BAB 37

33 4 0
                                    

Sempat terbesit dibenak Citra, di hari Gustiar mengungkapkan perasaan kepadanya akan menjadi mimpi buruk baginya. Ia selalu ingin lepas dari ikatan ini, dan berhenti untuk mencari kelemahan Gustiar.

Namun hatinya selalu tidak siap jika harus berpisah dengan Gustiar. Citra terlalu menikmati kebersamaan mereka.

Selama Citra menjalin hubungan dengan Gustiar, tidak satu hari pun Citra melaksanakan apa yang menjadi tujuannya mendekati Gustiar. Saat bersamanya, Citra hampir melupakan segala hal dan pikirannya hanya berfokus kepada Gustiar.

Hujan sudah berhenti. Tapi jejak yang ditinggalkan oleh hujan masih bisa dirasakannya. Tangan yang menggenggam erat gelas yang berisi coklat panas tersebut diremat kuat oleh Citra untuk mencari kehangatan di sana.

Citra tak dapat menghentikan pikirannya untuk berhenti memikirkan Gustiar.

Cara Gustiar menyatakan perasaan kepadanya begitu romantis ... dengan kata-kata yang manis dan tak bisa Citra lupakan begitu saja.

Mungkin saat ini Citra tidak sadar bahwa ia sedang tersenyum dengan lebar, sampai-sampai Ibunya yang melihat tingkah anaknya ini mengira bahwa Citra sedang sakit.

"Sayang, kita ke dokter aja ya. Ķayaknya kamu demam deh," ujar Adila sembari memegangi dahi Citra.

"Citra gapapa, Ma. Oh iya, hujannya udah berhenti belum, Ma? Citra mau ke rumah Candra,"

"Kenapa gak besok aja ke rumah Candranya? Besok juga bakal ketemu,"

"Aduh Ma penting banget ini. Harus malam ini juga. Lagian rumah Candra deket kok, gak nyampe lima langkah dari rumah," canda Citra sembari tertawa.

"Yaudah Mama bolehin. Pakai jaket keluarnya!"

"Iya Mamaku sayaang!"

Setelah memakai pakaian yang hangat, Citra pergi ke rumah Candra untuk menemuinya. Ternyata Candra sedang berada di belakang rumah, sedang memberi makan ikan-ikan peliharaannya.

Saat maniknya menangkap keberadaan Candra, Citra ingin memastikan; apakah jantungnya juga ikut berdebar karena Candra?

Perasaannya mencari sosok Candra di hatinya. Tapi tak ia temukan sama sekali seakan Candra memang tidak pernah ada di sana.

"Kenapa lo cari gue?"

Citra tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Candra yang bertanya kepadanya. Matanya masih fokus menatap kolam.

"Gue ke sini karena mau mengatakan suatu hal yang penting sama lo,"

"Tentang apa yang menjadi kelemahan Gustiar?"

Citra menggeleng.

"Gue jatuh cinta sama Gustiar, Can." Citra menunduk, seperti tidak sanggup untuk menatap matanya.

"Bukan karena cinta gue ke lo itu nggak kuat. Tapi karena cinta gue ke lo itu emang gak pernah ada. Sedari dulu, cowok yang selalu deket sama gue itu cuma lo. Gue gak pernah lirik cowok lain. Perasaan berdebar yang gue rasain ke lo itu wajar, karena emang seharusnya laki-laki dan perempuan gak boleh terlalu dekat. Dan gue punya 1001 alasan kenapa gue bisa suka sama lo. Tapi gue gak punya satupun alasan kenapa gue bisa suka sama Gustiar."

Hening beberapa saat. Candra sama sekali tidak menjawab perkataannya.

Dengan tekad yang kuat, Citra memberanikan diri untuk mendongakkan kepalanya dan menatap Candra.

"Hari ini Gustiar bilang cinta ke gue. Rasanya seperti ... Aaaa gimana ya gue menjelaskannya. Gue baru tahu, perasaan cinta yang berbalas itu bisa seindah ini."

Wajah Candra datar, tak berekspresi.

"Jadi lo lebih memilih pertemanan kita berakhir?"

"Bukan begitu. Makanya gue dateng ke sini buat—"

"We're over!"

"Hah?"

Kali ini, Candra sepenuhnya menghadap ke arah Citra.

"Let's break up! Between u and I—everything about our relationship is over!"

"Can, gak bisa gitu dong. Lo gak bisa mutusin hubungan yang udah terjalin lama gitu aja. Kita berteman udah dari lama loh, dari sewaktu kita masih kecil. Dan sekarang lo dengan gampangnya membuat pertemanan kita berakhir?"

"Gue udah bilang sama lo waktu itu, 'kan? Kalau lo lebih milih Gustiar, yaudah. Pertemanan kita berakhir!"

"Easy as that?"

"Yeah!"

Citra menatap Gustiar dengan tatapan tidak percaya. Baru kali ini Citra melihat sosok Candra yang berbeda.

"Okei, I accept it. But one day, kalau lo kangen sama kenangan kita dan mau berteman lagi sama gue, lo bisa datang dan temui gue. Because for me, you're my best friend forever!"

Citra berbalik hendak pergi dari sana. Tapi suara Candra menahan langkahnya untuk pergi.

"Kalau lo pilih Gustiar, lo bakal benar-benar kehilangan semua temen lo, Cit."

"Di hari gue memutuskan untuk menerima syarat dari lo, gue udah kehilangan banyak teman, Can."

Setelah itu, entah bagaimana caranya kaki Citra melangkah dengan mudah meninggalkan Candra seakan-akan semua beban masalahnya telah ia tinggalkan di tempat ini.

🦋•••🦋

Mata yang selalu bersinar dengan ramah itu kali ini menunjukkan sisi gelapnya. Garis rahangnya berubah tajam seiring dengan kepergian gadis yang berbalut jaket tebal itu.

Citra sama sekali tidak menoleh ke arahnya seolah-olah ia tidak menyesali keputusannya karena lebih memilih Gustiar daripada dirinya.

Dendamnya kepada Gustiar semakin membara.

Dia mencintai Citra, bukan?

Oke baiklah. Kita lihat apakah Gustiar masih bisa mencintai Citra setelah mengetahui kebenarannya?

Citra telah salah mendatanginya hari ini, sebab tanpa sadar ia telah membuka kelemahan Gustiar kepadanya. Maka kini waktunya untuk penghancuran Gustiar. Ia akan jatuh, dan tak akan pernah bisa bangkit lagi.

Candra mengambil ponselnya dan menghubungi teman yang selalu bisa diandalkannya.

"Sakti, lo punya nomor Gustiar, 'kan?"

"Punya sih. Kenapa?"

"Bagi nomor Gustiar, kirim ke WhatsApp gue. Thanks."

Tanpa menunggu jawaban dari Sakti, Candra menutup telponnya.

Dering pesan masuk pun terdengar. Candra menyeringai dengan jahat dan menekan tombol panggilan di sana.

"Gue bakal buat lo hancur sampai gak bisa bangkit lagi, Shill!"[]

Pick Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang