BAB 44

61 10 3
                                    

Citra terlalu lelah menangis.

Menangis dan menangis terus sepanjang hari sampai-sampai perutnya berbunyi.

Sore itu, ia ingin sekali makan bakso. Tapi pembantu yang biasanya bekerja di rumahnya, seperti biasa akan pergi pulang saat Ibunya sedang tidak ada di rumah.

Mau tidak mau, Citra memilih untuk berjalan sendiri sampai ke depan komplek dan mencari tukang bakso yang biasa nangkring di pinggir jalan.

Kata orang, berjalan bisa menghilangkan kesedihan. Itu sebabnya Citra memilih untuk berjalan saja agar ia bisa melupakan sejenak perkataan Gustiar saat di sekolah tadi.

Tiba di depan komplek, Citra menoleh ke kanan dan ke kiri di mana banyak motor dan mobil berlalu lalang di depannya. Lalu saat sudah sepi, Citra bersama dengan para penyebrang yang lain menyebrang jalan hingga sampai di sisi sebrang. Tak perlu untuk berjalan jauh, Citra sudah bisa langsung tiba di tempat penjual bakso yang menjadi langganannya.

"Bang beli bakso satu," ujarnya. Sembari menunggu Citra melihat jalan yang sekarang sedang ramai.

Matanya memicing saat melihat mobil Candra yang keluar dari komplek perumahan, sedang berbelok ke arah kiri. Di dalamnya ada Clarissa yang sedang bersandar di lengan Candra yang tidak dipakai untuk menyetir.

Terlalu terkejut dengan kedekatan mereka yang tidak seperti seorang teman, Citra menjadi curiga. Ia ingin mengikuti mereka tapi sulit bagi Citra karena ia tidak memiliki kendaraan.

Seperti sedang didukung oleh semesta untuk mencari kebenarannya, tak jauh dari tempatnya berdiri ada tukang ojek yang baru saja menurunkan penumpang.

"Pak, nanti saya ambil lagi ya," pesan Citra pada tukang bakso. Kemudian Citra segera berlari menghampiri tukang ojek tersebut, sebelum ia pergi dari sana.

"Abang ojek 'kan, ya?"

"Iya neng."

"Buru bang, puter balik. Nanti saya kasih tahu jalannya," ujar Citra buru-buru naik ke jok belakang.

Matanya mencari dengan gelisah mobil Candra. Ia tidak ingin kehilangan jejak mereka karena Citra ingin tahu alasan kedekatan mereka yang terlihat tidak biasa. Lalu matanya menangkap mobil Candra yang sedang berhenti di lampu merah. Citra bernapas lega karena berhasil menyusul mereka.

"Bang, tolong ikuti mobil Itu terus ya,"

"Iya, Neng."

Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Candra berhenti di sebuah restoran. Citra ikut turun di parkiran, jauh dari jangkauan pandangan mereka.

Melihat mereka masuk ke dalam sana membuat Citra pun ikut masuk dan duduk di tempat yang tak jauh dari mereka. Agar tidak terlihat, Citra menjadikan buku menu sebagai penutup wajahnya.

Interaksi mereka terlihat mesra, tidak seperti teman pada umumnya. Melihat hal itu, Citra pun jadi curiga.

Jangan-jangan mereka pacaran.

Tiba-tiba Citra dilanda perasaan sesak yang membuatnya sulit untuk bernapas dengan benar. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan sejak kapan mereka menjalin hubungan? Apakah sejak lama, sejak ia masih berpacaran dengan Gustiar?

Lalu mengapa Candra tega menjalin hubungan dengan Clarissa saat ia masih menjalin hubungan dengan Gustiar demi bisa menjadi pacarnya?

Citra berjalan mendekat, ia merasa harus memastikan kapan hubungan mereka telah terjalin.

Pembicaraan mereka terlihat sangat serius sampai-sampai mereka tidak menyadari keberadaan Citra yang tak jauh dari mereka.

Lalu, langkah Citra berhenti saat ia mendengar nama Gustiar disebut dalam percakapan mereka.

Pick Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang