Di depan gerbang sekolah, Citra mengecek ponselnya dan membuka aplikasi e-banking yang ia miliki. Semua uangnya sudah terkumpul untuk menjadi bahan taruhannya dengan Gustiar. Citra sudah memiliki uang sekitar 35 juta dari uang tabungan serta hasil menjual barang-barang miliknya yang bisa dijual. Meskipun ragu, Citra juga sempat menjual barang berharga pemberian dari Ayahnya.
Dalam pertaruhan ini, Citra mempertaruhkah segalanya. Ia sengaja melakukan hal itu agar ia tidak kalah dari Gustiar. Dengan memberikan taruhan yang besar, otomatis Citra akan merasa takut kehilangan. Dengan begitu, Citra akan melakukan segala cara agar miliknya tidak menjadi milik orang lain.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Semua kelas sudah dibubarkan kecuali kelas Gustiar. Mereka masih menjalani ulangan harian membuat mereka jadi terlambat untuk pulang.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Citra melihat atensi Gustiar di antara sekumpulan siswa yang sedang berjalan menuju ke arah gerbang sekolah. Ia yang sebelumnya bersandar pada pagar sekolah jadi menegakkan tubuhnya karena terlalu bersemangat. Jantungnya mulai berdetak tak terkendali dengan kegugupan yang semakin menguasianya.
Sekali lagi. Citra meyakinkan dirinya dan menguatkan tekad sebelum ia benar-benar menghampiri Gustiar.
Ketika jarak Gustiar dengannya hanya tinggal beberapa langkah saja, Citra menghampirinya dan menghadang jalan Gustiar.
"Hai," sapa Citra dengan senyuman manisnya. Tak lupa ia juga melambaikan tangan sebentar di hadapan Gustiar.
"Siapa?" tanya Gustiar dengan wajah dan nada yang datar.
"Kenalin aku Citra. Citra Harumitra anak kelas 12C jurusan IPA." Citra mengamit tangan kanan Gustiar dan memaksa mereka untuk bersalaman.
"Oh," jawab Gustiar sambil melepas jabatan tangan mereka. Pandangan Gustiar menajam. Ia merasa terganggu dengan kehadiran Citra.
"Gue langsung masuk ke intinya aja yaa karena gue tahu lo pasti gak suka dengan basa basi."
Masih dengan ekspresi yang sama, Gustiar terlihat tidak tertarik sama sekali dengan apa yang ingin Citra bicarakan dengannya.
"Gue punya penawaran yang menarik buat lo. Ayo kita main permainan batu, gunting, kertas. Gue yakin lo pasti tertarik sama taruhannya."
"Lo mau main judi sama gue?"
Citra mengangguk antusias, layaknya seorang anak kecil yang senang dikasih permen.
"Mau masang taruhan berapa?" Dengan santainya, Gustiar bertanya sembari memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.
"35 juta kalau lo yang menang. Tapi kalau gue yang menang, bukan uang yang gue mau."
Gustiar pun tertawa kecil. "Sorry, gue gak mau main dengan uang sekecil itu."
"Lo pernah main judi sama anak SMA? Gue bertaruh, gak akan ada anak SMA yang nekat masang taruhan 35 juta."
Gustiar hanya terdiam dengan wajah yang datar dan Citra tidak mampu untuk membaca ekspresi wajahnya itu.
Dalam hati, Citra meyakinkan diri. Ia tidak perlu membaca ekspresi orang lain untuk tahu tindakan mereka. Yang harus Citra kendalikan adalah ekspresinya. Ia tidak boleh terlihat ragu dan juga takut pada Gustiar karena dengan pengalamannya yang sudah banyak melihat raut wajah keputusasaan orang lain, akan sangat mudah bagi Gustiar untuk membaca ekspresinya.
"Kok lo diem aja sih? Takut ya?" Citra tertawa kecil dan memulai aksi penyerangannya agar Gustiar mau melakukan apa yang Citra inginkan .... yaitu dengan menyentil sedikit egonya.
"Gue gak nyangka orang yang selalu menang di setiap perjudian takut sama amatir kayak gue!"
Melihat wajah Gustiar yang menatapnya dengan dingin membuat nyali Citra langsung menciut namun ia tetap tersenyum meremehkan. Nampaknya memang benar firasatnya, tidak mungkin Gustiar mudah terpancing emosinya.
"Lo bilang kalau lo yang menang lo gak mau uang dari gue? Kalau gitu apa yang lo mau dari gue?"
"Kalau gue yang menang, gue mau kita pacaran!"
"Jadi kasarnya, gue nyerahin tubuh gue ke lo ya." Citra melebarlan matanya terkejut. Hei ... itu terlalu frontal. Lagian bukan itu maksud Citra.
"Hmm ... gak gitu juga sih. Maksud gue itu kita pacaran. Lo tahu arti pacaran, 'kan? Saling mencintai, saling berbagi kasih sayang..." Citra sadar lama-lama ucapannya malah jadi semakin ngaco dan ambigu. "Aduh ... lo pasti tahulah orang pacaran itu kayak gimana."
"Itu sama aja lo minta taruhannya itu tubuh gue!" Tidak dapat dipungkiri, Citra merasa malu. Ucapan Gustiar terlalu frontal untuk didengar.
Sekejap mereka saling diam dengan pikirannya masing-masing sampai tiba-tiba Gustiar berjalan mendekat ke arahnya hingga jarak mereka hanya sebatas dua jengkal jari tangan.
Gustiar memiliki tubuh yang tinggi dan Citra pun demikian. Ia yang paling tinggi di antara teman perempuannya di kelas jadi merasa kecil di hadapan Gustiar, karena tingginya hanya sebatas bahu Gustiar.
"Oke gue terima tantangan lo. Tapi bukan uang yang gue mau juga sebagai taruhannya. Lo mau tubuh gue kalau lo yang menang 'kan? Kalau gitu gue juga menginginkan hal yang sama. Gue mau tubuh lo kalau lo yang kalah. Kasih kesepuluh jari lo itu buat gue dan lo sendiri yang harus memotongnya di depan gue. Gimana?"
Sial beribu-ribu sial. Citra benar-benar menyesal karena berurusan langsung dengan Gustiar. Rumor itu ternyata memang benar, Gustiar sangat kejam terhadap orang yang kalah darinya bahkan ia tak segan-segan untuk menghancurkan mental para pecundang yang kalah di meja judi. Benar-benar representasi dari monster yang sesungguhnya.
Kini haruskah Citra mundur untuk menyelamatkan kesepuluh jarinya? Mumpung semuanya belum terlambat.
Di tengah kebimbangan Citra mengambil keputusan, tiba-tiba ia jadi teringat percakapannya dengan Candra sebelum mereka pulang sekolah.
"Citra.."
"Ya?"
"Gue gak tahu cara apa yang bakal lo lakuin buat ngedeketin Gustiar. Tapi apapun caranya, jangan pernah menyerah ya." Candra tersenyum dan mengelus puncak kepala Citra dengan lembut. "Semangat!"
Percayalah, diberikan semangat oleh orang yang kita jadikan alasan untuk mencapai tujuan itu benar-benar mampu membangkitkan ketakutan menjadi keberanian. Hanya dengan mengingat kalimatnya saja, api semangat yang semula memadam kembali membara di dalam dada.
Tatapan Citra berubah seketika dan itu mampu disadari oleh Gustiar.
"Oke. Gue terima taruhan ini. Jadi ayo tunggu apa lagi? Kita mulai permainannya."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Your Love
Teen Fiction[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Di beberapa BAB terdapat kata-kata yang kasar. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!] *** "Jangan pernah dekat-dekat dengan Gustiar, dia itu berbahay...