Ketika Citra sedang bercemin di pagi hari yang cerah, ia merengut dikarnakan pipinya yang kemarin dipukul oleh Stella jadi semakin membiru. Lebamnya jadi kelihatan dan itu membuat wajahnya jadi tidak sedap dipandang.
Citra meminjam krim Ibunya untuk menutupi warna kebiruan di pipinya lalu setelah itu memoleskan bedaknya dengan tebal. Sekarang, baik wajah maupun lehernya terlihat lebih putih dari biasanya.
"Asli sekarang malah jadi kayak ondel-ondel,"
Citra masih sibuk memoles wajahnya sampai ia lupa bahwa sekarang sudah pukul 06.45 WIB. Waktu yang terlambat jika ia ingin berangkat sekolah dengan berjalan kaki.
Pagi hari ini benar-benar cukup membuat Citra menjadi kesal dan tidak mood untuk berangkat ke sekolah. Saat memutuskan untuk izin tidak masuk sekolah tiba-tiba ponselnya berbunyi dan menampilkan nama Gustiar di sana.
Gustiar is calling
Citra menekan tanda hijau dan menjawab panggilan telepon tersebut.
"Di mana?" tanya Gustiar langsung tanpa menyapanya. Citra yang sedang bete pun hanya menjawab dengan lesu.
"Lagi di rumah. Aku kayaknya gak sekolah deh, muka aku makin terlihat memprihatinkan."
"Saya udah nyampe di depa rumah kamu. Sekarang kamu keluar rumah dan temui saya!"
"Hah?" Citra kaget dan berlari keluar kamar sampai benar-benar keluar dari rumahnya. Saat melihat gerbang, ia mendapati mobil Gustiar yang sudah terparkir dengan rapih di depan gerbang rumahnya.
Melihat itu, Citra buru-buru keluar dan membuka pagarnya. Tiba di depan pintu mobil Gustiar, ia mengetuk kaca jendelanya yang langsung dibuka oleh Gustiar.
"Ka-kamu kok ada di sini? Aku terkejut loh!"
"Saya tahu kalau wajah kamu pasti bakal lebam. Saya bawain krim ini untuk menyamarkannya."
Citra tak dapat berkutik dan tak mampu untuk bicara, tapi tangannya tetap bergerak untuk menerima papperbag yang diberikan oleh Gustiar.
"Masuk ke mobil, kita berangkat bareng. Gak baik udah kelas 12 bolos sekolah!" Tanpa menunggu untuk disuruh dua kali, Citra langsung saja berlari masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil tas dan juga memakai sepatunya dengan terburu-buru.
🦋•••🦋
Hari-hari Citra di sekolah sudah tidak sama lagi. Setelah kedapatan ia berangkat bersama dengan Gustiar, orang-orang semakin membicarakannya. Hanya sedikit orang-orang yang tidak peduli tentang dirinya.
Kehidupan Citra pun semakin diselidiki, termasuk kebiasaan dan kepribadiannya. Citra yang awalnya hanya terlihat oleh orang-orang yang menjadi temannya saja jadi terlihat oleh setiap pasang mata di manapun ia berada.
Ini berat bagi Citra. Sungguh. Ia terlalu terbiasa untuk tidak menjadi 'pusat perhatian'. Apalagi masalah jadi bertambah rumit saat Dira dan Yuli mengajaknya berbicara usai ulangan harian bahasa Indonesia.
"Cit, gue mau jujur," ujar Dira merasa tak enak hati.
Perasaan Citra saat itu sudah campur aduk, ia mulai merasa tidak enak dengan pembicaraan ini.
"Jujur apa?"
"Dika, pacar gue, dia gak setuju kalau gue masih temenan sama lo. Ya lo tahu 'kan Dika punya masalah apa sama Gustiar dulu dan Dika benci banget sama Gustiar. Saat tahu lo beneran pacaran sama Gustiar, dia nyuruh gue buat jauhin lo. Karena dia takut, kalau lo kena masalah gue juga bakal ikut kena imbasnya. Awalnya gue menolak sampai tiba-tiba kemarin lo diserang sama Stella. Kemarin Stella nyamperin kita berdua dan ngancem kalau kita masih kelihatan berteman sama lo, kita berdua juga bakal ikut kena bully sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Your Love
Teen Fiction[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Di beberapa BAB terdapat kata-kata yang kasar. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!] *** "Jangan pernah dekat-dekat dengan Gustiar, dia itu berbahay...