[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Di beberapa BAB terdapat kata-kata yang kasar. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!]
***
"Jangan pernah dekat-dekat dengan Gustiar, dia itu berbahay...
Bel rumahnya berbunyi. Citra langsung buru-buru berdiri dari kursinya dan langsung berjalan cepat untuk membukakan pintu rumahnya. Hari ini, ia memang sedang sendirian di rumah sebab asisten rumah tangga yang biasa menemaninya sedang mengambil cuti dan Ibunya sedang pergi karena ada pertemuan dengan temannya.
Sebelum Citra membuka pintu, ia menarik napas sedalam-dalamnya untuk menenangkan diri agar tidak terlihat bodoh di hadapan Gustiar. Setelah dirasa sudah cukup tenang, barulah Citra membukakan pintu rumahnya.
"Ha..hai," cicit Citra. Ia bahkan sampai kehilangan suaranya di akhir saat melihat penampilan Gustiar dari atas sampai bawah. Mata Gustiar yang tajam seperti sedang menusuk jantungnya hingga membuat jantung Citra berdentam-dentam dengan kuat.
Kali ini, Gustiar dengan pesonanya tak bisa Citra lawan.
Sejak kapan Gustiar jadi setampan ini?.
Apa karena pakaian Gustiar yang nampak berbeda dari biasanya atau karena selama ini ia tidak pernah memerhatikan Gustiar sedetail itu?
"Hei... saya panggil kamu dari tadi, kenapa melamun?" Citra berkedip. Ia benci terlihat bodoh seperti ini.
"Kamu ngomong apa?"
"Mana kuenya? Kamu bilang bikin kue," desak Gustiar seakan-akan sedang diburu waktu.
"Oh iya, ayo masuk dulu. Ada di dapur."
Citra langsung saja berjalan menuju dapur, diikuti oleh Gustiar yang mengekor di belakangnya.
Tiba di depan meja makan, Citra langsung menunjukkan kue tart buatannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dapat Citra lihat, Gustiar tersenyum menatap kuenya.
"Aku beli kardusnya kok. Bentar aku masukin ke kardusnya dulu."
Citra berjalan ke arah rak kemudian mencari kardus yang sengaja ia beli bersamaan dengan belanja bahan kue tempo hari yang lalu. Saat menemukannya, Citra langsung buru-buru memasukkan kuenya ke dalam kardus dan menyerahkannya kepada Gustiar.
"Nih kuenya. Take it carefully!" kata Citra sambil menyerahkan kuenya.
Gustiar menerima kantong kain yang diberikan oleh Citra sembari mengucapkan; "Terima kasih,"
Banyak hal yang ingin Citra bicarakan, tapi lidahnya kelu sehingga ia hanya bisa mengangguk sambil melihat kepergian Gustiar.
Biarlah ia tidak diundang ke pesta yang sedang diadakan di rumah Gustiar. Mendapatkan senyum dari Gustiar dan ucapan terima kasih darinya saja sudah membuat Citra merasa senang, seakan-akan kerja kerasnya selama membuat kue tersebut telah terbayarkan.
Ia kira Gustiar telah pergi dari rumahnya, itu sebabnya Citra mulai membereskan kekacauan yang sudah ia buat. Ia mulai mencuci peralatan yang sebelumnya ia gunakan untuk membuat adonan kue.
Langkah kaki yang terdengar di belakangnya membuat Citra berbalik badan, takut kalau itu adalah orang lain yang memasuki rumahnya.
"Gustiar," Panggilnya terkejut. "Ada yang ketinggalan?" tanyanya kembali.