"Ouwwwh ... ma, sakit." Citra meringis saat Ibunya mengoleskan salep di pipinya yang terlihat membiru akibat ditampar dengan keras oleh Stella. Kejadian dirinya diserang oleh Stella tadi ia ceritakan semuanya kepada Ibunya karena ia tidak bisa menyembunyikan bekas lukanya dari Ibunya. Setelah Ibunya pulang kerja, ia panik melihat kondisi Citra dan segera mengobatinya meskipun Citra mengatakan bahwa ia sudah mengobati lukanya.
"Jadi cuma karena perihal cowok kamu sampai dibuat babak belur kayak gini?" tanya Adila dengan geram. Pasalnya ia tidak pernah memukuli Citra dan melihat Citra yang sampai babak belur seperti ini membuat hati Adila yang melihatnya menjadi merasa sakit.
"Ya gitu deh, Ma."
"Astaga Citra. Mama gak terima kamu diginiin. Mama besok ke sekolah kamu aja gimana?"
"Mau ngapain, Ma?"
"Mama mau ceramah di sana," jawab Adila sambil melotot ke arah Citra. "Ya udah tahu Mama mau ngelabrak orang yang bikin kamu babak belur begini, pake ditanya lagi." Citra tertawa melihat Ibunya yang sedang memasang ekspresi yang galak. Namun malah terlihat lucu di mata Citra.
Mereka hanya tinggal berdua saja sejak sang Ayah meninggal dunia dua tahun yang lalu karena kecelakaan. Itu sebabnya mereka hanya punya satu sama lain yang di mana mereka sepakat untuk tidak menyembunyikan kesedihan yang mereka rasakan seorang diri.
"Mama ihhh ... Citra itu udah gede Ma. Udah kelas 12. Citra bisa kok nyelesain masalah Citra sendiri,"
"Yaudah kalau gitu. Mama percaya kamu bisa menyelesaikan masalah kamu sendiri. Tapi inget, kalau butuh bantuan, Mama adalah orang pertama yang akan bantu kamu."
"Hahaha ... iya Mama," Citra yang sedang asik memeluk Adila pun dikejutkan dengan suara bel yang berbunyi.
"Hmm ... paling Candra itu. Bunyiin belnya khas banget," gurau Adila.
"Yaudah sana bukain pintunya, Mama mau pesen makanan dulu. Kamu mau makan apa?"
"Pizza Ma,"
"Oh yaudah, nanti Mama pesenin soto ya,"
"Lho kok soto ma?"
"Kamu itu harus makan nasi," Citra cemberut tak suka.
"Itu Candra gak mau kamu bukain pintunya?"
"Oh iya," Citra bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Saat ia membukanya, ia langsung mendapati Candra dengan wajah yang panik.
"Lo tuh kemana aja sih, Cit? Gue telfonin lo dari tadi!"
Citra berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumah yang pergerakannya diikuti oleh Candra.
"Gue males ngomong sama lo ya.."
Candra yang sudah menutup pintunya kembali pun berjalan menghampiri Citra yang sudah duduk di sofa ruang tamu. Ia pun ikut duduk di sebelahnya.
"Kenapa emangnya?"
"Kenapa lo bolos, hah? Lo 'kan jadi gak bisa nolongin gue waktu gue diserang. Asal lo tahu, hari ini tuh gue ngerasa satu sekolah musuhin gue. Saat gue butuh lo, lo kemana? Katanya mau ngelindungi gue dan selalu ada di belakang gue. Tapi apa?" Keluar sudah unek-unek Citra yang berusaha ia tahan sedari tadi. Ia kesal karena orang yang ia harapkan datang untuk menolongnya tidak kunjung datang juga. Bahkan di detik-detik terakhir Citra ingin pulang pun, Candra tetap tidak terlihat batang hidungnya.
"Gue tadi lagi males belajar, terus si Sakti ngajak gue buat bolos ke luar sekolah waktu di jam pelajaran kedua. Gue balik ke sekolah udah gak ada lo, di detik-detik sebelum bel pulang sekolah gue baru tahu kalau lo diserang dan udah pulang duluan," jelas Candra mengungkapkan kondisinya saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Your Love
Teen Fiction[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Di beberapa BAB terdapat kata-kata yang kasar. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!] *** "Jangan pernah dekat-dekat dengan Gustiar, dia itu berbahay...