BAB 4

57 8 0
                                    

Sejak dulu, Citra selalu menganggap remeh pepatah yang mengatakan; Tidak baik untuk tahu banyak tentang seseorang jika kau tidak ingin kecewa.

Hari ini Citra membuktikannya.

Ia kecewa karena untuk menjadi pacarnya Gustiar adalah hal yang mustahil. Sepertinya ia harus membuang jauh-jauh keinginan untuk berpacaran dengan Candra karena Gustiar memang terlalu sulit untuk didekati.

Di beberapa kesempatan, Citra pernah mendengar percakapan Gustiar dengan beberapa gadis yang mengejarnya. Ia begitu kasar dan semua yang keluar dari mulutnya adalah pedas, begitu menyakitkan. Tapi Citra tidak mengerti, para gadis yang mengejarnya benar-benar tidak ada kapoknya untuk mendekati Gustiar. Citra saja yang mendengar ucapan Gustiar dari jauh langsung kena mental. Jika Citra mendekati Gustiar maka ia akan mendengarkan kalimat-kalimat pedas yang akan dilontarkan oleh Gustiar dan Citra tidak suka itu. Ia tidak suka dengan orang yang tidak bisa menjaga lisannya untuk tidak menyakiti.

Setelah satu bulan menyelidiki Gustiar, Citra menyerah. Ia tidak mau dekat-dekat dengan Gustiar sebab hatinya tidak cukup kuat untuk menerima kata-kata kasar darinya.

Lagipula hubungan ia dengan Candra sudah mulai membaik meskipun pernah menghadapi kecanggungan selama beberapa hari. Tapi kini, mereka kembali menjadi teman seperti biasanya. Candra pun tidak bertanya ataupun mempermasalahkan tentang hari di mana ia mengungkapkan perasaannya pada Candra. Justru Candra menghargai itu dan menghormatinya.

Dibanding harus berpacaran dengan Gustiar yang selalu menyakiti wanita dengan mulut pedasnya itu, lebih baik Citra berteman dengan Candra yang selalu membuatnya nyaman.

Tapi hari itu, saat kelasnya selesai olahraga, terjadi keributan di lapangan di jam istirahat pertama. Teman kelasnya—Ardi—menyerang Gustiar dengan mengolok-oloknya, bahkan Ardi sampai melempar bola basket hingga mengenai punggung Gustiar. Citra yang melihat itu merasa tidak terima, sebab menurutnya Ardi sudah melakukan pembulian.

Yang sejak awal Gustiar hanya diam saja pun berbalik menghadap Ardi. Terlihat sekali di wajahnya bahwa Gustiar sangat marah. Ia menyerang Ardi dengan tak kalah sadisnya dengan apa yang dilakukan oleh Ardi. Sehingga keributan di antara mereka pun tak mampu untuk dielakkan.

Citra ikut menjadi saksi atas perkelahian yang tidak terduga itu dan ia hanya diam memperhatikan perkelahian tersebut terjadi tanpa ada niatan untuk pergi menjauhi keributan. Ini hal baru bagi Citra karena selama ini setiap ada keributan yang terjadi, Citra akan pergi tanpa berniat untuk melihat pertarungan yang sedang terjadi.

Candra dan teman-teman yang lainnya memisahkan perkelahian tersebut. Mereka membawa Ardhi ke suatu tempat dan Citra mengikuti mereka. Ingin tahu apa alasan Ardhi menyerang Gustiar duluan.

Mereka berbicara di dalam kelas dengan pintu yang tertutup. Dari sana, Citra masih dapat mendengarkan percakapan mereka dari luar.

"Lo tahu kalau lo gak bakal menang lawan Gustiar geblek."

"Ya terus gue mesti gimana? Gue kesel banget lihat muka dia waktu lewat di depan gue dengan ekspresi watadosnya itu. Dia udah buat bokap gue bangkrut dan punya banyak hutang, keluarga gue mengalami kehancuran dan menderita, tapi si brengsek itu lewat di depan gue udah kayak gak punya dosa sama sekali ke gue. Ya gimana gue gak kesel?" Ardi berteriak marah meluapkan emosinya kepada teman-temannya.

Ini adalah fakta yang baru Citra ketahui. Kebangkrutan keluarga Ardi.

Ardi yang ia tahu adalah orang yang ceria, ia bahkan tak segan-segan untuk mentraktir teman kelasnya di beberapa kesempatan. Akhir-akhir ini Ardhi memang terlihat lebih murung dari biasanya. Citra tahu itu, tapi ia sama sekali tidak pernah bertanya karena mereka tidak sedekat itu untuk saling bertukar rahasia.

"Gue paham bro, tapi gak gini caranya. Lo bisa aja kena skorsing kalau sampai guru-guru tahu."

"Siaalaaan!" umpat Ardi. "Gue pengen banget lihat Gustiar hancur luar dan dalam. Gue sumpahin dia bakal mendapatkan rasa sakit yang paling menyakitkan. Bahkan waktu dia mau mati sekalipun, dia cuma bisa mengkhayalkan kebahagiaan yang gak akan pernah bisa dia dapatkan."

"Ukkhh ... serem banget lo nyumpahinnya."

Lalu terdengar umpatan lagi dari dalam kelas.

"Gue gak tahu darimana dia belajar judi, tapi asli dia benar-benar mengerikan. Kayaknya dia bakal tumbuh jadi kriminal kalau gak ada orang yang menghentikan aksinya. Dia tuh bener-bener harus ditangkap atau paling gak dia harus mati sebelum ada banyak korban lagi kayak keluarga gue."

"Lo bener!" Jantung Citra berdetak dengan cepat saat mendengar ucapan Candra. "Gue juga pernah berpikir kayak gitu sebelumnya. Harus ada seseorang yang dekat sama dia dan harus dia percaya untuk tahu tentang kelemahan dia. Kalau kita mau mengalahkan Gustiar, serang titik lemahnya biar dia gak bisa lagi menang dalam berjudi kalau kita memegang kelemahannya dia. Gustiar itu berbahaya kalau terus dibiarkan bebas."

"Gak ada di sekolah ini yang mau deket-deket sama cowok brengsek kayak dia. Kalaupun ada paling cuma cewek-cewek matre doang. Itupun Gustiar mana mau sama mereka."

Percakapan mereka masih berlanjut. Namun bel masuk sekolah sudah berbunyi. Alhasil mereka pun berhenti berbicara dan membuka pintu untuk membiarkan yang lainnya masuk ke dalam kelas. Saat pintu kelas sudah terbuka, Citra dan Candra pun saling berpandangan tanpa tahu arti dari tatapan mereka masing-masing.

🦋•••🦋

KBM dilanjutkan dengan pelajaran Bahasa Indonesia, namun gurunya absen tidak masuk kelas karena sakit dan ia hanya menyerahkan tugas untuk murid-muridnya melalui guru yang piket hari itu. Pada saat itu, Citra menggunakan waktunya untuk bertanya pada Candra. Ia mengajak Candra untuk keluar dan mengobrol di laboratorium yang sedang tidak terpakai.

"Kenapa Cit?" tanya Candra setelah mereka tiba di sana.

"Gue mau nanya alasan kenapa harus gue yang pacaran sama Gustiar? Gue mau tahu apakah karena gue mengungkapkan perasaan gue waktu itu atau walaupun gue gak mengungkapkan perasaan gue ke lo, lo bakal tetep minta gue buat pacaran sama Gustiar?!" Candra terkejut dengan pertanyaannya. Sebab ia pikir Citra menganggap angin lalu persyaratan yang ia minta dan memilih menyerah sebab ia tidak menunjukkan sama sekali usahanya untuk mendekati Gustiar. Tidak mungkin Candra menjawab karena ia tidak mau berpacaran dengannya.

Berusaha untuk berpikir cepat, akhirnya Candra menemukan jawaban yang meskipun seadanya, tapi bermakna dalam bagi Citra.

"Karena gue yakin cuma lo yang bisa jadi pacarnya Gustiar." Di sini, Candra menaruh kepercayaan pada Citra yang mungkin tanpa Candra sadari ia telah mengendalikan pikiran Citra. Bagi Citra, Candra adalah orang kepercayaannya, orang yang ia cintai, orang yang ia hormati dan orang yang ia sayangi setulus hatinya. Dipercaya oleh Candra sebagai orang yang mampu untuk melakukan suatu hal yang tidak mampu dilakukan oleh orang lain membuat ego Citra menjadi ... tinggi.

Ia bangga sekaligus merasa percaya diri. Orang yang dicintainya mengandalkannya dan menganggap bahwa ia mampu untuk melakukan apa yang orang lain tidak bisa melakukannya. Dari sini, semangat Citra kembali membara. Ia kembali membulatkan tekadnya.

"Oke kalau begitu, gue udah menemukan jawabannya. Kemungkinan besok lo bakal dengar berita kalau gue udah pacaran sama Gustiar!"

"Hah?" tentu saja Candra terkejut mendengar deklarasi Citra yang secara tiba-tiba itu. "Maksudnya gimana?"

Namun Citra tidak menjelaskan, ia hanya tersenyum sambil mengajak Candra untuk kembali ke kelas.[]

Pick Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang