Epilog

19.2K 1.5K 113
                                    

Happy reading...




Devan menutup novel yang baru saja dia baca, tangannya menyentuh pipinya yang terasa basah, dia menangis. Devan memejamkan mata seraya menarik napas panjang. Ia baru saja membaca novel karya tunangannya, Aletta.

MEMORIES, itu adalah judul novel yang Aletta tulis dan rilis pada awal tahun ini. Sebenarnya, Aletta memberikan novel ini pada hari perilisan, tapi Devan baru berani membacanya sekarang.

Devan menyimpan novel itu pada laci meja. Biasanya, Devan akan menaruh novel-novel karya Aletta pada rak mini khusus yang tertempel di dinding kamar. Tapi karena novel ini berbeda, maka Devan lebih memilih menyimpannya di laci meja saja.

Devan bangkit dari duduknya, melangkah menuju lemari untuk mengganti celana pendeknya dan mengambil sebuah jaket berwarna hitam yang tergantung di dalam lemari. Devan menatap tampilannya di depan cermin, saat sedang merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan, sebuah langkah kaki yang terdengar ribut dari luar membuat Devan buru-buru berbalik lalu berjalan keluar kamar. Namun, baru sampai di depan pintu kakinya sudah lebih dulu dipeluk oleh segumpal lemak, dan itu berhasil membuat Devan terkejut hingga menghentikan langkahnya.

"Abang!"

Devan yang mendengar panggilan itu menghembuskan napasnya lelah, mengangkat gumpalan lemak itu ke dalam gendongannya.

"Kenapa berlari, hm?"

"Cakha kangen Abang!" Bocah laki-laki berumur sekitar 4 tahun lebih dua bulan itu berseru riang, memeluk leher Devan dengan senang. Devan yang mendengar seruan si kecil tersenyum tipis, melangkahkan kakinya kembali menuju lantai dasar.

"Datang sama siapa?"

"Sama--"

"Dev!"

Seseorang tiba-tiba saja datang dari arah dapur menghampiri Devan, membuat Cakha langsung menghentikan ucapannya.

"Tante titip Cakha bentar, ya. Soalnya ada beberapa pasien yang konsul hari ini."

"Tahun baru begini? Konsul?"

"Mendesak. Nih tas keperluan Cakha, semuanya udah Tante siapin di situ. Bentar doang kok, nanti kalo udah selesai Tante langsung pulang."

"Bi Ika kemana?"

"Bi Ika Tante liburin, kan sekarang lagi tahun baru."

"Jean?"

"Kamu tau sendiri Jean kaya gimana, mainlah dia sama teman-temannya. Emang kamu mau kemana, sih?"

"Biasa."

"Oh, ya udah gapapa, ajak aja. Sekalian Cakha kenalan sama abangnya. Udah dulu ya, Tante buru-buru udah di telepon terus. Cakha sama Abang Devan dulu ya, nanti kalo Mamah udah selesai langsung jemput kamu. Jangan nakal, oke?"

"Oke!" Bocah laki-laki itu berseru dengan tangan mengepal ke udara.

"Pinternya anak Mamah. Sini cium dulu." Sang Mamah mencium pipi kanan, kiri, dahi, serta hidung mungil sang anak dengan cepat.

"Inget! Jangan nakal," peringat Amel membuat sang anak langsung menganggukkan kepala, lalu pergi keluar rumah untuk menuju rumah sakit tempatnya bekerja.

Devan yang melihat kepergian Amel hanya menghela napas, beralih menatap ke arah Cakha yang saat ini sedang menatap ke arahnya tak lupa juga dengan binar di mata. Yah, bocah gembrot berumur 4 tahun lebih dua bulan itu adalah anak kedua dari Amel dan Antonio, adik satu-satunya Jeano, yaitu Cakharano Grisam.

Cakha, adalah nama yang Jean berikan kepada adiknya, ntah apa alasan Jean memberikan nama itu. Tapi yang buat Devan tak habis pikir adalah dari sekian banyaknya nama, kenapa harus Cakha?

MEMORIES (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang