti melangkah. Ia berbalik arah menghadap Syarla, "gue terima permintaan maaf dari lo, tapi tolong jangan ikuti gue, Sya!"

Terlihat jelas Raizel tidak menyukainya, Syarla menghela napas. Sahabatnya itu jika sudah marah tidak bermain-main. Mungkin jika ia menjadi Raizel juga akan sama merasa marah, sudah menunggu lama tapi di tinggal begitu saja.

Raizel melanjutkan langkahnya, setelah memastikan Syarla tidak mengikutinya lagi. Ia ingin ke kantin untuk sekedar membeli roti dan air minum.

"Raizel."

Merasa namanya di panggil, gadis itu menoleh.

"Kamu Raizel kan?" tanyanya sekali lagi untuk memastikan jika ia tidak salah orang. Dirinya tidak begitu mengenal, karena sekarang Raizel sedang menggunakan masker.

Raizel menganggukkan kepalanya, kemudian terheran-heran. Mengapa gadis itu mengenalinya? Padahal kan mereka tidak pernah bertemu sama sekali.

"Iya benar, ada apa ya?"

"Hmm, kamu udah di tunggu sama Zeandre tuh di rooftop."

Untung saja gadis ini mengingatkannya. Tapi dari mana dia tahu? Apakah Zeandre yang menyuruhnya. "Ck! Kenapa bisa lupa sih!" kesal Raizel.

"Kalau begitu aku pamit, bye Raizel."

Setelah gadis itu pergi dari hadapannya, kini Raizel kembali berjalan menaiki tangga menuju rooftop sekolah. Ia sempat berhenti di lantai tiga, kepalanya terasa sangat pusing. Dengan penglihatan yang buram Raizel harus tetap melanjutkan langkahnya.

Ketika sudah sampai di depan pintu rooftop, Raizel berusaha membuka pintu dalam keadaan setengah sadar.

"Kenapa lama? Gue tunggu lo--"

BRUK!

Zeandre secepat kilat menggendong Raizel dengan gaya bridal style. Kakinya membawa gadis itu ke ruang uks yang berada di lantai bawah. Beberapa murid yang sempat melihat perlakuan Zeandre bertambah yakin, bahwa berita keduanya sedang dekat itu sebuah fakta.

Pada saat sampai di uks, Zeandre meletakan tubuh Raizel secara hati-hati ke brankar.

Dua gadis yang sedang bertugas PMR lantas terburu-buru untuk membuka masker Raizel dan juga mengecek keadaannya. "Kak, apa waktu pingsan sudut bibirnya terbentur benda tajam?"

Menggelengkan kepala, Zeandre yakin tidak ada.

"Tapi kok bisa ya? Ada luka lebam parah di sudut bibirnya."

ZEANDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang