BAB 22

133 9 0
                                        

Motor sport milik Gustiar memasuki pekarangan perumahan mewah yang terbagi rapi jadi beberapa blok. Pengunjung harus melewati pos satpam terlebih dahulu agar bisa memasuki daerah perumahan. Jika satpam tidak mengenali wajahnya dan namanya tidak termasuk ke dalam daftar tamu, maka pengunjung dilarang masuk. Keamanan dari perumahan ini memang sangat ketat sekali.

Tiba di pagar hitam yang dibuat setinggi mungkin, ketika Gustiar mengklakson motornya, maka pagar tersebut akan otomatis terbuka. Tentu saja, satpam penjaga rumahnyalah yang membukakan pagarnya.

Langsung saja, Gustiar memasuki halaman rumahnya yang luas dan memarkirkan motornya di garasi.

Saat turun dari motornya, ia langsung saja disambut oleh seorang gadis yang usianya sekitar 14 tahun dengan senyuman.

"Senang bisa melihat Kakak lagi. Gimana sama sekolah Kakak? Lancar?"

Gustiar mencubit pipi adiknya dengan gemas yang langsung saja mendapatkan keluhan darinya.

"Sejak kapan Selin semanis ini, hm?"

"Ihhh Kakak," jawab sang adik tersipu malu.

"Si kembar mana?"

"Lagi main sama yang lain,"

Gustiar memasuki rumahnya yang mewah. Pintu besar itu dibukakan oleh dua orang penjaga berbadan kekar, penjagaan di rumahnya memang sangat ketat sekali.

Keadaan di dalam rumah sangat berisik, mungkin karena rumahnya banyak dihuni oleh anak-anak yang usianya sekitar sepuluh tahun. Sebab itulah, penjagaan di rumahnya ini memang sangat ketat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Kak Tiar," panggil gadis kecil dengan rambut berkuncir kuda. Ia yang semula sedang memegang panci mainan, langsung berlari menghampiri Gustiar sambil memeluknya. Dan hal itu langsung disusul pula oleh gadis kecil yang lain sambil membawa bonekanya. Kedua gadis itu terlihat sangat mirip. Merekalah si kembar yang Gustiar cari.

"Woah adik-adik Kakak lagi pada main apa nih? Seru banget kayaknya," tanya Gustiar sambil menggendong keduanya.

"Macak-macakan, Kak. Ci Lily jadi tukang macak, katanya kalau udah gede mau macakin Kak Tiar biar Kak Tiar gak makan di luar lagi."

"Lily mau jadi Chef?" tanya Gustiar sambil melihat ke arah Lily yang sedang membawa panci mainan.

"Chef itu apa, Kak?" tanya Lily dengan polos. Pipinya yang chubby benar-benar terlihat lucu saat sedang bertanya.

"Chef itu sebutan untuk orang yang pandai memasak. Nanti Lily bisa menyajikan masakan yang enak banget."

"Kalau gitu Lily mau jadi Chef, biar Lily bisa macakin Kakak telus," gadis berusia lima tahun itu berseru dengan girang sambil memeluk leher Gustiar dengan erat.

"Iihh kalau gitu Lia mau jadi apa dong?" Sementara gadis kecil yang lain jadi cemberut sambil memegangi bonekanya.

"Emang tadi Lia habis main apa?"

"Lia main doktel-doktelan, Fatiah yang jadi pasiennya."

"Yaudah, Lia jadi dokter aja gimana? Biar bisa ngobatin Kak Tiar." Selin yang mendengar percakapan mereka ikut menyahuti dan memberikan solusi agar Lia tidak jadi bersedih.

"Yeayy.. Lia jadi doktel."

"Kak Tiar, tadi Lily dapet nilai A tugasnya. Lily udah bisa nulis."

"Lia juga kak. Tadi masa Lia disuruh nyanyi di depan kelas. Lia mau nangis tapi Lia inget Kakak jadi Lia gak nangis lagi deh."

"Oh ya? Emangnya apa yang Lia inget dari Kakak?"

"Soalnya Kakak gak pernah nangis,"

Gustiar berdeham dan menurunkan mereka di atas sofa. "Kalian lanjut main sama yang lainnya dulu aja ya, Kakak mau ganti baju dulu."

Pick Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang