BAB 20

143 9 0
                                        

Bahkan sampai pagi menjelang, Citra masih tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkan tentang Gustiar. Perubahan sikapnya kemarin benar-benar terlalu mendadak untuk Citra.

Semalaman Citra berpikir apa yang akan terjadi nanti kalau Gustiar sampai tahu ia menjadikan Gustiar sebagai batu loncatannya untuk bisa bersama Candra. Apakah saat itu Gustiar akan langsung membunuhnya di tempat? Atau justru malah membunuhnya secara perlahan?

Memikirkan semua kemungkinan terburuk itu membuat Citra jadi menangis sendirian di kamar. Padahal saat ini sudah pukul setengah enam, seharusnya ia sudah siap untuk berangkat ke sekolah dan tinggal menunggu untuk dijemput oleh Candra dan juga Clarissa. Tapi apa ini? Ia bahkan belum mandi dan masih bergelung di bawah selimut. Citra sungguh tidak sanggup untuk pergi ke sekolah dan bertemu dengan Gustiar. Wajah marah Gustiar tadi malam benar-benar menyeramkan di matanya meskipun Citra pernah melihat wajah itu di pertemuan pertama mereka.

Sebenarnya apa kesalahannya? Apa jangan-jangan Gustiar sudah tahu tujuannya ingin melihat ia bermain judi karena Citra ingin cari tahu kelemahannya? Jika memang benar seperti itu, maka tamatlah riwayatnya kali ini. Kenapa ia baru terpikir sekarang kalau Gustiar bisa saja melakukan tindakan nekat seperti membunuh dan tidak ada satupun yang bisa melacak jejaknya. Huhuhu... Citra masih pengen hidup.

Tok ...

Tok ...

Tok ...

Ketukan pintu itu membuat Citra berjengit kaget dan keluar dari pikiran negatifnya. Saat sadar ibunya memanggil ia pun langsung menyahuti.

"Citra, tiga temen kamu nyamper kamu tuh. Ada Candra, Gustiar sama Clarissa."

Ketika mendengar ucapan ibunya, badan Citra langsung lemas. Ia bahkan tak sanggup untuk berdiri dan berjalan keluar kamar.

"Cepat siap-siap Citra, jangan buat mereka menunggu terlalu lama!"

Merasa tak punya waktu untuk meratapi nasib, Citra pun segera bersiap dengan secepat yang ia bisa.

Ternyata persiapannya butuh waktu setengah jam lamanya. Setelah ini, ia juga harus siap untuk menerima semburan kalimat pedas dari mereka yang menunggunya.

Saat Citra tiba di ruang tamu, ternyata Candra dan Clarissa masih setia menunggunya begitupun dengan Gustiar. Tak heran, Citra juga mendengar ucapan Clarissa yang terang-terangan memusuhi Gustiar.

"Mending lo pulang aja deh, paling Citra juga gak mau berangkat bareng sama lo." Bersamaan dengan ucapan Clarissa, Citra muncul dari balik dinding yang memisahkan antara ruang tamu dengan ruang keluarga.

"Gue minta maaf ya karena udah buat kalian nunggu terlalu lama. Hal kayak gini, gue usahain gak bakal terjadi lagi!" kata Citra cepat-cepat setelah ia tiba di depan mereka.

Melihat keberadaan Citra membuat Gustiar bangkit dan menarik tangan Citra untuk segera pergi dari sana.

"Ayo kita berangkat!"

"Ehhh enak aja. Tunggu dulu!" tak mau kalah, Clarissa pun ikut menarik tangan Citra yang tidak dipegang oleh Gustiar. "Citra itu berangkat bareng kita, ya 'kan Cit?" Citra tidak menjawab. Lebih tepatnya, ia bahkan tidak sanggup untuk menolak.

Ditatapnya tajam Clarissa oleh Gustiar, meskipun ia sempat merasa terintimidasi, tapi Clarissa tetap keukeuh untuk membuat Citra berangkat sekolah bersamanya.

"Citra inget, lo jadi cewek jangan jadi lembek banget dong. Dia 'kan udah sekingkuhin lo. Tegas dikit makanya. Jangan iya-iya aja, nanti lo dimanfaatin sama dia."

"Lo tahu apa, hah?" Mungkin kesabaran Gustiar sudah habis. Ia pun membalas ucapan Clarissa dengan dingin.

"Bro, lo tahu 'kan cewek kayak gimana? Jadi gue rasa lo gak perlu sampe ngegas kayak gitu. Cewek 'kan gak mau ngalah, jadi biarin aja Citra kali ini bareng sama kita." Candra juga, yang sedari tadi diam kini angkat bicara saat Gustiar sudah mengeluarkan aura permusuhannya.

Pick Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang