Tiba jam istirahat dimulai. Citra mengirimkan pesan kepada Gustiar bahwa ia ingin makan bersamanya di kantin dan Gustiar pun menyetujuinya. Mereka bertemu di kantin dan duduk bersama. Kini mereka menjadi pusat perhatian para siswa karena merasa heran, hubungan mereka tampak begitu baik-baik saja setelah adanya isu perselingkuhan Gustiar.
"Baksonya enak ya," ujar Citra dengan canggung. Ia merasa hawa di sekitarnya menjadi tak enak. Itu sebabnya Citra mencoba untuk mencairkan suasana.
"Hm," Gustiar hanya meresponnya dengan gumaman.
"Kamu mau nyobain bakso aku gak?"
Tiing ...
Gustiar meletakkan sendoknya di atas meja hingga menimbulkan bunyi yang nyaring. Kali ini, perhatian Citra yang sebelumnya menghindari tatapan Gustiar jadi berbalik menatapnya. Wajah tegas Gustiar benar-benar sudah membuktikan bahwa ia sedang berada dalam mood yang tidak baik.
"Langsung ke intinya aja, apa yang mau kamu tanyakan?"
"Tanya soal apa?"
"Kamu lebih tahu apa yang harus kamu tanyakan!" Gustiar mengikis jarak, anehnya Citra merasa tertekan. Tapi tunggu dulu. Kenapa jadi Citra yang disudutkan begini seakan-akan ia yang telah ketauan selingkuh?
"Well, aku tidak mempermasalahkannya!"
"Tidak mempermasalahkannya?"
Citra berdehem. "Yeah.. sebenarnya aku mempermasalahkannya." Akunya jujur. "Tapi–tapi ... "
Gustiar mendengus dengan jengkel saat melihat kebingungan dari Citra. "Itu tidak seperti yang terlihat. Awalnya saya pikir itu hanya kecelakaan tapi ternyata saya malah dijebak." Seakan tidak terjadi apapun, Gustiar kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Boleh aku tanya?"
"Silahkan!"
"Mengapa ada wanita di sana? Apa kalian juga bertaruh dengan wanita?"
"Kamu pikir saya serendah itu?"
"Aaa gak kok! Aku 'kan cuma tanya,"
Gustiar kembali menghadapkan tubuhnya ke arah Citra, kali ini ia menatap Citra dengan serius.
"Kita tidak bermain dengan wanita. Tapi beberapa orang yang menjadi lawan main saya membawa wanita di sisinya. Kata mereka sih untuk keberuntungan. Ada yang percaya kalau mereka bermain dengan didampingi oleh wanita yang katakanlah memiliki 'keberuntungan', mereka bisa menang."
"Ouh jadi begitu ya cara main orang-orang,"
"Yeah itu hanya berlaku untuk beberapa orang saja, orang yang berpikir rasional mana mungkin percaya sama hal yang kayak gitu. Kemarin saya hanya apes aja karena bermain dengan orang yang mempercayai mitos itu."
"Jadi kamu gak bermain sama keberuntungan?"
"Keberuntungan itu gak mungkin datang secara berulang-ulang. Mereka hanya datang pada orang yang mencari peluang untuk menang. Dalam artian, keberuntungan adalah suatu hal yang tidak pasti terjadi untuk satu orang secara berturut-turut. Mungkin semua orang pernah mengalaminya semasa hidup. Bergantung pada keberuntungan yang dimiliki oleh semua orang tidak akan menghasilkan kemenangan apapun. Dan saya sebenarnya tidak suka bergantung sama sesuatu hal yang tidak pasti."
"Aku mengerti. Itu artinya kamu gak pernah menggunakan pendamping, iya 'kan?"
"Iya. Kemarin kebetulan banyak wanita penghibur yang berkumpul di sana. Salah satu dari mereka tersandung dan terjatuh dipangkuan saya. Dan selanjutnya kamu pasti sudah tahu apa yang terjadi."
Bahkan tanpa Citra bertanya secara terang-terangan pun, Gustiar tetap memberikan penjelasannya.
"Aku percaya," jawab Citra sambil tersenyum. Ia menghadap meja lagi dan memakan baksonya. Tapi Gustiar sama sekali tidak mengubah posisinya yang masih terus menghadap ke arahnya.
"Kenapa menatapku seperti itu? Ada yang salah?" tanya Citra karena merasa risih dengan tatapan Gustiar.
"Nothing!" Namun dipandangan Citra, Gustiar nampak memiliki sesuatu yang dipendamnya.
Mengabaikan pikiran konyol itu, Citra berpikir mungkin ini saatnya ia bergerak untuk menganalisis metode apa yang digunakan Gustiar dalam berjudi. Sejauh ini Citra merasa hubungan mereka cukup dekat. Setidaknya ia jadi banyak tahu tentang Gustiar dibandingkan siapapun juga. Ia tahu kalau Gustiar tidak suka mayonaise dan hanya dirinya sajalah yang tahu fakta itu.
Sekarang sudah waktunya ia bergerak untuk mencari kelemahan Gustiar. Ia tidak ingin berlama-lama menjalin hubungan yang berbahaya ini. Karena akan ada dua kemungkinan terburuk kalau Citra membuat rencana ini berjalan dalam waktu yang lama. Entah Gustiar akan tahu rencananya atau Citra yang akan jatuh cinta pada Gustiar. Yang manapun itu, resikonya terlalu besar untuk Citra tanggung.
"Tiar aku berpikir untuk ikut bersamamu ke kasino, boleh gak?"
Meskipun wajahnya terlihat datar, tapi matanya menyiratkan keterkejutan di sana.
"Ngapain? Saya tidak mau menjagamu sementara saya harus bermain dalam satu waktu."
"Melihat pertandinganmu tentu saja,"
"Kenapa kamu tiba-tiba tertarik?"
"Kata siapa tiba-tiba? Aku sudah tertarik sejak lama. Buktinya aku bisa mengalahkanmu."
Gustiar menghela napas. "Sekarang saya tanya, kamu pernah pergi ke kasino sebelumnya."
"Belum pernah,"
"Kalau gitu kamu gak boleh ke sana!"
"Kenapa?"
"Itu bukan tempat yang cocok buat kamu!"
"Tapi aku ingin melihat kamu bermain."
"Kamu 'kan sudah pernah melihat saya bermain di pertandingan kita."
Citra pun memegang lengan Gustiar tanpa menekannya. "Tapi itu 'kan beda, Tiar. Aku ingin melihat suatu hal yang menantang. Kenapa wanita-wanita itu bisa menemani kamu sementara aku gak bisa? Kalau gitu, jadikan aku keberuntungan kamu gimana?"
"Kamu tahu saya gak menggunakan keberuntungan karena saya tidak percaya."
Citra terdiam dengan memasang pupil eyes-nya
"Just tonight"
"Yeayy ... I love you!" Citra tidak sadar bahwa ia mengucapkannya terlalu keras hingga beberapa siswa yang masih berada di kantin mendengarnya dengan terkejut hingga mereka pun jadi pusat perhatian kembali.
"Upsss ..." Bukannya merasa risih, Citra justru malah terkekeh pelan karenanya.[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Your Love
Teen Fiction[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Di beberapa BAB terdapat kata-kata yang kasar. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!] *** "Jangan pernah dekat-dekat dengan Gustiar, dia itu berbahay...