BAB 33

41 3 0
                                    

Tiba di pasar swalayan, mereka mengambil dua keranjang terlebih dahulu. Mereka berdiskusi agar proses belanja cepat selesai, maka mereka harus membaginya menjadi dua kelompok.

"Kalau begitu aku sama Kak Citra," ucap Selin dengan segera.

"Jangan!" Semua menatap ke arah Gustiar yang langsung melarang Selin saat ingin bersama Citra. Menghindari kegugupannya, Gustiar berdehem terlebih dahulu. "Kalau kalian pergi berdua, nanti gak akan ada yang melindungi kalian jika terjadi sesuatu."

"Memang di pasar swalayan ini rawan terjadi kejahatan? Lagipula di sini 'kan penjagaannya sangat ketat, Kak!"

"Ya siapa yang tahu. Kejahatan tidak memandang tempat, tapi kesempatan."

Vano mendekat dan merangkul Selin sembari menyeretnya untuk ikut bersamanya. "Sudah, kamu sama Kak Vano aja,"

"Gak mau! Kak Vano ngeselin."

"Iya tahu, Kak Vano emang nyenengin. Udah yuk kita lihat daging,"

"Gak mau. Kak Tiar tolong.. ."

"Kak Tiar gak bakal nolongin kamu. Dia pasti bakal milih pacarnya, pekalah sedikit. Belanja dengan Kakakmu yang paling tampan ini saja, yuk!" Vano kembali menyeret Selin bersama dengan troli yang juga ia ikut seret bersamanya.

"Tidak mau, iiihh ... ."

Citra tertawa melihat tingkah Selin dan Vano. Meskipun wajah Selin tampak memelas, tapi Selin terlihat seperti tengah bercanda dengan Kakaknya. Setelah mereka sudah tidak terlihat lagi atensinya, kecanggungan pun mulai bisa Citra rasakan.

"Mau terus diam di sini atau kamu mau ikut aku cari bahan makanan?"

Citra tersenyum menatap Gustiar, pun Gustiar ikut tersenyum ke arah Citra. Mereka mulai berjalan dan mendorong troli itu bersama-sama. Meskipun tidak ada percakapan di antara mereka saat ini, namun kedekatan mereka tidaklah terasa dingin. Yang sebenarnya sedang mereka rasakan adalah menikmati debaran jantung yang menyenangkan; berdetak cepat seperti irama yang romantis.

Perasaan seperti ini baru pertama kali mereka rasakan di seumur hidup mereka. Mungkin inilah yang dinamakan jatuh cinta. Terhadap Candra sekalipun, debarannya tidak pernah sampai seperti ini. Sehingga membuat Citra jadi bertanya-tanya; siapakah yang ia cintai sesungguhnya?

Meskipun pikirannya sibuk memikirkan Gustiar, tapi konsentrasinya tetap mencari bahan yang ia butuhkan saat ini. Hingga Citra melihat bahan yang dicarinya dan akan menaruhnya ke dalam troli belanja yang didorong oleh Gustiar.

Dalam satu momen, Citra tengah kebingungan karena ia sama sekali tidak tahu dengan selera Gustiar; apakah ia suka manis ataukah pedas? Citra hendak bertanya kepada Gustiar, tapi sebelum itu Citra berusaha untuk menenangkan kembali detak jantungnya yang menggila. Sampai-sampai Citra tidak sadar kalau Gustiar sedang berdiri di belakangnya.

Bersamaan dengan itu, Citra berbalik dan dikejutkan dengan kehadiran Gustiar yang berada tepat di belakangnya. Citra mundur beberapa langkah yang tanpa dirinya sadari, ia telah menjebak dirinya sendiri dalam kungkungan Gustiar.

"Kenapa melamun?"

"Ng-gak. Eh ... ini soal bumbu-kamu suka yang mana?"

Gustiar melirik sebentar kepada dua kemasan botol yang Citra genggam di kedua tangannya.

"Apapun. Aku suka apapun yang kamu pilih." Gustiar semakin berjalan mendekatinya. Baru Citra sadari saat itu ternyata di antara rak-rak yang berjejer rapih di sekitarnya, tidak ada pengunjung lain yang mengunjungi bagian rak ini. Sehingga hanya ada mereka berdua saja di sepanjang lorong.

Gustiar masih setia memandangi Citra. Hal itu semakin membuat Citra merasa berdebar dalam jarak sedekat ini, ia benar-benar bisa melihat dengan jelas wajah Gustiar yang tampan. Ingin menunduk pun rasanya amat sangat disayangkan oleh Citra jika harus menyia-nyiakan memandang wajah Gustiar dari dekat. Wajahnya seperti memiliki daya tarik tersendiri sampai membuat Citra merasa tak ada objek yang lebih menarik lagi selain dirinya.

Pick Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang