Happy reading...
Cakra sudah dipindahkan ke ruang ICU. Sebuah ventilator terpasang dengan apik di wajah Cakra, oximeter juga terpasang pada jari telunjuknya, belum lagi beberapa alat medis yang berada di beberapa titik bagian tubuhnya.
David memasuki ruangan itu ketika sudah memakai baju yang dikhususkan untuk menjenguk mereka yang membutuhkan perawatan khusus.
Ketika masuk, telinganya langsung disambut oleh suara mesin EKG yang menunjukkan irama jantung Cakra dan ketika sampai di samping ranjang sang anak, David bisa melihat bagaimana wajah gemas itu memiliki beberapa goresan akibat pecahan kaca, belum lagi sebuah perban yang membungkus kepalanya, itu berhasil membuat dada David berdenyut nyeri.
David mendudukkan dirinya di sebuah kursi yang berada di samping ranjang, tangannya bergetar ketika ingin menyentuh tangan Cakra yang memiliki beberapa luka goresan. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk menarik tangannya kembali karena takut kalau Cakra akan merasa kesakitan.
"Hey ... anak Ayah kenapa tidur di sini, hm? Katanya mau barbequean sama teman-teman, tadi Ayah liat Jean udah bawa marshmellow banyak banget, loh ..." David menghentikan ucapannya, semua kata yang ingin dia ucapkan seolah tercekat di tenggorokan.
"... Anak Ayah harus sembuh ya, sayang. Anak Ayah marah ya karena Ayah ga bisa nemuin Adek lebih cepat, hm? Kalau iya jangan hukum Ayah seperti ini, sayang. Ayah ga bisa ...," lirih David dengan suara bergetar, sampai akhirnya air mata lolos dari kedua sudut matanya.
David mengusap pipinya kasar, memberanikan diri untuk menyentuh tangan sang anak. "Adek mau apa? Ayah bakalan turutin semuanya, Adek mau pisang? Nanti Ayah beliin banyak buat stok di rumah, atau Adek mau crepes? Nanti Ayah belajar buatnya ya, biar Adek ga perlu pergi ke luar buat beli, gimana?"
David memegang tangan anaknya yang terasa dingin, tidak seperti biasanya dan itu menimbulkan rasa sesak yang kian terasa. "Adek bilang mau sembuh, kan? Jadi kita berjuang lagi, ya? Mau, kan? Ayah ga akan rela kalo kamu pergi ninggalin Ayah ... jadi Ayah mohon kita berjuang lagi, ya ...." David mengusap air matanya dengan kasar, lalu menatap wajah itu dengan lekat.
"Ayah keluar sebentar, nanti Ayah ke sini lagi, nanti ada mamah sama abang yang ke sini. Jadi Adek ngga ngerasa kesepian, ga pa-pa kan, sayang?"
"Ayah menyayangimu ...," lirih David kemudian mengecup kening Cakra yang tertutupi oleh perban, cukup lama sampai akhirnya David keluar untuk bergantian dengan Sofia.
"Mas?" panggil Sofia saat melihat David yang baru saja ke luar.
"Masuklah, aku akan mengurus administrasinya," ucap David membuat Sofia langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat, kemudian pergi untuk memakai pakaian khusus.
David menghampiri Jean yang sedang duduk bersama Amel, anak itu tampak mengantuk terlihat dari matanya yang sudah memerah dan tampak sayu.
"Jean, pulang dulu, ya," ujar David, Jean yang mendengar itu langsung menegakkan badan dan memandang sang paman yang berdiri di hadapannya.
"Jean mau nemenin Cakra di sini, Om."
David menghembuskan napasnya lelah kala Jean justru mengubah posisi duduknya menjadi bersila di atas kursi. Enggan untuk beranjak.
"Cakra belum bangun, percuma kamu nunggu di sini, yang ada nanti ikutan sakit. Gimana kalo Cakra udah bangun Om telepon kamu?"
"Janji ya langsung telepon, jam berapapun Cakra bangun, detik itu juga Om harus telepon Jean."
Jean mengulurkan jari kelingkingnya di hadapan David, David yang mendapati jari kelingking Jean teringat dengan percakapannya dengan Cakra saat berada di kamar dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORIES (Terbit)
Roman pour AdolescentsTersedia di shopee Penerbit.LovRinzOfficial (Belum di revisi) ___________________ Ini adalah kisah dari Cakra, seorang remaja yang baru saja bertemu dengan ayahnya setelah sekian lama, bukan hanya sang ayah, tetapi dia juga bertemu dengan anak dan i...