Citra tetap memaksa untuk pergi ke sekolah.
Meskipun dengan mata yang sembab, hidung yang memerah, wajah yang lesu dan rambut yang kusut, Citra tetap nekat untuk berangkat ke sekolah sebab ia tidak ingin membuat Ibunya merasa cemas jika sampai tahu bahwa Citra membolos sekolah hari ini.
Tiba di kelas, Citra langsung duduk di bangkunya. Ia melamun. Sesekali, air matanya menetes. Lalu diusapnya kembali air mata itu. Kemudian menetes lagi. Saat ingin mengusapnya lagi, seseorang telah menghapus air matanya lebih dulu menggunakan sapu tangan.
Citra kira orang itu adalah Gustiar, itu sebabnya ia mendongak dengan semangat. Tapi saat melihat pelakunya adalah Clarissa membuat senyum Citra jadi menghilang begitu saja.
"Masih pagi, Cit." Clarissa tersenyum ramah dan menarik bangku di sebelah Citra agar bisa duduk di dekatnya.
"Lo kenapa? Nggak mau cerita sama gue?"
Citra menggeleng. Enggan untuk bercerita.
Terdengar helaan napas kasar dari arah Clarissa. Lalu setelah itu, tangan kanannya terasa digenggam dengan erat. Semula, Citra menghindari tatapan Clarissa. Takut pertahanannya akan runtuh dan menunjukkan kelemahannya di hadapan Clarissa. Tapi merasakan usapan lembut di punggung tangannya, membuat Citra jadi melihat ke arah Clarissa.
"Dari dulu, kalau gue ada apa-apa gue selalu datang ke lo dan lo juga begitu. Kalau ada orang yang gangguin lo, atau ada yang buat lo kepikiran, lo selalu cerita ke gue. Sebanyak apapun teman yang kita punya, tapi pada akhirnya kita akan tetap sama-sama. Bahkan meskipun ada Candra di antara kita, tapi kalau soal curhat kita selalu membicarakannya berdua. Sejak kapan Cit hubungan kita jadi jauh kayak gini?" Clarissa semakin meremas tangannya dan menatapnya dengan sendu. Seolah-olah ia juga sedang ikut merasakan kesedihannya.
Pecah sudah tangisan Citra. Ia memeluk Clarissa dan tak peduli dengan tatapan teman kelasnya yang lain, yang Citra butuhkan bukan menjaga imagenya, tapi teman untuk berbagi kesedihannya.
"Gus—hikss .... Gustiar, Ris. Di—dia gak mau ketemu sama aku lagi. Aku—aku udah ngecewain dia. Aku ... huhuhu—aku udah buat kesalahan. Hikss Ris ... aku cinta sama dia. Sesak banget Ris rasanya!" cerita Citra dengan suara yang lirih. Sehingga hanya Clarissa saja yang bisa mendengarnya.
Clarissa pun merasa iba. Ia mengusap pelan punggung Citra, mencoba memberikan ketenangan kepada Citra. Diam-diam, Clarissa pun ikut menangis.
Sempat terbesit perasaan bersalah di hatinya ketika ia berpacaran dengan Candra, yang ia pikir akan membuat Citra merasa kecewa. Tapi mendengar bahwa cinta Citra hanya untuk Gustiar, Clarissa tanpa tahu malunya merasa lega mendengar hal itu. Artinya, Clarissa sama sekali tidak mengkhianati Citra.
"Ssshht ... I know, Cit. Gustiar nggak benar-benar marah sama kamu. Dia cuma butuh waktu." Meskipun Clarissa tidak tahu, kesalahan apa yang sudah Citra lakukan sampai membuat hubungan mereka merenggang, namun Clarissa tetap memberikan kalimat penenang untuknya.
Citra melepaskan pelukannya. Ia menatap Clarissa sembari tersenyum; seperti mendapatkan semangatnya kembali.
"Kayaknya kamu bener deh, Ris. Dia cuma butuh waktu."
Clarissa tersenyum.
"Makasih Ris," ujarnya sembari menghapus air matanya. "Makasih,"
Tepat setelah Citra kembali mengucapkan kata terima kasih, bell masuk pun berbunyi. Dan guru yang mengajar sudah memasuki kelas mereka. Semua murid di kelas itu segera duduk di bangku mereka masing-masing.
Sementara itu baik Citra maupun Clarissa tidak sadar bahwa sedari tadi Candra memperhatikan interaksi mereka.
🦋•••🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Your Love
Teen Fiction[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Di beberapa BAB terdapat kata-kata yang kasar. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!] *** "Jangan pernah dekat-dekat dengan Gustiar, dia itu berbahay...